sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Balitbangtan: Integrasi lembaga iptek ke BRIN harus bertahap

Ada dua pilihan integrasi yang dapat dipertimbangkan yakni soft dan hard integration.

Valerie Dante
Valerie Dante Selasa, 03 Agst 2021 18:22 WIB
Balitbangtan: Integrasi lembaga iptek ke BRIN harus bertahap

Kepala Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian periode 2010-2015 Haryono menilai, integrasi lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) harus memiliki kaidah transformasi sistem.

"Integrasi itu wajib memiliki kaidah transformasi sistem. Tidak mendadak tetapi bertahap dan memiliki transisi," jelas Haryono dalam Alinea Forum bertajuk 'Organisasi Riset dan Inovasi Bagi Kemajuan Iptek' pada Selasa (3/8).

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021 mengatur tugas, fungsi, dan kewenangan BRIN.

Perpres tersebut melebur Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) ke dalam BRIN.

BRIN sendiri memiliki tugas melaksanakan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta invensi dan inovasi yang terintegrasi. 

Lebih lanjut, Haryono menjelaskan, ada dua pilihan integrasi yang dapat dipertimbangkan, yakni soft dan hard integration.

"Hard integration ini bisa kontraproduktif jadi keduanya harus dipakai," tutur dia. "Tidak ada transformasi yang dilakukan secara mendadak, pasti bertahap," kata dia lagi.

Dalam kesempatan yang sama, Haryono, yang juga sempat menjabat sebagai anggota Dewan Riset Nasional periode 2012-2018, menyatakan, Kementerian Pertanian RI sendiri memiliki banyak program yang sangat membutuhkan dukungan riset dan inovasi.

Sponsored

Itulah sebabnya, Kementan membutuhkan fungsi dari lembaga Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, Penerapan (litbangjirap) untuk beberapa hal. Di antaranya, untuk mendukung produksi pangan pokok dan penting yang dihasilkan oleh sekitar 27 juta petani yang sebagian besar memiliki lahan skala kecil untuk memasok kebutuhan lebih dari 267 juta penduduk.

Lebih lanjut, Balitbangtan, tetap memposisikan kelembagaannya sebagai bagian integral dari sistem riset dan inovasi nasional sesuai dengan UU No.11/2019.

"Kementan membutuhkan inovasi esensial untuk pembangunan pertanian yang bersifat unik, sehingga proses dalam penerapan teknologi kepada petani diperlukan pendampingan agar hasil penerapan mendekati hasil penelitian," tutur dia.

Selain itu, para petani juga membutuhkan respons cepat dalam menghadapi kejadian luar biasa seperti pada outbreak hama, banjir, dan kekeringan.

Berita Lainnya
×
tekid