sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kembang api Krakatau tampak lain petang itu 

Lava pijar Gunung Anak Krakatau tampak lebih agresif sesaat sebelum tsunami menerjang.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Senin, 24 Des 2018 20:01 WIB
Kembang api Krakatau tampak lain petang itu 

Langit cerah di Kampung Citajur, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang, Banten, Sabtu (22/12) petang itu. Dari jendela rumahnya, Farid, 43, dapat melihat Gunung Anak Karakatau di kejauhan Selat Sunda. Dalam pandangannya, ada yang tak biasa dari anak Krakatau yang meletus dua abad lampau itu.

"Sore itu jelas banget, kembang apinya enggak kayak biasanya," tutur Farid kepada Alinea.id, Senin (24/12), seraya menggambarkan lava pijar anak gunung yang tampak agresif petang itu.
 
Tak hanya Farid yang merasakan keanehan itu. Sejumlah warga sempat membicarakan aktivitas Gunung Anak Krakatau yang berbeda. 

Nyatanya hal itu bukan hanya perasaan warga Citajur saja. Berdasarkan keterangan tim patroli Kepulauan Krakatau Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), anak gunung itu memang tercatat menyemburkan material pijar secara terus menerus sejak 17.22 WIB.

"Saya juga sempat bercanda bilang sama mereka harus banyak-banyak istighfar nih takut ada bencana, eh enggak tahunya malemnya bener terjadi itu (tsunami)," sambung Farid.

Malam itu, Farid tengah berkumpul dengan beberapa kawan di warung kopi depan rumahnya. Sekitar pukul 21.30 WIB, suara gemuruh terdengar dari arah Pantai Carita. Dalam hitungan detik, gelombang air setinggi 5 meter menerjang pantai dan menyapu kampung itu.

"Enggak lama itu paling hitungan detik doang, beton saja langsung terseret saya lihat, dan langsung lari saya ke rumah warga," imbuhnya.

Farid dan warga Kampung Citajur lainnya, lari tunggang langgang menghindari gulungan ombak raksasa yang pecah di sana.

"Weeeei tsunami, weeei aya (ada) tsunami," terdengar teriakan-teriakan warga yang berbahasa Sunda di berbagai penjuru kampung. 

Sponsored

Salah satunya ialah teriakan Nursiman, 54, pedagang kopi dari Sukarame, Carita, Pandeglang. Malam itu ia dan pelanggan kopinya tengah berbincang soal Gunung Anak Krakatau dan kemungkinan datangnya tsunami. Belum lagi tuntas obrolan itu, tsunami sudah datang dan menghempaskan segala yang ada di hadapannya.

"Saya langsung lari, dan yang lagi ngopi pun kabur. Saya teriak, akhirnya sama-sama kabur," paparnya.

Tsunami Selat Sunda menelan sedikitnya 281 korban jiwa di kawasan Banten maupun Lampung. Sementara 1.016 lainnya luka-luka dan 57 orang hilang. Dua kabupaten di Provinsi Banten yakni Pandeglang dan Serang, tersapu tsunami itu. Sementara di Provinsi Lampung, tsunami menerjang Kabupaten Lampung Selatan, Tanggamus, dan Pesawaran.

Farid dan Nursiman berhasil menyelamatkan diri malam itu. Mereka lari ke dataran paling tinggi di Citajur. Mereka termasuk dalam 11.687 warga Banten dan Lampung yang kini dalam pengungsian.

Seperti enam ratusan rumah lainnya di dua provinsi itu, rumah mereka berdua pun hancur diterjang air bah. Tak hanya perumahan warga, tsunami juga merusak 69 hotel dan vila, 60 warung, dan 420 perahu atau kapal.

Berita Lainnya
×
tekid