Setelah sempat disebut oleh Presiden AS Donald Trump, perusahaan Coca-Cola akhirnya mengonfirmasi kabar tersebut pekan lalu: mereka akan meluncurkan versi baru minuman Coca-Cola yang menggunakan gula tebu sebagai pemanis alami. Produk ini rencananya akan mulai dijual di Amerika Serikat pada musim gugur mendatang.
Selama puluhan tahun, Coca-Cola dan produsen minuman ringan lain di AS lebih sering memakai sirup jagung fruktosa tinggi (HFCS) atau pemanis buatan, karena biayanya lebih murah dan lebih praktis dalam produksi. Tapi kini, tren mulai berubah.
Mengapa Coca-Cola mengubah resepnya?
Semakin banyak konsumen Amerika yang ingin mengonsumsi makanan dan minuman dengan bahan-bahan alami dan sesedikit mungkin pengolahan, sehingga perusahaan minuman mulai menyesuaikan produknya.
Sebenarnya, pesaing Coca-Cola seperti Pepsi dan Dr Pepper sudah lebih dulu menjual versi soda yang dimaniskan dengan gula tebu sejak tahun 2009. Sementara Coca-Cola sendiri telah lama menjual "Coca-Cola Meksiko", yang juga menggunakan gula tebu, di AS sejak 2005. Namun, produk itu diposisikan sebagai varian eksklusif dan hanya dijual dalam botol kaca.
Kini, Coca-Cola versi gula tebu akan dipasarkan secara lebih luas dan mudah dijangkau.
Gula tebu vs sirup jagung: Mana yang lebih sehat?
Banyak orang bertanya-tanya: apakah soda dengan gula tebu lebih sehat daripada yang menggunakan sirup jagung?
Menurut Marion Nestle, pakar nutrisi dan profesor emeritus dari Universitas New York, tidak ada perbedaan berarti antara keduanya dari segi kesehatan.
Keduanya tetaplah gula — mengandung kalori yang sama dan berdampak sama terhadap tubuh, seperti memicu obesitas, diabetes, dan kerusakan gigi jika dikonsumsi berlebihan.
Kenapa selama Ini pakai sirup jagung?
Jawabannya sederhana: lebih murah dan lebih praktis.
Data dari Departemen Pertanian AS menunjukkan bahwa harga sirup jagung jenis HFCS-55 sekitar 49,4 sen per pon. Bandingkan dengan gula tebu rafinasi yang harganya sekitar 60,1 sen per pon.
Selain harga, sirup jagung juga lebih stabil saat dicampur ke dalam minuman asam dan bisa langsung dipompa dari truk ke tangki penyimpanan, memudahkan proses produksi.
Faktor lain adalah regulasi dan subsidi. AS membatasi impor gula sejak tahun 1789 dan terus menjaga harga gula tetap tinggi dengan pembatasan pasokan dalam negeri. Di sisi lain, petani jagung di AS mendapatkan banyak subsidi dari pemerintah, sehingga harga jagung (dan sirup jagung) bisa ditekan serendah mungkin.
Bagaimana dengan pemanis buatan?
Untuk varian soda bebas gula seperti Coca-Cola Zero Sugar, perusahaan menggunakan campuran pemanis buatan aspartam dan pemanis alami dari tanaman, yaitu stevia.
Namun, aspartam belakangan menjadi sorotan. Pada 2023, sebuah panel dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa aspartam bisa jadi “kemungkinan karsinogenik bagi manusia” atau berpotensi memicu kanker, terutama kanker hati. Meski begitu, penelitian ini masih perlu dikaji lebih lanjut.
Pemerintah AS melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) tidak sependapat dengan WHO. Mereka menyebut bahwa aspartam sudah banyak diteliti dan aman digunakan dalam batas wajar.
Sementara itu, pemanis stevia dinilai sebagai alternatif yang lebih aman oleh lembaga konsumen Center for Science in the Public Interest.(dailysabah)