sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kedok misogini Rian si pembunuh berantai

Kepada polisi, Rian mengaku membunuh teman kencannya karena membenci perempuan.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Sabtu, 20 Mar 2021 08:34 WIB
Kedok misogini Rian si pembunuh berantai

Dibalut baju tahanan berwarna biru, Muhamad Rian alias MRI menjalani reka ulang adegan pembunuhan terhadap DS di sebuah hotel di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/3). Dengan raut muka tanpa ekspresi, satu per satu adegan ia lakoni. 

"Sepanjang jalan, saya bingung mau buang (jenazah) ke mana. Akhirnya, saya buang di situ (depan toko bangunan di wilayah Tanah Sareal, Bogor)," ujar Rian.

DS korban pertama Rian. Keduanya bersua di sebuah forum di Facebook. Di forum itu, Rian mengajak DS kencan dengan iming-iming duit sebesar Rp1 juta. Setelah sepakat, Rian dan DS kemudian bertemu dan pelesiran di kawasan Puncak, Sabtu (20/2). 

"Selama ajak jalan-jalan, (DS) dirayu agar bisa masuk ke penginapan," ujar Kapolres Bogor Kombes Susatyo Purnomo ketika dikonfirmasi Alinea.id, Rabu (18/3).

Di penginapan, Rian dan DS berhubungan badan. Entah karena persoalan apa, keduanya lantas terlibat cekcok. Rian lantas mencekik siswi SMAN Cibungbulang, Kabupaten Bogor itu. 

Usai membunuh korban, menurut Susatyo, Rian kemudian mengambil barang telepon seluler (ponsel) dan kalung emas milik DS. "Selesai kencan, kemudian dibunuh dengan cara dicekik," jelas eks Wakapolres Jakarta Pusat itu.

Usai membunuh DS, Rian pulang ke kosannya untuk mengambil sebuah tas dan kantong plastik hitam. Mayat DS dimasukkan ke dalam tas tersebut sebelum dibuang di Jalan Raya Cilebut, Tanah Sareal. Lima hari kemudian, mayat DS ditemukan warga.

"Si tersangka kemudian turun lagi ke rumahnya, meminjam tas, kemudian mengambil kresek hitam besar. Ia kemudian naik lagi dia ke Puncak. Mayat DS kemudian dibungkus dan dimasukan ke dalam tas," kata Susatyo.

Sponsored

Sekira dua pekan berselang, Rian kembali berselancar di dunia maya mencari korban berikutnya. Pilihan Rian jatuh pada EL, seorang janda berusia 23 tahun. "Korban dipilih secara acak," kata Susatyo. 

Sebagaimana DS, Rian mengajak EL kencan di hotel yang sama, Rabu (10/3). Namun, Rian memilih kamar yang berbeda. Usai berhubungan badan, Rian mencekik EL hingga tewas. 

Modus menghilangkan jejak yang dipakai Rian juga serupa. Rian memasukan mayat EL ke dalam tas dan kantong hitam. Setelah mengambil ponsel korban, Rian lantas membuang mayat EL di kawasan Pasir Angin, Megamendung, Kabupaten Bogor.

"Antara korban pertama dan kedua, cara memasukan korban ke dalam tas dan mengikat pun sama. Dan, memang ada yang menarik bahwa jarak (waktu pembunuhan) antara TKP pertama dan TKP kedua itu dua minggu," ujar Susatyo.

Berbeda dengan aksi pertamanya, kata Susatyo, Rian nampaknya tak merasa takut ketika menghabisi EL. "Dia seperti menikmati ketika korban meregang nyawa. Jadi, kami perlu melakukan pendalaman lagi," jelas dia.

Saat menggeledah kamar kosan milik Rian, polisi mendapati barang bukti berupa sebuah kantong plastik hitam. Susatyo menduga kantong itu disiapkan untuk korban Rian berikutnya. "Kami duga pelaku serial killer," kata dia. 

Saat ditangkap, Rian diketahui positif narkoba. Ia diduga mengonsumsi sabu sejak sebulan terakhir. Kepada penyidik, Rian juga langsung mengakui perbuatannya. Ia menyatakan membunuh para korban karena benci perempuan. 

"Tentunya itu baru keterangan tersangka. Bisa saja seolah-olah (itu alasan) dia untuk menutupi bahwa niat itu adalah untuk mengambil barang korban," kata Susatyo. 

Saat ini, penyidik masih mencari tahu perilaku Rian terhadap rekan-rekan perempuan dan keluarganya. Susatyo menyebut tidak tertutup kemungkinan ada peristiwa di masa lalu Rian yang menyebabkan dia membenci dan menargetkan perempuan. 

Tersangka pembunuh dua perempuan, Muhammad Rian (baju biru) saat menjalani rekonstruksi pembunuhan di Bogor, Jawa Barat. /Foto Istimewa

Pembunuh dari kaum misogini? 

Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Arthur Josias Simon Runturambi menilai aksi keji Rian bisa dikategorikan sebagai pembunuhan berantai. Itu terlihat dari jumlah korban yang lebih dari satu, kesamaan cara membunuh korban, dan cara menghilangkan jejak.

"Dari kategori awal, ya, itu mengarah (pembunuhan berantai). Tetapi, ini tergantung kemampuan polisi. Ada lagi enggak selain dua (korban) itu? Tapi, kalau dari awal, ya, bisa mengarah ke situ," kata Josias kepada Alinea.id, Rabu (17/3).

Berkaca pada kasus-kasus di masa lalu, menurut Josias, pembunuh berantai biasanya memilih korban yang tinggal di lokasi yang sama. Pemilihan korban seperti itu dilakukan untuk memudahkan menghilangkan jejak. "Sehingga aksinya terencana dan bisa disembunyikan," imbuh dia. 

Pembunuhan berantai memang tergolong "rutin" terjadi di Indonesia. Pada 2008, misalnya, Veri Idam Henyansah alias Ryan Jagal sempat bikin geger publik lantaran tertangkap setelah memutilasi seorang pria dan membuang mayatnya di Depok, Jawa Barat. 

Dari hasil penyidikan, Ryan ternyata telah membantai 11 orang sejak 2006. Kebanyakan korban dimutilasi dan dikubur di belakang rumah pelaku di Desa Jatiwates, Jombang. Sebagian korban punya hubungan asmara sesama jenis dengan Ryan. 

Pembunuhan berantai yang tak kalah sadis juga pernah dilakukan Ahmad Suradji atau yang dikenal dengan nama Dukun AS. Pada periode 1984-1994, Suradji membantai 42 perempuan di Desa Sei Semayang, Sunggal, Deli Serdang, Sumatera Utara. 

Para korban rata-rata pasien yang berobat kepada Suradji. Tak hanya membunuh, Suradji juga menyikat barang berharga milik korban. Kepada penyidik, Suradji mengaku membunuh untuk menyempurnakan ilmu yang diwariskan mendiang ayahnya. 

Pembunuh berantai lainnya yang menggemparkan semisal Siswanto alias Robot Gedek yang membunuh 12 bocah sepanjang 1994-1996, Babeh Baikuni yang membantai 14 bocah pada 2010, dan Tubagus Yusuf Maulana alias Dukun Usep yang membunuh 8 orang pada 2007. 

Yang membedakan Rian Bogor dengan para pembunuh berantai lainnya ialah motifnya. Jika motif yang diungkapkan Rian kepada penyidik valid, maka pemuda berusia 21 tahun itu bisa jadi salah satu pembunuh dari kalangan pembenci wanita alias kaum misogini yang kasusnya terungkap ke publik. 

Di luar negeri, kasus pembunuhan berantai yang motifnya karena benci pada kaum hawa tak banyak. Salah satu yang paling fenomenal ialah kasus pembunuhan terhadap puluhan perempuan yang dilakukan Theodore Robert Bundy alias Ted Bundy di Amerika Serikat pada dekade 1970-an. 

Sepanjang "karier", Ted mengaku telah membunuh 36 perempuan. Ted diduga mulai membenci perempuan setelah putus dengan kekasihnya semasa kuliah di University of Washington, Diane Edwards. Itulah kenapa banyak korban Ted punya kemiripan sosok Diane, cantik dan berambut hitam panjang. 

Ted mulai rutin membantai pada 1974. Mayoritas korbannya adalah mahasiswi. Modusnya relatif serupa, yakni memperdaya para korban, menculik, memerkosa, dan memukuli mereka hingga tewas. Kepada polisi, Ted mengaku memenggal 12 kepala korban dan menyimpannya sebagai "kenang-kenangan". 

Meskipun semua targetnya perempuan, Josias mengatakan perlu ada tes psikologi komprehensif untuk memastikan kondisi kejiwaan Rian. Hasil tes bisa membuktikan apakah Rian memiliki pengalaman traumatik yang menyebabkan ia membenci kaum hawa. 

"Jadi, harus dilihat dulu, ya, seperti apa kategorinya. Penyebabnya apa dia membunuh. Ini karena yang menarik, mengapa dia (Rian) mengakhiri (kencan) dengan pembunuhan," tutur Josias.

Ilustrasi pembunuhan. /Foto Pixabay

Pengaruh sabu 

Pendapat berbeda diutarakan psikolog forensik Reza Indragiri Amriel. Reza menduga Rian membunuh karena pengaruh obat-obatan terlarang jenis sabu yang ia konsumsi. 

Sabu mengandung metamfetamin (meth) yang membuat perilaku seseorang menjadi sangat agresif. Selain memunculkan perasaan gembira meluap-luap, menurut Reza, meth merusak fungsi otak dan bahkan memunculkan sifat paranoid yang ekstrem. Konsumsi meth juga menyebabkan seseorang punya perilaku mirip pengidap skizofrenia.

"Meth adalah satu-satunya obat yang memiliki hubungan sangat kuat dengan aksi pembunuhan. Pecandu meth punya risiko membunuh sembilan kali lebih tinggi daripada bukan pemakai," ujar Reza kepada Alinea.id, Selasa (16/3)

Karena beraksi di bawah pengaruh obat-obatan atau otaknya rusak karena meth, menurut Reza, Rian bisa saja tidak punya intensi atau kesadaran saat membunuh para korban. Meski begitu, bukan berarti Rian bisa lolos dari jerat hukum.  

"Dengan kata lain, membunuh saat berada di bawah efek meth tetap salah. Harus dihukum. Tetapi, tidak serta-merta pembunuh dengan kondisi seperti itu dapat dikenai pemberatan pidana," jelas Reza. 

Lebih jauh, Reza meragukan pernyataan polisi yang mengategorikan Rian sebagai pembunuh berantai. "Tidak suka perempuan? Dia mengencani perempuan kok. Tanyalah polisi, sebutan pembunuhan berantai oleh mereka itu apa ukurannya," kata Reza.

Berita Lainnya
×
tekid