sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id
Arista Atmadjati

Mengapa pesawat berumur dua bulan bisa jatuh?

Arista Atmadjati Senin, 05 Nov 2018 19:21 WIB

Lion Air penerbangan JT 610 jatuh di seputar perairan di dekat Karawang, Jawa Barat dengan 189 orang termasuk penumpang dan awak, tak lama setelah lepas landas dari Jakarta. 

Insiden ini sangat mengagetkan. Mengingat dua tahun belakangan ini rapor dunia keselamatan penerbangan Indonesia sedang mendapat nilai 'Bagus' dari beberapa otoritas dunia. Mulai di 2017, semua maskapai dari Indonesia sudah boleh terbang masuk ke Eropa, termasuk maskapai Lion Grup. Padahal sebelumnya hanya empat maskapai yang boleh terbang ke Eropa, yakni, Garuda Indonesia, Mandala Tiger air, Prime air charter dan Airfast.

Badan keselamatan penerbangan dunia dibawah PBB, ICAO (international civil aviation Organisation) juga memberikan nilai keselamatan penerbangan indonesia di 2017 sebesar 81,12. Padahal nilai rata rata keselamatan perbangan dunia hanya 60. Bukan main bukan. 

Di tahun yang sama, FAA USA menaikkan rangking penerbangan kita menjadi rangking 1, sedangkan India dan Thailand saja masih di rangking 2. Artinya maskapai Garuda Idonesia sejak 2017, sudah mendapat ijin terbang lagi masuk ke kota di USA. Sampai Senin , 29 Oktober 2018 terjadilah musibah jatuhnya Lion Air. Kecelakaan fatal ke dua setelah Air Asia Indonesia pada 2014. 

Ada tenggang masa empat tahun sebenarnya sejak rekor safety penerbangan di Indonesia terbilang baik-baik saja, hanya tercoreng beberapa bulan lalu ketika pesawat cessna dengan sembilan penumpang Demonim air jatuh juga di Papua yang menyebabkan 8 tewas dan 1 selamat.

Banyak perhatian dipusatkan pada kondisi pesawat Boeing 737 MAX 8 itu, pesawat yang baru berusia sekitar dua bulan. Inilah kecelakaan besar pertama pesawat jenis ini. 

Rincian penyebabnya sampai sejauh ini masih belum diketahui dan penyebabnya tidak akan dapat dipastikan sampai ditemukan kotak hitam dan penyelidikan menyeluruh.

Pesawat sering kali jatuh karena berbagai hal-baik teknis maupun akibat kesalahan individu. Tetapi apakah kondisi pesawat yang masih sangat baru bisa menjadi penyebab? Dalam dunia penerbangan produk baru, memang dikenal istilah baby sickness, keluarga baru seumur jagung juga rentan kesalahan kesalahan produk.

Sponsored

Boeing 737 MAX 8 baru mulai beroperasi untuk penggunaan komersial sejak 2017. Maskapai penerbangan Lion Air menyatakan pada Juli mereka "sangat bangga" menjadi pihak pertama di Indonesia yang menggunakan pesawat itu, dan telah memesan sampai 218 unit.

Pesawat yang mengalami kecelakaan pada hari Senin (29/10) baru mulai beroperasi pada 15 Agustus 2018, setelah mereka terima dari pabrik Boeing, dua hari sebelumnya. Pesawat baru ini mencatat 800 jam penerbangan, demikian dikatakan Presiden Direktur Lion Air, Edward Sirait, dan dikukuhkan Kepala Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono.

Menariknya Pilot dilaporkan menghubungi pengawas lalu lintas udara di Jakarta lewat radio, meminta izin untuk kembali, tidak lama setelah lepas landas. Nampaknya ini terkait dengan apa yang Edward Sirait katakan dalam jumpa pers Senin (29/10).

Pesawat itu sempat mengalami 'masalah teknis' yang tidak dirinci pada penerbangan sebelumnya, tetapi hal itu 'telah diatasi sesuai dengan prosedur'. 

Pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengatakan kepada BBC bahwa 'pesawat sangat tua biasanya berisiko paling tinggi mengalami kecelakaan, tetapi pesawat yang masih sangat baru juga membawa risikonya sendiri. "Jika sangat baru kadang-kadang terdapat sobekan (snags) yang baru terlihat setelah digunakan secara rutin. Hal ini biasanya teratasi dalam tiga bulan pertama," jelas dia. 

Pesawat ini akan mencapai masa tiga bulan operasi dalam beberapa minggu lagi. Meskipun demikian, pengamat penerbangan lainnya, Jon Ostrower mengatakan pesawat baru pada umumnya tidak dilakukan perawatan karena semuanya masih sangat baru, bukan sebaliknya.

Ostrower, editor media penerbangan The Air Current mengatakan 'selalu ada masalah saat tumbuhnya gigi baru (teething) ... itu umum, tetapi jauh dari sesuatu yang dapat mengancam keamanan sebuah pesawat'.

Menurut Boeing, seri 737 MAX adalah pesawat yang paling cepat terjual dalam sejarahnya dan telah menerima hampir 4.700 pesanan. MAX 8 telah dipesan berbagai maskapai, termasuk American Airlines, United Airlines, Norwegian dan FlyDubai.

Setiap kali ada musibah yang melibatkan jatuhnya sebuah pesawat terbang, selalu muncul pertanyaan mengapa?Jawaban akhir tentu saja harus menunggu pemeriksaan Flight Data Recorder (FDR) yang akan memberikan laporan lengkap atas apa yang terjadi dengan sistem pesawat terbang selama penerbangan terakhir yang berlansung sekitar 12 menit.

Namun Flightradar24 telah merilis rekaman profil penerbangan yang layak untuk disimak. Situs Flightradar24 menyatakan, data yang mereka rilis berasal dari teknologi ADS-B (Automatic Dependent Surveillance-Broadcast). ADS-B merupakan data yang terdiri dari gabungan rekaman satelit dan sistem navigasi pesawat terbang ini dikirim ke statiun pengamat di darat yang seringakli merupakan bagian dari sistem resmi pengendalian lalu lintas udara.

Data ini bergantung pada sistem navigasi peswat terbang --yang mungkin dinyatakan malfungsi berdasarkan analisis FDR-- maka tulisan ini harus dibaca dengan sejumput garam.

Untuk memberikan konteks maka perbandingan antara penerbangan nahas JT610 pada 29 Oktober dan 26 September yang dikutip oleh situs berita CNN dan BBC layak untuk dilihat terlebih dahulu. 

Patut disimak adalah penerbangan pada 29 Oktober tampak normal di menit pertama. Setelah itu, penerbangan tersebut tampak sulit untuk meraih ketingian normal sehingga pada menit ke-10 yang hanya mencapai ketinggian 5.000 kaki daripada 1.500 kaki untuk profil normal.

Namun apabila ini adalah intensinya maka seharusnya ada komunikasi menara kontrol. Itulah sebabnya analis VCR -- kalau ditemukan -- akan sangat penting.

Kedua, apakah sistem komputer pesawat terbang tidak bekerja normal. Dalam insiden AF447 yang mengalami staall dan jatuh di samudra Atlantik, komputer mendapat data kecepatan yang terlalu tinggi sehingga secara otomatis berusaha untuk menaikan hidung agar menambah daya angkat.

Namun ketika hidung pesawat bertambah tinggi gaya hambat juga bertambah tinggi sehingga kelajuan pesawat menurun yang mengakibatkan stall. Inikah yang menjelaskan manuver tukikan? 

Boeing tentu saja tertarik dengan kemungkinan ini karena Boeing 737-8 Max adalah pesawat rancangan terakhir mereka dan pesawat nahas ini hanya menjalani sekitar 800 jam terbang, mungkin sekitar 200-300 siklus penerbangan. 

Kemungkinan ini tentu saja menghantui banyak pihak. Mengingat pesawat yang sama melaporkan masalah pembacaan kelajuan dalam penerbangan sebelumnya pada rute terbang Denpasar ke Jakarta sebagai flight JT43. Landing jam 1 dini hari dan jam 5 pagi dipersiapkan kembali untuk terbang Jakarta ke Pangkalpinang. Tentunya saya sangat berharap teknisi hanggar benar-benar melakukan corrective action dari apa yang tertulis menjadi catatan di maintenance loog book.
 

Berita Lainnya
×
tekid