sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Azis Syamsuddin terjerat kasus korupsi, integritas pimpinan DPR dipertanyakan

Kasus-kasus suap dan korupsi yang melibatkan sosok pimpinan DPR sangat menjelaskan relasi kader dan partai politik di Tanah Air.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Minggu, 26 Sep 2021 12:43 WIB
Azis Syamsuddin terjerat kasus korupsi, integritas pimpinan DPR dipertanyakan

Azis Syamsuddin, tersangka kasus suap Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Lampung Tengah, telah mengirimkan surat pengunduran diri sebagai Wakil Ketua DPR RI periode 2019-2024 kepada DPP Partai Golkar. Proses pergantian Azis pun tengah dilakukan Partai Golkar.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formmapi) Lucius Karus, menyoroti dugaan korupsi suap yang menjerat pimpinan DPR RI dalam dua periode terakhir. Lucius mengatakan, sepanjang dua periode terakhir DPR, sudah ada tiga pimpinan yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga dan didakwa korupsi.  Azis Syamsuddin merupakan pimpinan DPR ketiga yang dijadikan tersangka oleh KPK.

"Dengan jumlah tiga pimpinan yang  terlibat suap dan korupsi, wajar kalau kita bertanya ada apa dengan jabatan pimpinan DPR sehingga nampak rentan terlibat kasus korupsi dan suap?," kata Lucius saat dihubungi Alinea.id, Minggu (26/9).

Lucius menduga, keterlibatan tiga pimpinan DPR dalam kasus korupsi dan suap pertama-tama bukan karena posisi pimpinan DPR itu berpeluang lebih besar ketimbang posisi anggota DPR. Hal ini menurutnya lebih pada faktor integritas seseorang yang memang sudah sejak awal bermasalah.

"Praktik suap dan korupsi yang terungkap ketika seseorang menjabat pimpinan DPR lebih pada sebuah kebetulan saja. Posisi pimpinan DPR hanya membantu mempermudah proses pengungkapan oleh KPK saja, karena dengan semakin tingginya jabatan, kontrol publik atasnya juga akan semakin intens," ujar Lucius.

Menurut Lucius, faktor integritas figur yang menempati posisi pimpinan ini tak pernah menjadi hal serius yang dijadikan pertimbangan oleh elit parpol ketika mendorong seseorang untuk mendudukki posisi tertentu. Pengabaian akan dimensi integritas pada figur yang diusung untuk posisi Pimpinan DPR mengakibatkan figur yang menempati posisi tersebut tak bisa dijamin bebas dari jeratan hukum setelah menjabat.

"Itulah yang terjadi pada Setya Novanto hingga Azis yang dibekuk KPK setelah mereka sudah duduk manis di kursi pimpinan. Mereka mungkin saja sudah lama menjalani praktik suap dan korupsi. Akan tetapi baru terungkap ketika mereka menempati posisi pimpinan DPR," tegasnya.

Sekalipun pada kasus Azis, kata Lucius, kasus suap dan korupsi yang menyeretnya sejauh ini terjadi pada saat ia sudah menjadi pimpinan DPR, namun dari modus operandi yang terungkap dalam tiga kasus yang disebut-sebut melibatkannya. Kata dia, ada kecenderungan praktik makelar yang diperankan Azis sudah lazim dilakukannya, bahkan mungkin sebelum menjadi pimpinan DPR.

Sponsored

Menurutnya, kasus-kasus suap dan korupsi yang melibatkan sosok pimpinan DPR sangat menjelaskan relasi kader dan partai politik di Tanah Air, yang cenderung didasarkan pada ikatan kepentingan pragmatis. Posisi seseorang di partai politik lebih banyak ditentukan oleh pertimbangan kedekatan dan juga modal finansial. Sementara itu, faktor integritas sama sekali tak menjadi perhatian apalagi syarat bagi proses seleksi kader untuk menempati posisi tertentu.

Dengan bertumpu pada pertimbangan pragmatis semata, maka tak dengan sendirinya posisi seseorang yang semakin tinggi sekaligus menjelaskan integritasnya. Sama sekali tidak. Pertimbangan parpol hanya pada kedekatan seseorang dengan elit partai ditambah lagi dengan dukungan finansial.

"Dengan begitu tak mengherankan jika seseorang yang menduduki posisi tinggi seperti pimpinan DPR justru yang menjadi koruptor. Ya karena mungkin saja praktik-praktik itu yang juga menghantarkannya menapaki karirnya sebagai politisi sebagaimana memang menjadi praktik yang lazim di parpol," ungkap Lucius.

Oleh karena, tambah Lucius, penting untuk diperhatikan ke depannya agar faktor integritas harus menjadi syarat utama dalam perekrutan atau proses seleksi figur-figur politisi yang dipasang untuk jabatan tertentu. Baik di parpol maupun di lembaga-lembaga pemerintahan.

"Kalau urusan integritas ini diabaikan, ke depannya akan makin rutin kita menyaksikan pimpinan-pimpinan lembaga dari kader parpol yang menjadi tersangka dan terpidana korupsi," pungkas Lucius.

Berita Lainnya
×
tekid