sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Blok Syuhada-Santo Yosef di TPU Rorotan, diperuntukan kepada siapa?

Mereka yang meninggal dunia dan dimakamkan di TPU Rorotan, tidak diasosiasikan sebagai korban Covid-19.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Jumat, 13 Agst 2021 13:26 WIB
Blok Syuhada-Santo Yosef di TPU Rorotan, diperuntukan kepada siapa?

Tempat pemakaman umum (TPU) Rorotan, Jakarta Utara terdiri dari berbagai blok untuk persemayaman terakhir jenazah pasien Covid-19.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberi nama blok Syuhada untuk tempat penguburan jenazah pasien Covid-19 beragama Islam. Sementara itu, blok Santo Yosef-Arimatea untuk penguburan jenazah pasien Covid-19 beragama Kristen Protestan dan Katolik.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan, asal usul nama blok di TPU Rorotan merujuk pada pesan penguatan (takziyah) bagi warga ibu kota yang mengantarkan anggota keluarga untuk dimakamkan. Ia berharap, semua warga ibu kota yang dimakamkan di TPU Rorotan dikuburkan dalam keadaan syahid dan insya Allah dimuliakan di sisi Allah SWT. Sehingga, blok di TPU Rorotan pun diberi nama sesuai dengan pesan kemuliaan.

Jadi, mereka yang meninggal dunia tidak diasosiasikan sebagai korban Covid-19. Blok tempat pemakaman mereka bukan hanya sekadar diberi nomor.

"Blok pemakaman itu kemudian dinamai, dengan nama yang memiliki arti dan arti yang memiliki pesan, yaitu Blok Makam Syuhada,” ucapnya dalam akun Instagram pribadi-nya @aniesbaswedan, Jumat (13/8).

Untuk jenazah pasien Covid-19 yang beragama Kristen dan Katolik, Pemprov DKI berkonsultasi dengan forum kerukunan umat beragama (FKUB). FKUB dari unsur Kristen dan Katolik menyampaikan nama Santo Yosef dari Arimatea. Kini, kata dia, blok makam itu terpampang jelas.

“Biarkan sanak saudara, anak-cucu yang di masa depan datang untuk berziarah akan menemui nama-nama mulia di tempat peristirahatan terakhir nenek-kakek dan leluhurnya. Barisan makam yang terjadi selama masa pandemi kali ini,” tutur Anies.

Anies juga menegaskan, Pemprov DKI Jakarta, tidak pernah mengurangi ataupun mengubah data kematian. Kasus kematian selama pandemi Covid-19 selalu dilaporkan secara apa adanya. Entah data kematian berdasarkan kriteria dari Kementerian Kesehatan maupun merujuk protokol pemakaman Covid-19. Sebab, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menganggap semua data terkait pandemi perlu dicatat dan dilaporkan.

Sponsored

"Bahkan sejak awal pandemi, ketika masih ada keterbatasan kewenangan dan kapasitas testing, untuk mendeteksi adanya wabah, kami menggunakan data pelayanan pemakaman agar bisa mendeteksi bahwa wabah telah masuk dari luar negeri ke ibu kota,” ujar Anies.

Pemprov DKI Jakarta, kata dia, akan mengutamakan penggunaan ilmu pengetahuan, data yang akurat, dan prinsip transparansi dalam penanganan Covid-19.

Berita Lainnya
×
tekid