sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

BMKG temukan 1.056 titik panas di Indonesia

BMKG memprediksi pengaruh musim kemarau yang berlangsung Agustus - September hanya mencakup sebagian besar Jawa – Bali – Nusa Tenggara.

Laila Ramdhini
Laila Ramdhini Kamis, 23 Agst 2018 13:53 WIB
BMKG temukan 1.056 titik panas di Indonesia

Jumlah titik panas (hotspot-red) meningkat seiring semakin meluasnya pengaruh musim kemarau di sejumlah wilayah di Indonesia. Pengaruh musim kemarau meluas ke wilayah Sumatera bagian Selatan, Kalimantan, dan sebagian Sulawesi. BMKG telah mencatat 1.056 titik panas di sejumlah wilayah.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi pengaruh musim kemarau yang berlangsung Agustus-September hanya mencakup sebagian besar Jawa–Bali–Nusa Tenggara. Wilayah yang cukup signifikan mengalami peningkatan titik panas yaitu Kalimantan Barat (798 titik), Kalimantan Tengah (226 titik), Jambi (19 titik) dan Sumatera Selatan (13 titik). 

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengungkapkan, informasi titik panas tersebut dianalisis oleh BMKG berdasarkan citra Satelit Terra Aqua (LAPAN). Peningkatan jumlah titik panas ini, menurutnya diakibatkan kondisi atmosfer dan cuaca yang relatif kering sehingga mengakibatkan tanaman menjadi mudah terbakar. 

"Kondisi tersebut perlu diperhatikan, agar tidak diperparah dengan maraknya pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian dengan cara membakar," kata Dwikorita di Jakarta, Kamis (23/8) 

Oleh karena itu, BMKG terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),  Pemerintah Daerah, instansi terkait, dan masyarakat luas untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran lahan dan hutan, bahaya polusi udara dan asap, potensi kekeringan lahan dan kekurangan air bersih. 

"Waspadai dampak paparan kabut asap jika sampai terbakar karena sangat berpotensi menganggu kesehatan," imbuhnya.  

Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal menerangkan hasil monitoring yang dilakukan BMKG menunjukkan hingga pertengahan Agustus 2018, 95,03% wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Sedangkan sisanya 4,97% masih mengalami musim hujan. Adapun musim kemarau diprediksikan akan berlangsung hingga akhir Oktober 2018.

Pantauan BMKG terhadap deret hari tanpa hujan sebagai indikator kekeringan meteorologis awal menunjukkan, deret hari tanpa hujan (HTH) kategori sangat panjang (31-60 hari) hingga ekstrim (>60 hari) umumnya terjadi sebagian besar di Jawa–Bali–Nusa Tenggara, meskipun di beberapa daerah sudah terpantau terdapat jeda hari hujan. Di sebagian Sumatera bagian Selatan, Kalimantan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, pengaruh meluasnya musim kemarau itu juga ditunjukkan munculnya beberapa daerah yang telah mengalami HTH kategori menengah (11-20 hari) hingga panjang (21-30  hari).

Sponsored

"Kondisi kering itu diikuti oleh kemunculan hotspot yang memicu kejadian kebakaran hutan dan lahan yang pada akhirnya menimbulkan asap dan penurunan kualitas udara.Jumlah hotspot di Kalimantan Barat sendiri mengalami peningkatan 17.6 persen dibandingkan pekan lalu," tuturnya. 

Awal pekan ini, pantauan alat kualitas udara di Stasiun Klimatologi Mempawah menunjukkan konsentrasi Particulate Matter (PM10) tertinggi sebesar 356.93 µg/m3 yang artinya masuk dalam kategori berbahaya. Pengamatan jarak pandang mendatar (visibility maksimum) tercatat kurang dari 100 meter.

BMKG memprediksi kondisi tersebut akan relatif berkurang dalam waktu beberapa hari kedepan. Namun demikian, tetap diperlukan kewaspadaan dan langkah antisipatif untuk meminimalisir dampak. 

Berita Lainnya
×
tekid