sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Persiapan masuk SD, apa saja yang harus dipersiapkan?

Banyak hal yang perlu diperhatikan sebelum anak masuk sekolah, salah satunya kesiapan anak secara karakter dan mental.

Firda Cynthia
Firda Cynthia Rabu, 01 Jul 2020 15:12 WIB
Persiapan masuk SD, apa saja yang harus dipersiapkan?

Tahun ajaran baru 2020/2021 dimulai pada pertengahan Juli. Itu artinya, anak-anak kembali menjalani kegiatan pembelajaran meski pandemi belum kunjung selesai. Tak terkecuali, bagi yang baru masuk ke lingkungan pendidikan formal seperti Sekolah Dasar (SD).

Lingkungan sekolah menjadi wadah pertama bagi anak, untuk terlibat dalam suatu organisasi dengan cakupan yang cukup besar. Biasanya, satu ruang kelas di sekolah dasar bisa mencapai 40 orang. Dengan setiap tingkatannya terbagi menjadi dua sampai tiga ruang kelas.

Kepala Sekolah SDIT Al Hamidiyah Ira Asmara, berbagi cerita dan pengalamannya dalam mendampingi perkembangan anak muridnya. Ia mengatakan, orang tua dan pihak sekolah harus bekerja sama dalam proses perkembangan anak, baik dari segi intelektual ataupun karakter.

"Orang tua perlu dirangkul bila dalam perkembangan anak ada beberapa hambatan. Biar orang tua tidak merasa seperti dipojokkan dan justru jadi malu. Jadi ada kerja sama, misalnya mencari informasi untuk membantu perkembangan anak dan mencari pihak yang berkompeten seperti psikolog," ujar Ira pada sharing sessions bertema "Persiapan Masuk SD: Apa saja yang harus dipersiapkan dan permasalahannya" pada Rabu (1/7).

Apalagi perkembangan motorik, sensorik, dan bahasa pada setiap anak berbeda-beda. Sehingga, orang tua dapat terus memberi kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi kemampuannya. Tentunya tidak dengan cara yang instan, tetapi secara bertahap dan sering.

Ira juga menekankan pentingnya kesiapan mental pada anak. "Persiapkan mental anak agar pada saat anak itu bersosialisasi dengan anak yang lain ia tidak menangis, percaya diri, mau cari tahu, berani bertanya, itu penting," ucapnya.

Ketika anak melakukan kesalahan atau keliru, Ira menyarankan agar tidak selalu membalasnya dengan hukuman. Ia bercerita bahwa salah satu muridnya menangis ketika mendapat nilai 98, kemudian anak tersebut ketakutan saat hendak pulang ke rumah.

"Ternyata, dia takut dimarahi mamanya. Dia sering mendapat punishment ketika salah," lanjut Ira.
Ia juga menambahkan, anak tersebut terlihat tidak percaya diri saat melakukan sesuatu karena takut salah dan diberi hukuman. "Ketika dengan temannya, ia jadi takut salah dan tidak PD."

Sponsored

Itulah sebabnya, perkembangan anak perlu terus didampingi orang tua, agar bila ada masalah dan hambatan bisa cepat-cepat ditindaklanjuti. Permasalahannya mungkin tidak terlalu signifikan sekarang, tetapi nanti dampak terhadap anak itu akan bisa sangat menyakitkan bagi orang tua.
 

Berita Lainnya
×
tekid