Ahmad Syahrul Ramadhan, selaku sopir ambulans memberikan kesaksiannya atas peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua atau Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo. Kesaksiannya dituturkan dalam persidangan pembunuhan Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (7/11).
Pria yang akrab disapa Syahrul ini mengatakan, menerima panggilan dari orang tidak dikenal pada pukul 19.08 WIB untuk mengambil jenazah Brigadir J. Kendati demikian, ia mengira akan menjemput seorang yang sedang sakit dan bukan mayat.
“Jam 19.08 WIB saya dikirimi share loc lokasi penjemputan. Lalu saya prepare untuk menjemput ke lokasi,” kata Syahrul, Senin (7/11).
Lima menit kemudian, Syahrul menerima pesan singkat melalui aplikasi perpesanan WhatsApp. Pesan itu meminta Syahrul untuk memberikan lokasinya terkini atau live location.
Tidak lama ia berangkat dari Pancoran Barat 7, dan mengaktifkan sistem pemandu peta. Ketika sampai di RS Siloam Duren Tiga, seorang tidak dikenal mengetuk kaca pintu mobilnya.
Orang itu mengaku sebagai pemesan jasa ambulans. Orang tersebut meminta Syahrul untuk mengikutinya hingga tiba di lokasi.
Orang tersebut juga memintanya untuk mematikan semua protokol ambulans. Alhasil, ambulans tiba di lokasi tanpa suara sirine sekalipun.
“Langsung saya ikuti. Beliau naik motor,” ujar Syahrul.
Syahrul bertemu dengan anggota polisi lainnya yang diketahui berasal dari Provos. Sempat diinterogasi, Syahrul akhirnya diizinkan untuk masuk.
Setelah masuk ke dalam rumah, Syahrul tercengang. Ia tidak menyangka ada banyak orang dan ramai kamera serta police line.
Dirinya terkejut ketika melihat jenazah Brigadir J, ia masih tidak menyangka harus menjemput jenazah yang tengah berlumuran darah, terkapar dalam rumah yang indah.
Syahrul kemudian memeriksa nadi Brigadir J sesuai permintaan anggota polisi di sana. Bahkan, ia juga sempat lubang bekas tembakan di tubuh Yosua, dengan baju putih wajah yang tertutupi masker.
Namun, ia juga tak kunjung dijelaskan apa yang sudah terjadi, maupun jenazah siapa yang akan diangkutnya itu. Akhirnya, dirinya mengambil kantong jenazah dengan tulisan ‘Korlantas Polri’.
Kantong jenazah ini dimilikinya karena penanganan kecelakaan di wilayah Jakarta Timur kerap dilakukan Syahrul. Bantuan yang diberikan bagi Satlantas Jakarta Timur membuat dirinya bisa memiliki kantong tersebut.
Darah yang mengalir dari tubuh Yosua semakin bercucuran, ketika jenazahnya akan dimasukkan ke dalam kantong jenazah. Lantaran tubuh Yosua yang tinggi dan kantong tidak cukup memadai, maka kaki Yosua dibuat sedikit menekuk supaya seluruh tubuhnya bisa masuk.