sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Danau Toba, mistik dan kacaunya tata kelola pelayaran

Abai akan cuaca buruk, lalai akan keselamatan penumpang, fasilitas pelindung keamanan yang minim serta rendahnya pengawasan dari Pemerintah.

Mona Tobing
Mona Tobing Jumat, 22 Jun 2018 17:22 WIB
Danau Toba, mistik dan kacaunya tata kelola pelayaran

Tragedi Kapal Motor (KM) Sinar Bangun yang tenggelam di tengah hari libur panjang Idul Fitri kembali menunjukkan bobroknya sistem pelayaran di perairan tanah air. Abai akan cuaca buruk, lalai akan keselamatan penumpang, fasilitas pelindung keamanan yang minim, serta rendahnya pengawasan dari Pemerintah Daerah dan regulator terkait, memakan korban jiwa sia-sia. 

Tidak adanya manifes pasti berapa banyak penumpang yang diangkut di KM Sinar Bangun yang berbahan kayu ini, membuat geram Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Ia menuding penyelenggara dan pengawas angkutan kapal tidak disiplin. 

"Musibah terjadi karena beberapa hal, seperti pembangunan fasilitas infrastruktur yang belum menyamakan peningkatan jumlah wisatawan, dan kurangnya disiplin dari penyelenggara serta pengawas angkutan kapal," tukas Luhut dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (22/6). 

Tata kelola yang kacau diperlihatkan penyelenggara dan pengawas angkutan kapal. Tirto.id menurunkan laporan para penumpang memang tak perlu antre beli karcis dulu di loket. Cuma perlu mendatangi petugas kapal yang biasanya berdiri dekat kapal, lalu bertanya apakah masih ada slot kosong? 

Kalau dijawab ya, artinya silakan naik, dan membayar karcis nanti ketika kapal sudah jalan. Karcisnya juga tak benar-benar ada bentuk fisiknya. 

Jika begini, siapa yang pertama kali harus bertanggung jawab? Jawabannya sudah tentu syahbandar, pemilik kapal dan nahkoda.

Apabila terbukti kapal kayu berkapasitas 43 orang tersebut dijejali lebih dari 100 penumpang dengan mengangkut sepeda motor, maka pertanyaan yang harus dijawab syahbandar di Pulau Samosir adalah mengapa membolehkan kapal berlayar? Apalagi cuaca saat itu juga terbilang buruk. Kelebihan kapasitas sudah dapat dipastikan membuat stabilitas kapal akan mudah terganggu. 

Bukannya ingin membagi kesalahan atas tragedi KM Sinar Bangun, namun pemerintah pusat juga harus menyadari usai menetapkan kawasan Danau Toba sebagai salah satu destinasi utama Indonesia. Selanjutnya, pembangunan infrastruktur juga harus dilakukan. 

Sponsored

Terlalu lamban apabila sekarang akhirnya diputuskan pemerintah berencana untuk membangun lima dermaga di Danau Toba dan berjanji akan menambah fasilitas dermaga. Plus, rencana pemerintah menambah empat kapal feri. 

"Satu unit kapal diprogramkan sudah dapat dioperasikan untuk memperlancar transportasi di perairan Danau Toba pada September 2018. Sedangkan tiga unit lagi pada tahun 2019," ujar Menteri Perhubungan Budi Karya seperti dikutip Antara.

Ganti kapal kayu 

Kejadian tenggelamnya KM Sinar Bangun sudah pasti membawa efek bagi pariwisata Danau Toba. Turis yang melancong khususnya yang berasal dari luar Indonesia bisa saja membatalkan acara pelesirnya ke Danau Toba dan beralih ke tempat lain. 

Kondisi transportasi yang belum memadai menjadi kendala dalam pengembangan pariwisata di Danau Toba. Padahal, sewajarnya transportasi di Danau Toba telah mencapai definisi sustainable transportation.

Maksudnya, tidak meninggalkan masalah sekaligus biaya-biaya di tempat wisata tersebut. Keamanan dan kenyaman dari transportasi juga telah mencapai standar operasional.  

Pascakecelakaan KM Sinar Bangun, Pemerintah Daerah harus meningkatkan kualitas pelayanan transportasi berikut juga kelengkapan fasilitas transportasi. Pelampung dan perahu karet untuk keselamatan penumpang harus tersedia di kapal-kapal yang melintas di Danau Toba. 

Penggunaan kapal berbahan kayu di Danau Toba sebaiknya dihentikan. Sebab pembuatan kapal kayu dilakukan secara tradisional oleh penduduk yang mengandalkan keahlian secara turun menurun. 

Di sisi lain, sering terjadinya kecelakaan kapal di Danau Toba kerap diarahkan kepada faktor mistik dari alam Danau Toba. Tetapi pada kenyataannya para penduduk dan pelancong belum mempunyai pengetahuan tentang faktor keselamatan pada kapal.

Kepala kerbau  

Di sisi lain, cerita mistis soal Danau Toba turut mengiringi kecelakan KM Sinar Bangun. Memang, legenda terbentuknya Danau Toba yang menuturkan tentang kemarahan seorang istri yang berwujud seekor ikan mas kepada sang suami begitu diyakini masyarakat batak. 

Masyarakat batak meyakini para pengunjung Danau Toba harus menjaga sikap mereka. Penumpang agar tidak bicara kotor, tak buang sampah, tidak berlebihan dalam bersikap, juga tertawa keras-keras. Perilaku harus dijaga agar tidak membuat murka penghuni danau.


Masyarakat menunggu kabar korban KM Sinar Bangun./Antara Foto

Maka, saat KM Sinar Bangun yang melayari rute Simanindo-Tigaras saat itu tengah melintasi pulau-pulau kecil dekat dermaga Simanindo yakni Tao Silalahi. Cerita mistis khususnya di sosial media bertebaran. 

Legenda tentang Tao silalahi yang merupakan salah satu objek wisata yang ada di Kabupaten Dairi mengisahkan kejadian mistis yang sampai sekarang meresahkan masyarakat sekitar. Larangan tentang tidak bolehnya perempuan mandi di dekat danau serta larangan menggunakan pakaian baju merah, persis seperti kisah Ratu Pantai Selatan diyakini penduduk setempat.  

Bercakap kotor juga tidak diperbolehkan. Apabila dilanggar, malah pemilik danau yang dikisahkan dihuni oleh seorang perempuan boru Silalahi akan menenggelamkannya sampai meninggal. 

Kisah lain yang juga ramai dibicarakan adalah tentang seorang pemancing yang mendapatkan ikan mas saat sedang memancing. Ikan mas yang terpancing ukurannya terbilang raksasa, sempat dinasehati oleh orang tua setempat, namun pemancing memilih untuk memasaknya dan menyantap di rumah. 

Akibatnya, ikan mas yang disebut salah satu jelmaan dari penghuni Danau Toba marah. Lalu menuntut nyawa bagi yang melintas di Danau Toba.

Memang, kebenaran atas cerita mistis tidak bisa dibuktikan secara akal sehat. Hanya saja, sastrawan senior Sitor Situmorang pernah menulis atas sejumlah korban jiwa yang terjadi di Danau Toba dan tidak ditemukannya jasad, maka dianjurkan untuk melemparkan kepala kerbau sebagai tanda penghormatan kepada leluhur. 

Masyarakat Batak memang menganggap ornamen kerbau memiliki lambang sakral karena dikaitkan dengan penjaga keselamatan dari roh jahat. Tulisan ini bukan bermaksud untuk menggiring pembaca lebih percaya pada hal-hal berbau mistis, namun mengajak betapa pentingnya melestarikan kearifan lokal dalam mengembangkan Danau Toba sebagai salah satu destinasi pariwisata utama di Indonesia. 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid