close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. Foto: dpr.go.id/Oji/nr
icon caption
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. Foto: dpr.go.id/Oji/nr
Nasional
Senin, 13 Februari 2023 06:00

Mulyanto: BRIN pakai dua pembukuan, BPK harus mengaudit!

Nomenklatur atau pembukuan BRIN di UU APBN berbeda dengan yang dibahas dengan Komisi VII DPR. Ini menyulitkan pengawasan.
swipe

Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK diminta untuk mengaudit keuangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Terutama di Tahun Anggaran 2022. BPK bisa melakukan audit untuk kepentingan tertentu. Karena BRIN ditengarai menggunakan dua nomenklatur atau dua pembukuan anggaran yang berbeda.

"(Pakai dua pembukuan) Ini tidak wajar. Kami merasa ini akal-akalan yang tidak sehat, sehingga menyulitkan pengawasan. Karena itu, kita minta BPK mengaudit anggaran (BRIN) secara khusus," kata anggota Komisi VII DPR Mulyanto kepada Alinea.id, Minggu (12/2).

Politikus dari Fraksi PKS itu menjelaskan, BRIN membuat nomenklatur yang tidak ada dasarnya di UU APBN. Langkah itu menimbulkan misleading. Ketika dipersoalkan oleh Komisi VII DPR dalam rapat dengar pendapat, kata dia, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mencoba berkelit.

"Ngeles dan menyalahkan Badan Anggaran. Seolah-olah Badan Anggaran DPR yang mengubah nomenklatur. Tidak etis," kata Mulyanto.

Pada nomenklatur resmi, seperti di UU Nomor 6 Tahun 2021 tentang APBN Tahun Anggaran 2022, BRIN memilah menjadi dua anggaran belanja. Yakni untuk Pelayanan Umum dan Penelitian Dasar dan Pengembangan Iptek. Untuk anggaran Penelitian Dasar dan Pengembangan Iptek dipilah jadi dua: Program Riset dan Inovasi Iptek dan Program Dukungan Manajemen.

Anggaran belanja Program Riset dan Inovasi Iptek dirinci lagi menjadi 15 kegiatan. Mencakup Penyelenggaraan Pelayanan Jasa Teknologi, Manajemen SDM Iptek, Penguatan Infrastruktur Riset dan Inovasi, Fasilitasi Riset dan Inovasi, Pemanfaatan Riset dan Inovasi, Manajemen Riset dan Inovasi Daerah, dan Perumusan Kebijakan Pembangunan.

Lalu, Perumusan Kebijakan Riset dan Inovasi, Riset Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati, Riset Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik, Riset Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian, Riset Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora, Riset Bidang Tenaga Nuklir, Riset Bidang Penerbangan dan Antariksa, dan Riset Bidang Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Untuk belanja Program Dukungan Manajemen dipilah menjadi tiga. Yaitu Dukungan Manajemen Iptek, Pengawasan dan Audit Kinerja Internal, dan Pengembangan Sistem Data dan Informasi. Nomenklatur 2023 tetap sama.

Dari total anggaran BRIN pada 2022 sebesar Rp6,464 triliun, sebanyak Rp3,355 triliun atau 51,9% dialokasikan untuk Program Dukungan Manajemen. Sisanya sebesar Rp3,109 triliun (48,1%) digunakan untuk Program Riset dan dan Inovasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Nomenklatur resmi ini, kata Mulyanto, berbeda dengan yang dibahas dengan Komisi VII DPR. Politikus PKS ini menyontohkan program BRIN untuk masyarakat. Program ini merupakan kemitraan antara Komisi VII DPR dengan BRIN berisi diseminasi hasil riset dan inovasi untuk masyarakat.

Dalam pembahasan belanja program dengan Komisi VII DPR, BRIN memerinci program untuk masyarakat itu menjadi tujuh. Mencakup Bantuan Riset Talenta Inovasi (Barista), Perusahaan Pemula Berbasis Riset, Fasilitasi Usaha Mikro Berbasis Iptek, Grass Root Innovation, Masyarakat Bertanya BRIN Menjawab (MBBM), Produk Inovasi, dan Riset Indonesia Maju. 

Pada 2022, total anggaran tujuh program untuk masyarakat ini disepakati sebesar Rp800,8 miliar. Anggaran paling besar adalah untuk program MBBM, mencapai Rp300 miliar. Disusul Barista sebesar Rp165 miliar, Produk Inovasi Rp150 miliar, dan Riset Indonesia Maju Rp110 miliar. 

Ternyata realisasi program BRIN untuk masyarakat hanya Rp74,5 miliar. Ini menjadi pembahasan alot di dua rapat dengar pendapat Komisi VII DPR dengan BRIN, yaitu 18 dan 30 Januari 2023. Bahkan di rapat 30 Januari itu, Komisi VII DPR merekomendasikan kepada pemerintah untuk mencopot Kepala BRIN, selain meminta BPK melakukan audit anggaran.

Sulit dilacak

Mulyanto menerangkan, karena memakai nomenklatur berbeda program BRIN untuk masyarakat sulit dilacak ada di mana dalam UU APBN. Informasi yang dia dapat dari Badan Anggaran DPR, anggaran tujuh program itu tersebar. Ia memastikan tak ada pengubahan nomenklatur oleh Badan Anggaran.

"Pantes rumit, pabaliut (awut-awutan)," kata Mulyanto.

Di rapat dengar pendapat pada 30 Januari 2023, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Nasdem Rico Sia sudah mencurigai adanya dua pembukuan itu. Rico tergelitik mendalami lalu menanyakan kepada Kepala BRIN apakah anggaran Rp800,4 miliar itu cair semua atau hanya sebagian yang cair. 

Saat itu, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menjelaskan, anggaran itu bukan lunpsum atau dibayarkan sekaligus, tetapi at cost. Rerata per kegiatan dialokasikan Rp300 juta untuk kegiatan MBBM. 

"Jika di situ ada 100 orang, itu yang kita bayar. Jika ada 200 orang peserta, kita bayar sesuai yang ada. Yang kami kejar volume. Bukan gelondongannya. Anggarannya sudah ada, yang ditetapkan Bappenas. Yang kami bisa lakukan adalah pakai program reguler," jelas Laksana. 

Penjelasan ini membuat Rico Sia menyimpulkan BRIN memiliki dua pembukuan. "Berarti Bapak punya dua buku. Buku satu ke sana, satu lagi ke DPR. Inilah (yang bikin) chaos. Ini harus diinvestigasi," jelas Rico.

Bantahan BRIN

Laksana Tri Handoko mengakui, sejak awal pembahasan anggaran BRIN 2023, Komisi VII DPR mengusulkan tujuh program untuk masyarakat senilai Rp800,8 miliar. Program itu berbasiskan program-program reguler yang telah ada di BRIN. Hasil rapat komisi itu disetor ke pimpinan DPR dan dibahas di Badan Anggaran bersama Menteri Keuangan sebagai wakil pemerintah. 

Keputusan di rapat Badan Anggaran ini ditetapkan menjadi UU APBN. Misalnya UU APBN 2023 Nomor 28 Tahun 2022. Seperti halnya kementerian/lembaga lain, jelas Laksana, BRIN wajib menjalankan UU ini dalam mengeksekusi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). 

"Perlu ditekankan di UU di atas tidak ada persetujuan DPR dan pemerintah atas alokasi Rp800,8 miliar. Sangat menyesatkan publik bila diinformasikan seolah-olah anggaran telah teralokasi di APBN BRIN, baik pada 2022 maupun pada 2023," jelas Laksana dalam konferensi pers, Jumat (10/2).

Laksana menjelaskan, anggaran BRIN pada 2023 hanya memiliki alokasi Rupiah Murni untuk program sebesar Rp921 miliar pasca-automatic adjustment. Karena itu, jelas dia, secara teknis amat tidak mungkin dapat dialokasikan usulan anggaran sebesar Rp800,8 miliar. 

"Pengalokasian sebesar Rp800,8 miliar tentu akan berakibat penghentian sebagian besar aktivitas operasional BRIN pada titik paling minimal sekalipun. Berbeda halnya bila BRIN mendapatkan pagu tambahan dalam bentuk Rupiah Murni yang memadai di APBN BRIN pada 2023," kata dia.

Meskipun demikian, kata Laksana, BRIN tetap melaksanakan program untuk masyarakat memanfaatkan program reguler MBBM dengan alokasi yang ada secara at cost. Ia menyayangkan muncul persepsi ada sisa anggaran program yang tidak dilaksanakan BRIN yang kemudian ditanyakan ke mana.

Bagi Mulyanto, penjelasan Kepala BRIN ini kian mempertegas penggunaan dua nomenklatur yang berbeda. "Informasi dalam rilis media BRIN secara gamblang mengakui penggunaan nomenklatur yang berbeda itu," jelas dia.

Selain itu, Mulyanto mempertanyakan penjelasan Laksana ihwal alokasi Rupiah Murni untuk program pada 2023 hanya Rp921 miliar. Angka Rupiah Murni pada 2022 dan 2023 masing-masing sebesar Rp4,7 triliun dan Rp5,3 triliun. "Jauh di atas dari yang disebut Rp921 miliar," kata Mulyanto.

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan