Untung-rugi banyaknya pemain asing merumput di liga domestik
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan dan luar biasa PT Liga Indonesia Baru (LIB) menghasilkan beberapa perubahan untuk kompetisi sepak bola Liga 1 2025/2026. Salah satunya, BRI Liga 1 akan diubah namanya menjadi BRI Super League. Selain itu, klub-klub yang bakal berkompetisi diizinkan mendatangkan 11 pemain asing, bebas dari mana pun.
“Delapan (pemain asing) yang main, delapan di DSP (daftar susunan pemain). Kalau klub hanya mendaftarkan delapan, ya tidak apa-apa,” ujar Direktur Utama PT LIB, Ferry Paulus di Jakarta, Senin (7/7), dikutip dari Antara.
Aturan penambahan kuota pemain asing di Liga Indonesia, ujar Ferry, bertujuan agar dapat bersaing di Asia. Tanpa mengesampingkan pemain lokal. Untuk regulasi pemain muda, di musim depan setiap klub wajib mendaftarkan lima pemain U-23, yang satu di antaranya wajib bermain minimal 45 menit atau satu babak.
Sebelumnya, regulasi terkait pemain asing kerap berubah. Pada musim 2022/2023, ketentuan pemain asing adalah 3+1 (tiga bebas, satu dari Asia). Pada musim 2023/2024 menjadi 5+1 (lima bebas, satu dari Asia Tenggara). Lalu, pada musim 2024/2025, kompetisi kasta tertinggi di Indonesia menggunakan delapan pemain asing (bebas), tetapi hanya enam pemain yang boleh bermain dalam satu pertandingan.
Aturan soal pemain asing itu sempat mendapat protes dari beberapa pemain lokal pada Juni 2024. Mereka menyuarakan kampanye “Ini Sepak Bola Indonesia?” dengan latar belakang hitam di media sosial Instagram. Beberapa pemain yang menyuarakan kampanye itu, di antaranya kiper Barito Putera Muhammad Ridho, kiper Persija Jakarta Andritany Ardhiyasa, bek PSIS Semarang Alfeandra Dewangga, dan pemain Persib Bandung Beckham Putra.
Kualitas permainan
Penggunaan pemain asing di kompetisi sepak bola di negara mana pun sebenarnya wajar. Namun, bagaimana dampaknya?
Menurut tiga peneliti asal Slovakia, yakni Michal Varmus, Milan Kubina, dan Roman Adamik, di jurnal Sustainability (2020) menyebut, pasar terbuka dan kehadiran pemain asing papan atas telah mengubah budaya sepak bola di Eropa.
Di Liga Primer Inggris musim 2011/2012 misalnya, pemain Inggris hanya bermain sepertiga dari semua pertandingan atau setara 37%. Di Jerman, jumlah pemain asing bertambah selama bertahun-tahun. Pada musim Bundesliga Jerman pertama tahun 1963, hanya ada tiga pemain asing. Lalu, 40 tahun kemudian, pada musim Bundesliga 2008, jumlahnya di atas 150 pemain asing.
“Apabila persentase penampilan pemain asing dalam pertandingan liga nasional lebih tinggi, maka klub tersebut lebih sukses di liga nasional,” tulis para peneliti.
Di Turki, para peneliti dalam jurnal BMC Sports Science, Medicine and Rehabilitation (2023) menemukan, pemain asing yang merumput di Liga Super Turki ikut membawa pengaruh positif dalam meningkatkan kualitas permainan. Hal ini terlihat dari jumlah umpan akurat dan operan di area lawan.
“Menurut temuan ini, kita dapat mengatakan bahwa peningkatan jumlah pemain asing telah mengubah sepak bola menjadi permainan berbasis operan dan penguasaan bola,” tulis para peneliti.
Di Thailand, seperti dikutip dari Nation Thailand, kehadiran pemain asing di Liga Premier Thailand membantu meningkatkan kualitas kompetisi dan membuat pertandingan lebih menarik ditonton. Selain itu, pemain asing pun membuat pemain lokal bisa belajar cara bermain sepak bola dan bersaing dengan mereka.
“Meskipun pemain asing yang bermain di sini bukanlah pemain papan atas di negaranya sendiri, banyak dari mereka yang berhasil membuat pelatih dan penonton terkesan karena tekad dan keterampilan mereka,” tulis Nation Thailand.
“Secara umum, para pemain asing telah memainkan peran besar dalam menarik penonton ke stadion, dan telah membantu mengubah Liga Premier Thailand menjadi kompetisi besar.”
Dampak negatif
Di sisi lain, penggunaan pemain asing di liga lokal punya dampak negatif. Misalnya, menurunnya kualitas tim nasional. Bahkan, kekhawatiran tersebut datang pula dari sepak bola Inggris.
Pada Juni 2014, dikutip dari Huffington Post Ketua Football Association (FA) Greg Dyke mengaku sedih melihat Manchester City yang memenangkan Liga Premier dengan hanya dua pemain Inggris yang secara teratur berada di susunan pemain inti. Hal itu, mencuatkan rencana akan membatasi jumlah pemain asing dalam sepak bola Inggris dan menerbitkan aturan lebih ketat untuk memberi visa kepada pemain non-Uni Eropa.
Setahun sebelumnya, mantan bek Manchester United, Rio Ferdinand, menulis sebuah artikel yang mendukung pembatasan pemain non-Uni Eropa, dengan menyatakan kalau sedikitnya pemain Inggris di Liga Premier melemahkan timnas Inggris.
“Statistik mencerminkan kekhawatiran ini dengan Liga Premier yang memiliki salah satu jumlah pemain negara asal terendah dibandingkan liga Eropa lainnya,” tulis Huffington Post.
Di Thailand, ada pula kekhawatiran, banyaknya pemain asing di liga domestik mereka akan mengorbankan kinerja dan perkembangan pemain lokal. Ada juga yang menilai, kehadiran pemain asing akan merugikan prospek pemain lokal karena peluang mereka untuk bersinar di liga semakin kecil.
Di Indonesia, dengan penambahan kuota pemain asing menjadi 11 musim depan, kekhawatiran-kekhawatiran tadi pun mengemuka. Musim lalu, dengan kuota delapan saja, ada 144 pemain asing yang merumput di Liga 1. Sekarang, dengan tambahan menjadi 11, artinya ada 198 pemain asing yang akan berlaga di 18 klub kasta tertinggi—jika semua klub memenuhi kuota.
Ambil contoh pencetak gol terbanyak, yang terakhir diraih pemain lokal, terjadi pada musim 2013 lalu, yang diraih Boaz Solossa dari Persipura Jayapura dengan 25 gol. Sejak itu--dengan pengecualian saat liga dibekukan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada 2015—pencetak gol terbanyak selalu pemain asing. Terakhir, striker Dewa United asal Brasil Alex Martins yang menjadi top skor dengan 26 gol.
Belum lagi masalah lainnya, seperti penunggakan gaji. Sebab, tak semua klub mapan dalam finansial. Teranyar, pada April lalu pemain asing PSIS Semarang asal Brasil, Vitinho, mengungkapkan secara terbuka penunggakan gaji yang dialaminya lewat media sosial.
Meski begitu, menurut pelatih sepak bola Timo Scheunemann dalam buku Coach Timo Menjawab (2013), pemain asing masih dibutuhkan di Liga Indonesia. Namun, kalau bisa setiap klub hanya merekrut tiga pemain asing, dengan hanya dua orang yang diizinkan bermain. Dengan demikian, transfer ilmu dan efek hiburan masih tetap terjaga, tanpa mengganggu perkembangan pemain lokal.
“Dengan adanya peraturan dua pemain asing yang boleh bermain di setiap klub, maka akan didapatkan keuntungan lainnya, seperti pemain asing yang kurang bermutu akan tergusur dengan sendirinya, pengeluaran klub berkurang, dan pemain asing yang ada bisa diperhatikan dengan lebih baik,” ujar mantan pelatih Persema Malang itu.


