sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

ICW sebut Jokowi menganaktirikan persoalan hukum

Pemerintah hanya mengedepankan persoalan investasi dan ekonomi saja.

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Rabu, 17 Jul 2019 17:06 WIB
ICW sebut Jokowi menganaktirikan persoalan hukum

Jauh hari sebelum Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024, sejumlah pegiat hukum mengingatkan kembali pekerjaan rumah (PR) yang menanti. Bagi mereka, selama ini Jokowi-Jusuf Kalla (JK) belum berhasil menuntaskan sejumlah persoalan hukum.  

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai persoalan hukum dan antikorupsi dianaktirikan pada era Jokowi-JK. Pemerintah saat ini hanya mengedepankan persoalan investasi dan ekonomi saja. 

Padahal investasi juga butuh kepastian hukum dan negara yang bersih bebas dari korupsi. Donal mencontohkan, persoalan perizinan juga berbelit dan bisa menghasilkan praktik korupsi. 

Merujuk pada 17 poin nawacita yang ditawarkan oleh Jokowi dan JK, bagi ICW hanya satu poin yang menurut ICW berdampak positif terhadap negara. 

Yakni, pemerintah sudah mengeluarkan sejumlah kebijakan di sektor hukum, antara lain strategi nasional pembatasan korupsi lewat Perpres Nomor 13 tahun 2018 tentang pemilik manfaat (beneficial ownership) dan PP No. 43 tahun 2018 yang memberikan apresiasi kepada pelapor kasus korupsi. 16 poin Nawacita lain dinilai ICW masih diabaikan oleh pemerintah. 

"Ini menurut saya produk legislasi dalam skala kecil yang harus diakui berkontribusi terhadap pemberantasan korupsi," kata Donal. 

Kegagalan lain

Soal aparat penegak hukum, ICW menilai agenda reformasi Polri masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Salah satunya tingkat kepatuhan dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) masih rendah. 

Sponsored

Apabila merujuk pada situs daring elhkpn.kpk.go.id, selama tahun 2017-2019 sebanyak 29.526 anggota kepolisian yang wajib melaporkan LHKPN. Tetapi dari jumlah tersebut masih terdapat 12.779 orang atau sekitar 43% anggota Polri yang tidak melaporkan LHKPN-nya. 

Belum lagi, integrasi dan transparasi data penanganan kasus korupsi secara bertingkat yakni di: Mabes, Polda, Polres juga dinilai belum terbuka. Sistem meritokrasi jabatan-jabatan strategis di lingkungan Polri masih menyisakan sejumlah persoalan.

ICW juga mengkritik penunjukkan pimpinan lembaga penegak hukum oleh Presiden yang masih kental dengan aroma politik akomodasi bagi-bagi kekuasaan. Dicontohkan seperti: penunjukan Menteri Hukum dan HAM dari unsur partai politik yang dinilai rawan disusupi kepentingan partai politik tertentu.  

Secara umum, agenda reformasi hukum tidak mempunyai arah yang jelas. Pemerintah justru terkesan hanya fokus pada reformasi sektor perekonomian. 

Bahkan Presiden sebagai kepala negara, belum tampak berperan untuk mendorong perbaikan pada sektor peradilan agar dapat berjalan dengan maksimal. Selama lima tahun menjabat kata Donal, Jokowi jarang sekali berbicara tentang mafia dan korupsi di lingkungan peradilan. 

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menambahkan, dalam visi yang disampaikan oleh Jokowi pada pekan lalu tidak ada sama sekali menyinggung soal negara hukum. Diksi hukum saja tidak digunakan oleh Jokowi. 

"Saya kira, para pegiat hukum, HAM, dan antikorupsi harus siap-siap bergerak lebih aktif lima tahun ke depan," ujar Bivitri. 

Tidak maksimal

Dari sisi politik, ICW menilai tidak ada agenda konkret reformasi kepartaian, sebagaimana yang dicantumkan dalam Nawacita. Pemerintah tidak mengusulkan revisi perubahan UU partai politik untuk memperbaiki tata kelola partai politik menuju arah modern, transparan, dan akuntabel.

Kalaupun UU Pemilu No 7/2017 dinilai tidak juga bisa menjawab persoalan korupsi pemilu seperti candidacy buying, vote buying, money politics, dan masalah pendanaan kampanye. 

"Ini butuh komitmen tinggi dan yang bisa mengubah itu hanya Presiden. Kalau menunggu ketua partai tersadarkan sulit dan akan panjang," papar Donal. 

Pemerintah juga dinilai tidak berperan maksimal dalam membenahi lembaga perwakilan. Paling fatal saat Presiden mengaku kecolongan dalam pembahasan UU MD3, sehingga menghasilkan pasal-pasal yang bermasalah. 

Donal mencontohkan, pasal yang mengatur persetujuan tertulis Presiden dan pertimbangan MKD dalam pemeriksaan anggota DPR oleh aparat penegak hukum. Padahal ini sebelumnya sudah dibatalkan oleh MK.  
 

Berita Lainnya
×
tekid