sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK jelaskan alasan perbedaan tuntutan perkara tipikor

Kebijakan KPK saat ini tak hanya menghukum koruptor dengan pidana penjara yang berat sehingga ada efek jera.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Selasa, 23 Mar 2021 09:25 WIB
KPK jelaskan alasan perbedaan tuntutan perkara tipikor

Menurut Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara bidang Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri, tuntutan pidana terdakwa tindak pidana korupsi (tipikor) berbeda karena tiap kasus memiliki karakteristik. Di samping itu, perbedaan juga terjadi pada alasan meringankan dan memberatkan.

"Namun demikian, KPK telah berupaya mengurangi disparitas antarperkara tipikor tersebut dengan menyusun pedoman tuntutan," ujarnya secara tertulis, Selasa (23/3).

Menurut Ali, pedoman tuntutan yang dimaksud berlaku untuk perkara tipikor maupun tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Pedoman masih di tahap finalisasi teknisnya.

Ali menjelaskan, kebijakan lembaga antirasuah saat ini tak hanya menghukum koruptor dengan pidana penjara yang berat sehingga ada efek jera. Menurutnya, tuntutan lain kepada pelaku praktik lancung juga dibidik. 

"KPK juga berupaya melakukan tuntutan terhadap penjatuhan hukuman denda, uang pengganti maupun perampasan aset hasil korupsi/asset recovery yang dinikmati para koruptor," jelasnya.

Ali menegaskan, ukuran keberhasilan komisi antikorupsi pada bidang penindakan bukan juga diukur melalui jumlah tangkap tangan dan berujung pada pasal penyuapan. Dia mengatakan, perkara yang terkait pasal lain juga diutamakan.

"Maka saat ini perkara yang berhubungan dengan pasal kerugian negara, gratifikasi maupun TPPU tentu menjadi prioritas KPK untuk diselesaikan," ucapnya.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW), masih melihat tren tuntutan ringan kepada terdakwa tipikor yang ditangani KPK dan kejaksaan. Pada 2020, ada 736 terdakwa yang dituntut ringan (0-4 tahun penjara). Lalu, 512 kategori sedang (di bawah 10 tahun penjara), dan hanya 36 terdakwa yang dituntut berat (di atas 10 tahun penjara).

Sponsored

Sepanjang tahun lalu, hasil pemantauan ICW mendapati 1.218 perkara tipikor dengan 1.298 orang terdakwa. Terkait vonis, rata-rata koruptor dijatuhi hukuman bui 36 bulan atau tiga tahun. Di tingkat Pengadilan Tinggi 44 bulan, dan Mahkamah Agung (MA) 71 bulan.

Jika vonis terhadap koruptor tahun lalu dirata-rata, kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, mereka hanya dihukum 37 bulan atau tiga tahun satu bulan penjara. Namun, jika dibandingkan dengan 2019, ada peningkatan sekitar enam bulan penjara.

"Namun, tetap saja vonis kepada terdakwa perkara korupsi masih dikategorikan ringan. Melihat realita tersebut, menjadi hal yang wajar jika praktik korupsi akan terus menerus terjadi," katanya seperti dinukil dari paper hasil pemantauan.

Pemantauan ICW berlangsung 1 Januari-31 Desember 2020. Data primer bersumber dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara dan Direktori Putusan MA dan sekunder dari media dalam jaringan atau daring. Persidangan yang dicuplik adalah tingkat pertama dan banding, serta judex jurist di MA. Metode yang digunakan kombinasi kualitatif dan kuantitatif.

Berita Lainnya
×
tekid