sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

NU soal Natuna: Siapa mati demi tanah airnya, ia syahid

Pemerintah diminta tidak menegosiasikan perihal kedaulatan dengan kepentingan ekonomi.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Senin, 06 Jan 2020 17:36 WIB
NU soal Natuna: Siapa mati demi tanah airnya, ia syahid

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj menegaskan pemerintah tidak boleh lembek dalam menangani isu Natuna. 

"Dalam pandangan NU sebagaimana dinyatakan oleh pendiri NU Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari, hukum membela keutuhan tanah air adalah fardhu ‘ain (wajib bagi setiap orang Islam). Dan barang siapa mati demi tanah airnya, maka ia mati syahid," kata Kiai Said berdasarkan keterangan resminya, Senin (6/1).

NU, sambung Kiai Said, secara tegas meminta pemerintah tidak menegosiasikan perihal kedaulatan teritorial dengan kepentingan ekonomi.

"Keutuhan dan kesatuan wilayah NKRI, di darat dan di laut, dan juga di udara adalah harga mati yang tidak bisa ditukar dengan kepentingan apa pun," terangnya.

Pihaknya juga mendorong pemerintah untuk mengarusutamakan fungsi laut dan maritim sebagai kekuatan ekonomi dan geopolitik karena kedudukan laut dinilai sangat strategis sebagai basis pertahanan.

Untuk itu, jelas dia, pulau-pulau perbatasan, termasuk yang rawan gejolak di Laut Selatan Cina tidak boleh lagi disebut sebagai pulau terluar, tetapi terdepan.

Dijelaskan dia, ketidaksungguhan pemerintah dalam melaksanakan konsep pembangunan berparadigma maritim, termasuk dalam geopolitik, ekonomi, dan pertahanan, akan membuat Indonesia kehilangan 75% potensinya untuk maju dan sejahtera sebagai bangsa bahari sebagaimana amanat founding fathers.

Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mendesak pemerintah untuk bertindak tegas mengusir China dari Laut Natuna Utara. Namun demikian, Puan berharap pemerintah tetap mengedepankan diplomasi damai.

Sponsored

Bagi Puan, wilayah perairan Natuna merupakan kedaulatan wilayah Indonesia yang wajib dipertahankan. Hal itu lantaran sesuai penetapan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Natuna berdasarkan perjanjian internasional, yaitu United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982.

"Karena itu, tidak ada alasan bagi Indonesia untuk membiarkan wilayahnya diklaim negara lain," tegas Puan.

Menurut politikus PDIP ini, sejatinya pemerintah China harus menghormati hukum internasional seperti tertuang dalam UNCLOS 1982, di mana China adalah salah satu anggotanya.

Selain itu, Puan juga mendorong agar seluruh kementerian dan lembaga  satu suara mendukung sikap tegas Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), yang mengutamakan upaya diplomasi dengan China, sambil tetap bersikap tegas dalam menjaga kehormatan dan eksistensi kedaulatan tanah air.

Untuk mencegah pihak asing memasuki wilayah perairan Indonesia tanpa izin, Puan juga mendorong agar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), TNI Angkatan Udara (AU), dan Polair meningkatkan patroli. Terutama di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), seperti di perairan Natuna, dengan cara memperkuat coast guard (penjaga pantai).

"Pemerintah harus menambah armada kapal yang dikhususkan untuk melakukan patroli di kawasan ZEE, sehingga kedaulatan wilayah Indonesia dapat selalu terjaga dan dapat mendampingi kapal-kapal nelayan milik Indonesia, terutama di Natuna," tegas dia.

Lebih jauh, terkait praktik pencurian ikan, Puan mengatakan, pemerintah harus melakukan evaluasi secara berkala terhadap kebijakan dan sanksi yang ada mengenai Illegal Unreported Unregulated Fishing (IUUF).

Hal itu dilakukan guna memberikan efek jera terhadap pihak-pihak yang melakukan illegal fishing di perairan Indonesia serta  mencegah terjadinya illegal fishing di wilayah perairan Indonesia.

Berita Lainnya
×
tekid