Bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi, mempertanyakan perihal kesalahan yang dituntutkan kepada dirinya dalam kasus dugaan korupsi usaha perkebunan kelapa sawit tanpa izin di Provinsi Riau periode 2004-2022. Hal ini terungkap dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) pribadi Surya Darmadi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (16/2).
Surya menuturkan, dirinya yang duduk di kursi pengadilan sebagai terdakwa ini tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Hal itu, kata Surya, bagaikan mimpi di siang bolong.
"Pada kesempatan ini, saya diduduki menjadi terdakwa, bagai mimpi di siang bolong yang tidak pernah saya bayangkan akan menimpa hidup saya," kata Surya saat membacakan pledoi.
Surya mengklaim dirinya dikenal sebagai pengusaha yang tidak pernah memiliki masalah dengan hukum. Selain itu, ia juga mengklaim bahwa usaha perkebunan yang dikelola oleh perusahaan miliknya selama puluhan tahun itu, juga merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia.
"Pada saat perkara ini terkena pada diri saya, dari awal saya bertanya, di mana salah saya? Karena kebun yang di perusahaan sudah saya kelola, sudah berjalan kurang lebih 26 tahun, tidak pernah ada masalah, tidak pernah diberikan teguran. Apalagi surat dokumen yang saya miliki tidak pernah dinyatakan cacat dan dibatalkan," ujar Surya.
Diungkapkan Surya, dirinya mengaku kaget saat mendengar pemberitaan terkait dirinya yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dan kegiatan usaha di kawasan hutan secara ilegal di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Ia mengatakan, saat itu dirinya tidak mengetahui duduk perkara kasus dugaan korupsi yang menyeret namanya tersebut
"Saya juga merasa kaget tiba-tiba diekspose media, sekitar bulan Juli 2022. Tanpa saya mengetahui duduk masalah sebenarnya, dikatakan saya megakoruptor, merugikan negara sebesar Rp104 triliun. Dengan alasan saya melakukan usaha dan memasuki kawasan hutan secara ilegal," tutur Surya.
Selain itu, Surya juga mempertanyakan perihal tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dituntutkan kepadanya. Ia menilai, tidak ada bukti yang mendukung tuntutan jaksa, termasuk soal aliran dana maupun kegiatan usaha yang dikatakan ilegal.
"Selama persidangan tidak ada satu bukti pun yang dapat mendukung dan dapat dibuktikan jaksa penuntut umum," ucapnya.
Pada persidangan pekan lalu, JPU menuntut terdakwa Surya Darmadi dengan pidana seumur hidup. Bos PT Duta Palma Group itu juga dituntut membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan enam bulan.
"Menuntut supaya dalam perkara ini majelis hakim memutuskan menghukum terdakwa Surya Darmadi dengan pidana penjara seumur hidup," kata JPU Muhammad Syarifudin dalam persidangan, Senin (6/2).
Surya atau yang dikenal dengan Apeng tersebut juga dituntut untuk mengganti kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara senilai puluhan triliun rupiah. Uang pengganti kerugian keuangan negara dan perekonomian negara itu dibayarkan dalam kurun waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
"Membebankan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti atas kerugian keuangan negara sebesar Rp4.798.706.951.641 dan US$7,785,857.36 dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300.000," tutur jaksa.