sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Skoliosis, kelainan yang bisa menyerang siapa saja

Prevalensi skoliosis makin meningkat yaitu sekitar 3% di dunia dan 4-5% di Indonesia.

Alia Kirana
Alia Kirana Kamis, 20 Sep 2018 14:08 WIB
Skoliosis, kelainan yang bisa menyerang siapa saja

Skoliosis atau kelainan pada tulang belakang bisa terjadi pada siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa.

Pernah mendengar tentang skoliosis? Ya, skoliosis merupakan kelainan pada tulang belakang. Skoliosis dapat terjadi pada anak-anak dan orang dewasa. Pada anak-anak, skoliosis dapat berubah menjadi kondisi yang serius seiring dengan pertumbuhannya.

Skoliosis juga dapat terjadi pada orang dewasa, karena degenerasi pada tulang belakang dan faktor usia. 

Menurut Dr dr Ninis Sri Prasetyowati Sp KFR, konsultan ahli dari klinik Scoliosis Care, Jakarta, prevalensi skoliosis makin meningkat yaitu sekitar 3% di dunia dan 4%-5% di Indonesia.

"Skoliosis dapat terjadi sejak balita dan kanak-kanak, yaitu usia 0-3 tahun, 4-9 tahun, 10-19 tahun, dan lebih dari 19 tahun,” ujarnya dalam Seminar Media Scoliosis Care 2018, beberapa waktu lalu.

Progresivitas skoliosis terjadi pada umur 10-18 tahun. Artinya, kelainan tulang belakang berkembang dengan cepat pada usia tersebut.

Di samping itu, dilihat berdasarkan jenis kelamin, skoliosis lebih banyak terjadi pada perempuan. Kendati belum ada data pasti mengenai hal ini, namun diasumsikan perempuan memiliki otot lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Sehingga, lebih mudah terkena skoliosis.

Lantas, apa saja penyebab skoliosis?

Sponsored

Dalam presentasinya, Ninis memaparkan, “Skoliosis dapat terjadi karena faktor genetik, kelainan kongenital atau bawaan dari lahir, kelainan pembentukan tulang atau kelainan neurologis, dan habitual atau kebiasaan dalam membawa barang berat.

Deteksi skoliosis bisa dilakukan dengan cara mengecek bagian belakang tubuh. Gejala skoliosis, yaitu tonjolan pada tulang bahu, pinggul atau pinggang miring, dan bahu asimetris atau miring. Selain itu, saat membungkuk, terdapat punuk di punggung atas atau bawah punggung.

Bila ditemukan kelainan, ada berbagai cara perawatan skoliosis, salah satunya yaitu dengan terapi non-operasi. Umumnya, terapi non-operasi yang dilakukan yaitu, penggunaan brace dan latihan fisik dengan alat fisioterapi untuk mengurangi rasa nyeri.

Brace merupakan alat bantu untuk mengatasi skoliosis menyerupai rompi dan dibuat sesuai bentuk tubuh pasien. Brace dibuat dari  bahan dasar polimer atau plastik yang bentuknya masih bisa disesuaikan.

Jadi bila menemukan gejala-gejala seperti di atas, ada baiknya mendeteksi dini skoliosis secara akurat untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Skoliosis yang tidak diatasi kemungkinan bisa menekan organ di dalam tubuh seperti paru-paru dan jantung, serta memengaruhi saraf.

Berita Lainnya
×
tekid