sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Populisme medis era Covid-19

Populisme medis mewarnai penanganan pandemi Covid-19 di sejumlah negara.

Christian D Simbolon Achmad Al Fiqri
Christian D Simbolon | Achmad Al Fiqri Sabtu, 31 Jul 2021 14:30 WIB
Populisme medis era Covid-19

Populisme medis mewarnai penanganan pandemi Covid-19 di sejumlah negara. Dalam "Medical populism and the COVID-19 pandemic" yang terbit pada 11 Agustus 2020 di Jurnal Global Public Health, antropolog Gideon Lasco mengatakan populisme medis setidaknya dijalankan Presiden Jair Bolsonaro di Brasil, Rodrigo Duterte di Filipina, dan Donald Trump di AS. 

Dalam paper itu, Lasco mengklasifikasi empat karakteristik populisme medis yang berkembang pada era Covid-19. Pertama, simplifikasi pandemi. Kedua, dramatisasi krisis. Ketiga, memecah belah publik. Terakhir, penyebarluasan klaim-klaim yang seolah ilmiah.

Simplifikasi pandemi, misalnya, ditunjukkan Bolsonaro dan Trump dengan meremehkan virus Sars-Cov-2. Pada awal pandemi, keduanya tak pernah memakai masker saat berada di ruang-ruang publik. Trump dan Bolsonaro juga terekam menjadi promotor sejumlah obat-obatan yang sama sekali tak terbukti bisa menyembuhkan Covid-19. 

Di Filipina, Duterte mengambil gaya dramatisasi krisis. Sempat ikut-ikutan meremehkan virus Sars-Cov-2, Duterte mengambil kebijakan lockdown di bawah pengawasan militer menghadapi pandemi sejak kasus positif Covid-19 terus naik di Filipina pada awal Maret 2020.  

Di Indonesia, peneliti kesehatan dari Universitas Indonesia (UI) Ahmad Fuady menyebut gembar-gembor ivermectin menunjukkan bahwa pemerintah Jokowi juga menggunakan populisme medis dalam penanganan pandemi. Dalam hal ini, pemerintah Jokowi terkesan menyederhanakan pandemi yang kompleks lewat promosi obat-obatan yang tak jelas bukti ilmiahnya. 

“Salah satu bentuk populisme medis yang dilakukan pemerintah adalah down playing. Down playing itu bentuknya berupa meremehkan pandemi itu sendiri. Mulai dari dulu, pertama kali (pandemi) muncul, itu kan dibilang enggak adalah (Covid-19 di Indonesia)," kata dia kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini. 

Sebelum ivermectin, pemerintah juga pernah mempromosikan hydroxychloroquine sebagai obat Covid-19 pada awal pandemi. Dalam sebuah konferensi pers pada 20 Maret 2020, Jokowi bahkan sempat mengumumkan telah memborong 3 juta butir chloroquine untuk obat terapi Covid-19.


Infografik Alinea.id/Bagus Priyo

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid