sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kuasa hukum: Argumen uji materi UU Sisnas Iptek sudah kuat

Wasis Susetio menyampaikan, MK memberi masukan terhadap pemohon uji materi UU Sisnas Iptek.

Zulfikar Hardiansyah
Zulfikar Hardiansyah Selasa, 21 Sep 2021 19:21 WIB
Kuasa hukum: Argumen uji materi UU Sisnas Iptek sudah kuat

Wasis Susetio, kuasa hukum pemohon uji materi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) terhadap UUD 1945 di Mahkamah Konstitusi (MK), menyebut argumen pemohon sudah kuat. Ini disampaikan Wasis setelah MK menggelar sidang pertama pengujian UU tersebut hari ini.

“Kalau dari sisi argumentasi pokok-pokok permohonan dan apa yang kita sudah sampaikan di dalam konstruksi argumentasi maupun narasi yang ada dalam permohonan itu, Prof Saldi sendiri trus juga Pak Doktor Daniel, juga mengatakan ini sebenernya sudah kuat lah argumentasinya,” ucap Wasis dalam konferensi pers, Senin (21/9).

Pada kesempatan itu, Wasis menyampaikan bahwa anggota panel meminta agar segera mencari pengganti dari pemohon, Eko Noer Kristiyanto, yang mengundurkan diri pada 17 September lalu. Semula, uji materi diajukan Eko Noer Kristiyanto dan Heru Susetyo.

Eko adalah peneliti madya di Kementerian Hukum dan HAM. Sedangkan Heru adalah anggota Dewan Riset Daerah DKI Jakarta dan peneliti di Lembaga Riset dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI).

Lebih lanjut, Wasis menjelaskan anggota panel hakim konstitusi banyak memberikan masukan pada pemohon untuk menambahkan data terkait model lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) seperti yang ada di luar negeri. Untuk menghadirkan data tambahan ini, pihaknya ke depan akan menambahkan model negara sentralistik lain seperti Rusia.

Menanggapi masukan panel tersebut, Wasis menyampaikan bahwa di negara paling sentralistik seperti Tiongkok pun tidak memiliki lembaga tunggal seperti BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).

“Ini diminta oleh Prof Saldi untuk tambahan kajian siapa tau ada negara yang punya model seperti kita nih sekarang, ya kita akan cari, tapi sepanjang yang kita tau tidak menemukan,” kata Wasis.

Panel, sambungnya, juga menyampaikan, bila pemohon tidak menemukan bukti  model peleburan lembaga litbang dalam satu wadah dari luar negeri, maka bisa melalui bukti terkait sejarah pembentukan lembaga litbang dalam negeri.

Sponsored

Meski demikian, Wasis menyampaikan tidak pernah ada sejarah dalam negeri lembaga litbang menjadi satu dalam wadah besar. “Jadi, memang tidak pernah dalam sejarah kita itu wadah ini menjadi tunggal satu seluruhnya terus kemudian dikumpulkan dalam satu organisasi hirarkis yang sangat luar biasa, karena ini bertentangan dengan nature para peneliti,” papar Wasis.

Ia melanjutkan, UU Sisnas Iptek sudah memiliki intensi yang baik. Namun, Pasal 48 ayat 1 yang menjadi landasan pembentukan BRIN bermasalah, karena terdapat frasa “integrasi”. Frasa tersebut, jelasnya, kemudian ditafsirkan pada level Peraturan Presiden yang menjadi langkah untuk membubarkan lembaga litbang yang ada agar melebur pada BRIN.

Untuk diketahui, gugatan yang dilayangkan pemohon ke MK untuk menguji frasa 'terintegrasi' dan 'antara lain' yang tertuang di Pasal 48 (ayat 1) UU 11/2019 berikut penjelasannya. Pasal 48 (1) berbunyi: "(1) Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional."

Penjelasan Pasal 48 (1): "Yang dimaksud dengan "terintegrasi" adalah upaya mengarahkan dan menyinergikan antara lain dalam penyusunan perencanaan, program, anggaran, dan Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bidang Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan untuk menghasilkan Invensi dan Inovasi sebagai landasan ilmiah dalam perumusan dan penetapan kebijakan pembangunan nasional."

Menurut Wasis, pemohon ingin mendapatkan tafsir 'terintegrasi' dan 'antara lain' yang multitafsir. Oleh pemerintah, kedua frasa dimaknai sebagai pembubaran yang diikuti peleburan lembaga-lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) bidang iptek (Batan, Lapan, LIPI, dan BPPT) juga litbang di 48 kementerian/lembaga (K/L) ke BRIN.

Wasis mengakui, peleburan yang berarti pembubaran itu menimbulkan keresahan peneliti/perekayasa di banyak lembaga riset dan litbang. Bukan hanya di 4 LPNK dan balitbang K/L, tapi juga di yudikatif. "Kami meyakini langkah ini bertentangan dengan pengaturan kelembagaan di UU Sisnas Iptek," kata Wasis kepada Alinea.id, Senin (20/9). 

Berita Lainnya
×
tekid