close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi sarapan./Foto jhenning/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi sarapan./Foto jhenning/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Kesehatan
Jumat, 05 September 2025 09:14

Waktu sarapan bisa memprediksi berapa lama Anda hidup

Para peneliti menganalisis data, termasuk sampel darah, dari 2.945 orang dewasa berusia 42-94 tahun yang tinggal di Inggris dan dipantau selama lebih dari 20 tahun.
swipe

Seiring bertambahnya usia, bukan hanya jenis dan jumlah makanan yang kita konsumsi yang berubah, tetapi juga pola waktu makan kita. Meski demikian, hubungan antara waktu makan dan kesehatan masih belum sepenuhnya dipahami.

Tim peneliti dari sistem pelayanan kesehatan Mass General Brigham di Amerika Serikat dan institusi lain, melakukan penelitian untuk mempelajari bagaimana waktu makan berubah pada lansia. Hasilnya menunjukkan, seiring pertambahan usia, terjadi pergeseran bertahap dalam jadwal makan seseorang.

Tak hanya itu, para peneliti juga berhasil mengidentifikasi sejumlah faktor yang memengaruhi perubahan tersebut, serta menemukan pola waktu makan tertentu yang berkaitan dengan risiko kematian dini. Temuan penting ini dipublikasikan dalam jurnal Communications Medicine.

“Penelitian kami menunjukkan, perubahan waktu makan lansia, terutama waktu sarapan, dapat menjadi penanda yang mudah dipantau untuk status kesehatan mereka secara keseluruhan,” ujar ilmuwan nutrisi dan ahli biologi sirkadian di Rumah Sakit Massachusetts, anggota pendiri Mass General Brigham, sekaligus salah seorang penulis studi, Hassan Dashti dikutip dari Science Daily.

“Pasien dan dokter mungkin dapat menggunakan perubahan rutinitas makan sebagai tanda peringatan dini untuk menyelidiki masalah kesehatan fisik dan mental yang mendasarinya. Selain itu, mendorong lansia untuk memiliki jadwal makan yang konsisten dapat menjadi bagian dari strategi yang lebih luas dalam mendorong penuaan yang sehat dan umur panjang."

Dashti dan rekan-rekannya, meneliti aspek-aspek kunci waktu makan yang signifikan bagi populasi lanjut usia untuk menentukan apakah pola tertentu dapat menandakan, atau bahkan memengaruhi, hasil kesehatan di kemudian hari.

Para peneliti menganalisis data, termasuk sampel darah, dari 2.945 orang dewasa berusia 42-94 tahun yang tinggal di Inggris dan dipantau selama lebih dari 20 tahun. Mereka mengisi kuesioner berbagai titik selama periode studi, mencatat detail gaya hidup, seperti waktu makan dan tidur, serta gejala penyakit fisik dan psikologis yang dialami. Tes darah memungkinkan peneliti melacak siapa di antara mereka yang punya gen tertentu terkait dengan kronotipe malam alias kecenderungan “burung hantu malam”.

Para peneliti juga mengidentifikasi dua kelompok umum peserta, yakni kelompok yang sarapan sekitar pukul 7.50 dan kelompok yang sarapan pukul 8.50.

Mereka menemukan, seiring bertambahnya usia, waktu sarapan dan makan malam cenderung bergeser menjadi lebih lambat. Menariknya, para lansia juga mempersempit rentang waktu makan mereka dalam sehari, sehingga periode antara waktu makan pertama dan terakhir menjadi lebih singkat dibandingkan saat mereka masih muda.

Waktu sarapan yang lebih lambat secara konsisten dikaitkan dengan kondisi kesehatan fisik dan mental, seperti depresi, kelelahan, dan masalah kesehatan mulut. Kesulitan dalam menyiapkan makanan dan kualitas tidur yang buruk pun dikaitkan dengan waktu makan yang lebih lambat.

Penelitian ini menemukan, sarapan yang dilakukan lebih lambat berkaitan dengan peningkatan risiko kematian selama periode tindak lanjut. Selain itu, orang yang secara genetik memiliki kecenderungan sebagai “burung hantu malam”—mereka yang lebih suka tidur dan bangun lebih larut—juga cenderung memulai waktu makan lebih terlambat dibandingkan mereka yang punya ritme harian lebih awal.

“Perubahan waktu makan pada lansia ini bisa menjadi penanda yang mudah, bahkan dapat diketahui oleh anggota keluarga, adanya kondisi kesehatan yang mendasarinya,” tutur Dashti kepada SELF.

Menurut Dashti, sarapan pagi yang konsisten dapat memberikan efek positif bagi kesehatan dan umur panjang, terutama dengan mempertajam ritme sirkadian. Seiring bertambahnya usia, ritme tersebut akan tumpul, yang bisa berdampak negatif pada berbagai sistem tubuh.

“Rutinitas sarapan pagi merupakan isyarat lingkungan yang kuat yang memberi tahu tubuh Anda bahwa hari telah dimulai,” kata Dashti.

“Yang memberi sinyal kepada setiap organ Anda untuk beralih dari fungsi malam ke mode siang hari.”

Dengan begitu, seluruh sistem tubuh dapat bekerja secara optimal. Perbedaan pola makan dan waktu bangun ini, kata Dashti, kemungkinan lebih berkaitan dengan kualitas tidur dibandingkan sekadar kebiasaan bangun pagi.

Orang yang terbiasa bangun lebih awal umumnya memiliki tidur yang lebih berkualitas, sedangkan mereka yang sering begadang cenderung tidur lebih larut, tetapi harus bangun pagi karena tuntutan pekerjaan. Akibatnya, waktu tidur mereka menjadi lebih singkat dan kurang optimal.

Di samping itu, beberapa penelitian menunjukkan, orang yang cenderung beraktivitas hingga larut, sering kali memiliki kebiasaan yang kurang sehat. Misalnya, merokok, mengonsumsi alkohol, atau melakukan aktivitas tertentu yang dapat berdampak negatif bagi kesehatan.

Meski begitu, hasil penelitian ini membawa kabar baik pula bagi mereka yang suka begadang. Meski seseorang tak bisa sepenuhnya mengubah pola tidur alami, tetapi tetap bisa meminimalkan dampak negatifnya dengan menjaga kebiasaan sehat. Salah satunya sarapan secara teratur.

“Dengan tetap mempertahankan rutinitas sarapan dan tidak melewatkannya seiring bertambahnya usia, Anda berpeluang untuk mengurangi sebagian efek buruk yang muncul akibat penuaan,” ujar Dashti kepada SELF.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan