sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Politikus PDIP nilai tidak ada pasal karet dalam UU ITE

Menurut TB Hasanuddin, aparat perlu memahami ketentuan berlaku dan memakai hati nurani dalam memproses hukum terkait UU ITE.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Selasa, 16 Feb 2021 13:53 WIB
Politikus PDIP nilai tidak ada pasal karet dalam UU ITE

Anggota Komisi I DPR, Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin, mengklaim, tidak ada pasal karet yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Menurutnya, perlu penafsiran yang mendalam oleh penegak hukum dalam menilai sejumlah pasal dalam regulasi tersebut.

Pernyataan ini sekaligus merespons instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, beserta jajarannya agar selektif dalam menangani laporan terkait UU ITE. Perintah itu dilandasi adanya pasal karet yang membuat multitafsir.

"Tak ada pasal karet, tapi bagaimana para penegak hukum memahaminya ditambah dengan menggunakan hati nurani," kata Hasanuddin kepada wartawan, Selasa (16/2).

Baginya, sebuah bangsa akan kacau apabila tindakan hujat dibebaskan dan mengutarakan aib seseorang diungkapkan secara vulgar. "Termasuk menyebarkan kebencian karena SARA, padahal negeri ini, kan, negeri yang berkarakter pluralisme, yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945."

Namun demikian, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu merasa, ada dua pasal krusial di UU ITE, yakni Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2).

Menurutnya, penjelasan Pasal 27 ayat (3) tentang soal penghinaan dan pencemaran nama baik mengacu dan sesuai Pasal 310 dan Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sedangkan Pasal 28 ayat (2) tentang menyiarkan kebencian pada orang atau kelompok orang berdasarkan pada SARA.

Karena itu, Hasanuddin menilai, perlu pemahaman jeli aparat penegak hukum terhadap dua ketentuan kontroversial  UU ITE tersebut.

"Pasal 27 itu sifatnya delik aduan. Mereka yang merasa dirugikan dapat melapor dan pelapornya harus yang bersangkutan bukan orang lain," ucapnya.

Sponsored

Hasanuddin menjelaskan, perlu membedakan antara kritik dengan ujaran kebencian dan penghinaan dalam menerapkan Pasal 27 ayat (2) UU ITE. Untuk itu, aparat penegak hukum harus memahami betul perbedaan keduanya.

"Kalau dicampuradukan antara kritik dan ujaran kebencian, maka saya rasa hukum di negara ini sudah tak sehat lagi," ungkapnya.

Dia juga meminta penerapan Pasal 28 ayat (3) UU ITE harus hati-hati dan selektif lantaran sangat penting untuk menjaga keutuhan NKRI yang berkarakter Bhinneka Tunggal Ika. Penafsiran berbeda dapat diminimalisasi dengan membuat pedoman tentang penafsiran hukum kedua pasal secara komprehensif.

Meski begitu, Hasanuddin mempersilakan jika memang UU ITE harus direvisi. Dengan membuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal di dalamnya, misalnya.

"Kami di DPR terbuka. Bila memang harus direvisi, mari bersama kita revisi demi rasa keadilan dan demi tetap utuhnya NKRI," terangnya.

"Saya juga mengajak kepada seluruh anak bangsa, marilah kita sebagai warga negara, bijaklah dalam menggunakan media sosial. Kritik membangun sah-sah  saja dan dilindungi UU, tapi jangan mencampuradukkan kritik dengan ujaran kebencian apalagi penghinaan yang berujung laporan kepada polisi," tandasnya.

Berita Lainnya
×
tekid