sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kisruh BRIN Pasuruan: Periset tak tahu alasan penutupan, NASA bertanya

Tanpa tahu alasan penutupan, periset BRIN Pasuruan diminta angkat kaki dalam sebulan. NASA mempertanyakan nasib kerja sama.

Satriani Ari Wulan
Satriani Ari Wulan Senin, 06 Feb 2023 12:26 WIB
Kisruh BRIN Pasuruan: Periset tak tahu alasan penutupan, NASA bertanya

Para periset yang tergabung di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) wilayah Pasuruan tidak mengetahui alasan di balik pemberhentian operasional balai. Para sivitas BRIN Pasuruan tidak pernah diajak bicara ihwal penutupan. Yang mereka tahu, pimpinan BRIN pusat yang memutuskan.

Koordinator Laboratorium BRIN Pasuruan Dian Yudha Risdianto mengaku hanya pimpinan yang tahu alasan penutupan balai. Balai riset yang berfokus di bidang antariksa ini resmi ditutup pada 31 Januari 2023.

"Saya tidak tahu pasti pertimbangan penutupan. Kami menunggu arahan alat-alat mau dikemanakan," kata Yudha kepada Alinea.id, Sabtu (4/2).

Yudha dan 14 awak lain, 9 di antaranya awak fungsional, diminta tidak lagi meneruskan aktivitas di BRIN Pasuruan setelah menerima nota dinas Nomor B-4193/II.2.5/RT.06.00/12/2022 perihal Pemberitahuan Perpindahan Lokasi Kerja, 30 Desember 2022. Nota dinas diteken Kepala Biro Komunikasi Publik, Umum, dan Kesekretariatan BRIN, Driszal Fryantoni.

Dalam nota dinas itu dijelaskan, BRIN wilayah Watukosek, Pasuruan akan diubah menjadi Kawasan Kemitraan Eksternal (KKE). Ini menandai kawasan tidak lagi menjadi wilayah kerja pegawai BRIN. Kawasan nantinya akan dikelola bersama mitra, baik kementerian, lembaga, pemda atau swasta.  

Karena itu, sivitas BRIN diminta untuk segera memilih Kawasan Kerja Bersama terdekat. Bisa di Surabaya, Purwodadi atau kawasan lainnya. "Untuk proses pemilihan serta perpindahan, kami harapkan selesai kurang lebih 30 hari sejak surat ini terbit," tulis Driszal.

"Kami diminta pindah karena sudah dilarang beraktivitas. Kami, teman-teman periset, akhirnya memilih lokasi kantor BRIN yang lain sesuka hati sesuai pilihan masing-masing. Rata-rata mendekati rumah. Jadi, pilihan bukan lewat pemetaan, passion, dan kompetensi," jelas Yudha.

Merujuk isi nota dinas Driszal dituliskan bahwa perpindahan lokasi kerja itu atas arahan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko pada apel pagi pada Senin, 26 Desember 2022. Lalu, hasil rapat pimpinan pada 22 Desember 2022 ihwal pembagian kawasan area BRIN yang diberlakukan 1 Januari 2023.

Sponsored

Lain dulu, lain sekarang

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menjelaskan, penutupan operasi BRIN Pasuruan didasari oleh faktor fasilitas dan SDM yang ada di kawasan-kawasan sains BRIN lain pascaintegrasi. Tanpa memerinci pasti, jelas Laksana, fasilitas dan SDM yang ada di BRIN Pasuruan sangat kecil.

Sebaliknya, di kawasan-kawasan sains BRIN lain memiliki fasilitas serta SDM lebih lengkap dan memadai. "Setelah integrasi banyak pilihan kawasan sains BRIN. Misalnya, peluncuran balon di Purwodadi, riset terkait di Bandung, pendanaan matahari di Timau, dan lain-lain," ujar Laksana Tri Handoko, seperti ditulis Republika.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko. Foto dokumentasi BRIN.

Laksana belum mengetahui detail penyebaran fasilitas dan SDM yang ada di BRIN Pasuruan ke depan. Sebagian besar kemungkinan akan ke Pusat Riset Antariksa BRIN di Bandung, Jawa Barat. "Detailnya belum tahu, tetapi sebagian besar pasti ke Pusat Riset Antariksa di Bandung," ujar dia.

Keterangan berbeda disampaikan oleh Dian Yudha Risdianto. Purwodadi, kata Yudha, adalah kawasan koleksi ilmiah. Alat mengukur ozon lewat balon di BRIN Pasuruan bisa saja dipindah ke Purwodadi. Masalahnya, kawasan baru ini belum tentu layak untuk pengukuran dinamika ozon.

"Harus dilakukan kajian arah angin, kecepatan angin, dan yang lain. Belum tentu layak. Jika pun layak, ini harus memulai dari nol lagi. Data-data dinamika ozon BRIN Pasuruan juga akan terputus," kata Yudha.

Kantor BRIN di Timau, Nusa Tenggara Timur, juga belum sepenuhnya siap. Baik dari sisi SDM maupun piranti teleskop untuk pengamatan matahari. Sementara pengamatan matahari di BRIN Pasuruan sudah berlangsung tiga siklus atau 33 tahun. Teleskop yang ada pun tak mungkin dipindah.

"Kalau pengamatan 33 tahun atau tiga siklus lalu dipindah, harus dimulai dari awal lagi. Ini akan sia-sia dan terpotong," jelas Yudha.

Selain itu, penutupan juga bertolak belakang belakang dengan saat Laksana Tri Handoko berkunjung ke BRIN Pasuruan, 12 November 2021. Saat itu, namanya masih Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer (BPAA) di Pasuruan. Laksana ke sana ingin tahu lebih detail BPAA Pasuruan.

"Dengan mengenal berbagai satuan kerja lebih dekat akan sangat membantu dalam membuat perencanaan kerja, khususnya bagi BPAA sebagai organisasi riset di bawah BRIN," kata Handoko saat itu.

Laksana berharap BPAA Pasuruan sebagai unit kerja di bawah BRIN memiliki keunggulan tersendiri sebagai upaya optimalisasi. "Saya berharap BPAA Pasuruan menjadi lebih optimal dan terbentuk karakteristik yang membedakan dengan BPAA lain yang ada di Indonesia,” kata Laksana.

Saat itu, kata Yudha, ia menerangkan detail apa saja peralatan, akuisisi data, riset, dan edukasi publik yang dilakukan. Baik di bidang atmosfer maupun keantariksaan. Ia menyinggung alasan pendirian BPAA Watukosek pada 1981 kerja sama dengan NASA: sebagai stasiun peluncuran balon ozon. 

Balai ini juga mengamati titik matahari, sama seperti balai di Sumedang. Akan tetapi, jelas Yudha, selain spesifikasinya tidak sama, data di BPAA Watukosek lebih komplet. Di Sumedang, data terbatas karena sering mendung. BPPA Watukosek merupakan 1 dari 40 stasiun pengamatan matahari di dunia yang berpusat di Belgia. Di Indonesia hanya ada di Watukosek.

Saat itu, jelas Yudha, Laksana memang sudah bertanya bagaimana jika balai digabung dengan balai lain, dipindahkan atau bahkan ditutup. "Kami berargumen dengan beliau secara ilmiah. Secara umum beliau tak bisa menyangkal argumen kami, termasuk kontribusi ke masyarakat. Waktu itu kami masih optimis (BPPA Watukosek dipertahankan)," jelas Yudha. 

Warkat NASA

LAPAN Pasuruan, yang berubah nama BRIN Pasuruan, adalah balai riset yang beroperasi 35 tahun, sebelum ditutup per 31 Januari 2023. Ada tiga kegiatan yang menjadi fokus utama, yakni penelitian atmosfer, penelitian matahari, dan layanan laboratorium untuk keperluan edukasi masyarakat.  

Kegiatan penelitian atmosfer difokuskan pada penelitian ozon dengan menggunakan balon meteo. Lokasi kantor yang berdekatan dengan Gunung Kelud, Semeru, Bromo, hingga Kota Surabaya membuat BRIN Pasuruan memiliki kesempatan untuk mendapatkan variasi pengamatan.  

Keunikan itu membuat BRIN Pasuruan menjadi satu-satunya balai riset di Indonesia yang ikut bekerja sama dengan Southern Hemisphere Additional Ozonesondes (Shadoz) yang digagas NASA (Badan Antariksa Amerika Serikat) dengan identitas Watukosek. Bahkan, di seluruh dunia, pengamatan ozon hanya bisa dilakukan di 14 lokasi di 14 negara. Termasuk di BRIN Pasuruan.

Pengamatan ozon sempat vakum dari 2013 hingga 2020. Namun demikian, sampai sebelum ditutup BRIN Pasuruan berhasil mempertahankan kedudukan sebagai salah satu dari 14 stasiun pengamatan ozon vertikal yang ada di dunia. Dengan posisi itu, BRIN Pasuruan punya level periset sebagai perwakilan regional, yakni Asean dan dunia.

"Pengamatan ozon sudah lama kami lakukan, tepatnya sejak 1983. Setelah vakum tujuh tahun, mulai tahun ini kami adakan kembali," jelas Dian Yudha Risdianto saat menjabat Kepala LAPAN Pasuruan, 23 Mei 2021.

Karena kekhususan itu, penutupan BRIN Pasuruan membetot perhatian NASA. Lewat surat bertanggal 17 Januari 2023, Associate Director fo Research, Earth Science Division NASA, Jack A. Kaye, menulis kepada Kepala BRIN Laksana Tri Handoko ihwal betapa pentingnya BPPA Watukosek. 

"Kami berharap keputusan yang dibuat membuat stasiun tetap berjalan," tulis Jack A. Kaye.

Berbeda dengan kawasan lain. Data yang dikumpulkan dari kawasan Watukosek, jelas Kaye, menawarkan wawasan yang unik dan menarik tentang polusi ozon akibat aktivitas kebakaran regional, kesehatan lapisan ozon, dan bagaimana ozon dipengaruhi oleh perubahan iklim.

Instrumen balon stratosfer di Watukosek, tulis Kaye, mengukur ozon dari permukaan hingga ketinggian 30 kilometer dengan resolusi vertikal 100 meter. "Tidak ada instrumen lain yang menyediakan kemampuan ini," tulis dia. 

Kaye juga mengingatkan pentingnya data hasil kerja sama ini, baik bagi ilmuwan maupun pemangku kebijakan untuk memahami perubahan iklim dan polusi di Indonesia. Data Shadoz yang dikumpulkan, jelas Kaye, juga memperkuat komitmen Indonesia untuk memantau ozon dan melindungi lapisan ozon seperti dipersyaratkan Protokol Montreal.

Dian Yudha mengaku sudah mengetahui nasib kerja sama itu dipertanyakan oleh NASA. "Tindak lanjutnya tidak tahu, itu kebijakan pimpinan, terutama terkait peluncuran balon," jelas Yudha.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid