Rekam jejak buruk Frank de Boer, yang diisukan jadi pelatih timnas Indonesia
Kosongnya kursi pelatih timnas sepak bola Indonesia, usai kontrak Patrick Kluivert diakhiri PSSI beberapa waktu lalu, membuat banyak spekulasi siapa sosok juru taktik selanjutnya. Nama-nama, mulai dari kembalinya Shin Tae-yong, mantan pelatih Irak Jesus Casas, hingga mantan pelatih Uzbekistan Timur Kapadze, pelatih Persib Bandung Bojan Hodak, muncul.
Bahkan, beberapa waktu lalu nama pelatih kawakan Louis van Gaal dihubung-hubungkan setelah dia mengumumkan bakal ada berita besar pada Senin (20/10)—yang ternyata tak ada hubungannya dengan timnas Indonesia.
Nama baru yang muncul adalah mantan pelatih Thailand Akira Nishino dan mantan pelatih Belanda Frank de Boer. Nama terakhir dirumorkan menjadi pelatih timnas Indonesia usai kepala pencari bakat timnas Indonesia Simon Tahamata mengunggah fotonya berpelukan dengan de Boer di akun Instagram pribadinya.
“Mereka sangat ramah saat berbincang, Simon Tahamata bahkan memeluk erat Frank de Boer, seolah-olah kedua belah pihak baru saja mencapai kesepakatan besar,” tulis media Vietnam, Dantri.
“Hal ini memicu kabar bahwa Frank de Boer akan memimpin timnas Indonesia dalam waktu dekat, menggantikan pelatih yang baru saja dipecat, Patrick Kluivert.”
Ketua Umum PSSI Erick Thohir tak asing dengan de Boer karena pada 2016 mereka pernah bekerja sama di klub Serie A Italia Inter Milan pada 2016. Saat itu, Erick menjadi presiden klub, sedangkan de Boer adalah pelatih Inter.
Dipecat Inter Milan, gagal di Crystal Palace
Frank de Boer sangat sukses saat melatih tim Liga Belanda, Ajax Amsterdam pada 2010-2016. Pada 2013, dia terpilih sebagai pelatih terbaik dan memenangkan kejuaraan bersama Ajax tiga tahun berturut-turut. Dia meraih penghargaan Rinus Michels—penghargaan pelatih sepak bola terbaik di Belanda—mengalahkan Art Langeler (PEC Zwolle), Fred Rutten (Vitesse), Jan Wouters (FC Utrecht), dan Ronald Koeman (Feyenoord).
Namun, di luar Belanda, kariernya tak begitu mulus. Pada Agustus 2016, dia didatangkan klub Serie A Italia Inter Milan. Namun, hanya bertahan kurang dari tiga bulan di sana, setelah kalah tujuh kali dari 14 pertandingan.
Beberapa waktu lalu, mantan gelandang Inter Milan asal Brasil, Felipe Melo melontarkan kritik tajam kepada de Boer. “(Dia) tidak pernah mengerti apa pun tentang sepak bola,” kata Melo dalam wawancara dengan Gazzetta, dikutp dari Football Italia.
“Semua orang di ruang ganti tidak tahan dengannya.”
Melo hanya tampil empat kali saat de Boer melatih Inter Milan. Dia punya kenangan buruk tentang mantan pemain timnas Belanda itu.
“Dia bahkan berbicara buruk tentang Gabigol (striker Brasil Gabriel Barbosa), menyebutnya ‘Gabi-no-goal’. Dia tidak bisa berbahasa Italia. Faktanya, dia hanya bertahan tiga bulan, lalu melanjutkan mengumpulkan bencana di mana-mana. Syukurlah saat itu (Stefano) Pioli datang,” kata Melo.
Pada 2017, de Boer melatih klub Premier League Inggris, Crystal Palace. Namun, lagi-lagi karier de Boer buruk di klub ini. Dia hanya bertahan selama 77 hari, sebelum dipecat, dengan empat pertandingan dan empat kekalahan tanpa gol. Dia bahkan disindir pelatih asal Portugal Jose Mourinho sebagai pelatih terburuk dalam sejarah Premier League.
Mulanya, de Boer yang sudah dipecat Crystal Palace pada Maret 2018 tampil sebagai komentator di televisi dan mengatakan sangat disayangkan Maurinho saat menjadi pelatih Manchester United menangani Marcus Rashford, penyerang muda Inggris yang penuh potensi.
Maurinho yang merasa disinggung karena dituduh jarang memberi kesempatan bagi pemain muda tak tinggal diam.
“Saya membaca komentar dari pelatih terburuk dalam sejarah Premier League, Frank de Boer. Tujuh pertandingan, tujuh kekalahan, tanpa gol,” ujar Mourinho kepada wartawan, dikutip dari Goal.
“Dia bilang Rashford tidak beruntung memiliki pelatih seperti saya karena saya hanya peduli pada kemenangan. Tapi jika dia dilatih oleh Frank, dia akan belajar bagaimana cara kalah—karena dia selalu kalah dalam setiap pertandingan.”
Harapan di Amerika Serikat, melatih timnas Belanda
Pada Desember 2018, de Boer melatih klub Liga Amerika Serikat—Major League Soccer (MLS), Atlanta United. Di sini, dia bertahan selama dua tahun. Dia pun mampu membawa Atlanta United meraih dua trofi—U.S. Open Cup dan Campeones Cup.
Di awal kedatangannya, de Boer justru membongkar sistem yang sudah dibangun pelatih sebelumnya, Tata Martino, yang terkenal menyerang dan penuh energi. Menurut Goal, di bawah Martino, Atlanta tampil dinamis dan menghibur. Sedangkan di bawah de Boer, tim ini menjadi kaku dan berhati-hati. Perubahan ini membuat de Boer tak akur dengan pemain.
Sejak mula menangani Atlanta, de Boer menekankan pentingnya pertahanan. Semua pemain, termasuk para penyerang, harus berkontribusi dalam bertahan. Namun, bintang klub itu, seperti Josef Martinez dan Gonzalo “Pity” Martinez tak sepakat.
“Josef Martínez dan Pity Martínez dikabarkan beberapa kali meninggalkan sesi latihan karena frustrasi dengan metode sang pelatih,” tulis Goal.
De Boer dipecat pada 2020 setelah penampilan buruk di turnamen MLS is Back. Menariknya, dengan segala pencapaian kelam itu, de Boer masih dipercaya menjadi pelatih timnas Belanda untuk mengarungi Euro 2020, setelah Ronald Koeman ditunjuk menjadi pelatih Barcelona.
Tahun 2021, jabatannya sebagai pelatih timnas Belanda harus berakhir karena tidak memenuhi kriteria perpanjangan kontraknya, yakni membawa Belanda lolos ke perempat final Euro 2020. Dikutip dari The Guardian, Belanda kalah 2-0 dari Republik Ceko di babak 16 besar.
Pada 2023, dia melanjutkan petualangan ke Asia, melatih klub Uni Emirat Arab, Al Jazira. Akan tetapi, dia kembali dipecat setelah menjalani hanya 14 pertandingan.
Sementara itu, di balik semua kegagalan Frank de Boer, saudara kembarnya Ronald de Boer mengatakan, masa-masa selama empat tahun saat menangani Inter Milan hingga Atlanta United, meninggalkan luka dalam jiwanya.
“Frank adalah seorang pemenang yang ingin melakukan segala sesuatu dengan sebaik mungkin,” katanya, dikutip dari New York Times.
“Setiap kekalahan, setiap pemecatan, sangat menyakitkan baginya.”


