close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Buruh dan mahasiswa mengadakan aksi menolak UU Cipta Kerja sebelum disahkan di Kota Makassar, Sulsel. Foto Antara/Arnas Padda
icon caption
Buruh dan mahasiswa mengadakan aksi menolak UU Cipta Kerja sebelum disahkan di Kota Makassar, Sulsel. Foto Antara/Arnas Padda
Nasional
Selasa, 17 November 2020 11:44

Kata Mahfud MD soal UU Cipta Kerja elitis dan ortodoks

Profesor hukum UGM, Mafia SW Sumardjono, menyebut omnibus law sebagai regulasi elitis. Pernyataan itu mengutip disertasi Menko Polhukam.
swipe

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, angkat bicara mengenai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) sebagai regulasi elitis dan ortodoks sebagaimana disampaikan pembimbing disertasinya, Maria SW Sumardjono.

Maria, yang juga profesor hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), sebelumnya menyebut, UU Ciptaker bernuansa elites dan ortodoks. Pernyataan itu, terangnya, mengutip disertasi Mahfud saat sidang doktoral Ilmu Hukum Tata Negara UGM pada 1993.

"Beberapa waktu yang lalu, saya mendengar dosen pembimbing saya, Maria SW Sumardjono, menyatakan, 'Menurut disertasinya Pak Mahfud, UU Cipta Kerja ini adalah UU yang ortodoks, elitis, karena dibuat secara sepihak oleh pemerintah, dibuat secara otoriter," ujar Mahfud dalam webinar, Selasa (17/11).

Dirinya berkilah, disertasinya membahas pengaruh perubahan politik terhadap dinamika karakter hukum dari era kolonial Belanda hingga tahun 1993. Jika kondisi perpolitikan demokratis, maka penyusunan perundang-undangan akan responsif. Namun, kalau situasi perpolitikan otoriter, maka produk hukum yang disahkan bernuansa elitis dan ortodoks.

Mahfud pun sependapat dengan Maria, disertasinya dapat digunakan sebagai "pisau analisis" dalam memotret proses penyusunan UU Ciptaker. "Saya setuju dengan kesimpulan itu karena disertasi saya itu disertasi tahun 1993 dan dalilnya bisa dipakai sekarang."

"Sebagai penulis, saya senang. Sudah 27 tahun saya lulus dari situ dan teori saya masih dipakai untuk melihat perubahan hukum dan karakter politik hukum di Indonesia," sambungnya.

Meski demikian, bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengklaim, terdapat tiga indikator yang perlu ada untuk membenarkan penilaian UU Ciptaker bersifat ortodoks dan elitis. Pertama, dibuat secara sentralistik atau sepihak oleh pemerintah tanpa melibatkan orang lain, seperti era Orde Baru (Orba).

Kedua, unsur partisipatif. Hukum ortodoks tersebut bermakna sebagai pembenar kehendak penguasa. Terakhir, terbuka dalam penafsiran. "Optik silakan dipakai. Bagus dan terima kasih," tutur Mahfud.

Terlepas dari hasil analisis UU Ciptaker atas sudut pandang disertasinya, dia melanjutkan, terdapat dua rekomendasi yang ditawarkan. Pertama, reformasi dan terjadi pada 1998 menyusul tumbangnya Orba.

Kedua, membentuk MK serta beberapa lembaga dan undang-undang yang berpihak kepada rakyat memang terlahir di awal reformasi. "Karena ada perubahan politik tadi, kalau dipakai sekarang, apa sekarang konfigurasi politik tidak demokratis?" tanyanya.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan