close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Foto: The New York Times
icon caption
Foto: The New York Times
Sosial dan Gaya Hidup
Minggu, 15 Juni 2025 19:01

Tempat makan di luar ruangan jadi tren di New York sejak Covid-19, tetapi masalah kini jadi pelik

Dengan permintaan yang begitu besar dari para pengunjung, pemilik restoran tidak punya pilihan selain mengikuti perubahan tempat makan di luar ruangan selama lima tahun terakhir.
swipe

Program makan di luar ruangan yang awalnya digagas sebagai solusi darurat selama pandemi COVID-19 telah berkembang menjadi bagian tak terpisahkan dari lanskap kuliner New York City. Meski sempat menciptakan semangat baru dan membuka peluang ekonomi bagi pelaku usaha kuliner, kini program ini menghadapi aturan ketat, birokrasi rumit, dan biaya tinggi yang menyulitkan banyak restoran — bahkan menyebabkan beberapa harus tutup. Dinamika ini memperlihatkan bagaimana inovasi yang muncul di tengah krisis bisa menjadi berkah sekaligus beban.

Ketika pandemi COVID-19 melanda, otoritas New York City bergerak cepat menyelamatkan industri restoran dengan mengizinkan makan di luar ruangan melalui program darurat "Open Restaurants". Dengan minimnya aturan, restoran dipersilakan menggunakan trotoar dan badan jalan untuk mendirikan area makan, lengkap dengan pemanas, lampu gantung, hingga dekorasi musim dingin.

Pada puncaknya, lebih dari 12.000 struktur makan luar ruangan berdiri di seluruh kota, menciptakan suasana seperti Paris atau Buenos Aires. Namun, keluhan mulai bermunculan — dari kebisingan hingga keberadaan tikus — dan ketika masa darurat berakhir, sebagian besar struktur ini dibongkar.

Jadi kebutuhan

Koki Alex Stupak memiliki dan mengelola beberapa restoran Manhattan yang terkenal: Empellón (di Midtown, East Village, dan West Village) dan The Otter di Soho, dan mengatakan bahwa sebelum pandemi, bersantap di luar ruangan sangat langka dan didambakan, dan sejak itu menjadi hal yang penting.

Sekarang, para pengunjung menginginkannya, katanya. Di West Village, tim Stupak membangun bangunan mahal untuk Empellón meski harus mati-matian mengeluarkan dana. 

"Sebab, jika Anda tidak berada di luar, Anda bukan apa-apa". Pada hari yang cerah, khususnya di West Village, orang-orang mencari tempat duduk di luar ruangan terlebih dahulu dan kemudian masakan tertentu."

"Sangat mustahil untuk menyediakan tempat duduk di luar ruangan di New York City sebelum Covid — sangat jarang dan sulit untuk mendapatkan [izin]," kenang Stupak. “Kemudian hal itu menjadi penting karena tidak seorang pun diizinkan untuk duduk di dalam.

“Namun yang benar-benar berubah adalah karena tempat duduk di luar ruangan jadi populer. Anda akan celaka jika tidak memilikinya. [Sekarang], ini bukan tentang [masakan]: ini tentang duduk di luar dan menyeruput rosè — dan jika Anda tidak memiliki tempat makan di luar ruangan, pelanggan akan pergi ke tempat lain. Mereka tidak mencari restoran, mereka mencari tempat duduk di luar ruangan,” paparnya.

Dengan permintaan yang begitu besar dari para pengunjung, pemilik restoran tidak punya pilihan selain mengikuti perubahan tempat makan di luar ruangan selama lima tahun terakhir, dan jika anggaran memungkinkan, membangun hanya untuk merobohkan dan membangun kembali.

Meski bersantap di luar belum benar-benar hilang, peraturan baru yang mulai diberlakukan membuat banyak pelaku usaha kelimpungan. Mulai April 2024, makan luar ruangan ditetapkan hanya boleh berlangsung antara 1 April hingga 20 November, dan restoran harus membongkar serta membangun ulang struktur mereka sesuai standar baru.

Yannick Benjamin, pemilik restoran Contento di Harlem yang juga pengguna kursi roda, menyebut makan di luar sebagai “manfaat tak terduga” selama pandemi. Program ini memungkinkan mereka menerima lebih banyak tamu, termasuk penyandang disabilitas atau orang-orang dengan sistem imun lemah. Tapi setelah aturan baru diterapkan, ia menyatakan bahwa membongkar dan membangun ulang teras setiap musim terlalu mahal bagi usaha kecil seperti miliknya, hingga akhirnya Contento tutup pada Desember 2024.

Hal senada dirasakan Rahul Saito dari restoran L’Abeille. Ia mengaku kualitas pelayanan sulit dipertahankan di luar ruangan, terutama untuk restoran fine dining. Sementara itu, Chef Alex Stupak dari Empellón menegaskan bahwa makan di luar kini bukan lagi bonus, melainkan kebutuhan. “Kalau tidak punya tempat duduk luar ruangan, Anda bukan siapa-siapa,” ujarnya.

Tidak hanya soal pendapatan, menurut konsultan restoran Keith Durst, makan di luar juga jadi bagian dari strategi branding. "Ini seperti papan reklame hidup untuk restoran," katanya. Namun, meski lokasi strategis sekalipun, faktor luar seperti proyek pembangunan jalan dapat membuyarkan semuanya, seperti yang dialami restoran Stretch Pizza.

Angie Rito dari Don Angie juga merasakan naik-turunnya perubahan ini. Ia sempat mengeluarkan lebih dari US$75.000 untuk membangun area makan luar ruangan era pandemi, lalu membongkarnya dan membangun ulang versi baru sesuai peraturan kota. Meski begitu, ia tetap menyambut positif keberadaan program ini sebagai peluang untuk menjangkau lebih banyak pelanggan di musim hangat.

Kini, makan di luar ruangan telah bertransformasi dari penyelamat darurat menjadi fitur permanen yang penuh tantangan. Di satu sisi, ia menjadi wajah baru restoran modern dan simbol keterbukaan kota pascapandemi. Di sisi lain, aturan baru yang ketat dan biaya tinggi telah menguji daya tahan banyak pelaku industri kuliner New York.

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan