Warga Desa Bojonggede Bogor jadi korban pungli PTSL
Masyarakat secara swadaya pun mendirikan posko pengaduan untuk melakukan pendataan.

Warga Desa/Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar), mendirikan posko pengaduan korban dugaan pungutan liar (pungli) Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di wilayahnya, Rabu (27/10). Langkah ini diambil lantaran hanya sebagian sertifikat yang diterima setelah sekian lama dan menyetor uang jutaan rupiah.
Para korban mensinyalir terjadi pungli oleh oknum panitia dan perangkat desa berdasarkan beberapa bukti. Janji yang tidak kunjung terealisasi setelah menyetorkan sejumlah uang sesuai yang diminta, misalnya, sebagaimana dialami Titin, warga Kampung Gedong, Desa Bojonggede.
“Melalui Pak RT, saya dikenakan biaya Rp1,5 juta untuk ikut Program PTSL dan diijanjikan enam bulan jadi suratnya. Waktu itu sekitar bulan April (2019)," ucapnya.
"Pada waktu itu, padahal saya tidak punya uang sama sekali, makanya saya korbanin jual kalung supaya saya punya sertifikat. Sampai hari ini, sudah dua tahun, surat saya belum juga selesai," imbuhnya.
Suatu waktu, Titin pernah menagih haknya, kapan sertifikat tanahnya jadi dan diterimanya. Namun, dirinya justru diminta membayar Rp500.000 sehingga total uang yang dikeluarkannya mencapai Rp2 juta.
"Sekarang AJB (akta jual beli) saya dibawa, saya tidak punya bukti kepemilikan lagi; sementara anak saya masih butuh masa depan," sesalnya.
Nasib serupa dialami Aisyah, warga Kampung Sawah, Desa Bojonggede. Dirinya ditarik uang Rp2,5 juta oleh oknum staf desa untuk kepengurusan PTSL. Namun, belum juga menerima sertifikat tanah hingga kini.
"Saya dikenakan Rp2,5 juta dan tidak diberikan kuitansi. Semua warga juga tidak sama tidak diberikan kuitansi. Saya selalu dijanjikan dari bulan puasa sampai sekarang, jadi saya sama warga bolak-balik ke desa dan tidak mendapat kepastian," tuturnya.
Sebelum mendirikan posko pengaduan di Kampung Masjid, Desa Bojonggede, para warga meminta Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia (LAKRI) mengadvokasi mereka. Ketua Tim Investigasi LAKRI, Dodo Lantang, menyatakan, pendirian posko dilakukan untuk mendata para korban agar diketahui pasti jumlahnya.
"Kami mendirikan posko pengaduan dugaan pungli ini karena banyaknya keluhan masyarakat yang tidak terfasilitasi dengan baik oleh pemerintah desa terkait program PTSL," jelasnya. Sedikitnya 16 orang sudah mengadu. Mereka menjadi sasaran pungli dengan nominal biaya beragam, mulai dari Rp1,5 juta hingga Rp7 juta.
"Selain harga pembuatan surat di luar ketentuan pemerintah, warga juga mengeluhkan sertifikat yang dijanjikan panitia tak kunjung selesai bahkan ada yang sudah beberapa tahun pengajuan belum selesai. Saat ini, warga akan kami data sesuai alamat, harga pembuatan, serta identitas oknum yang meminta nominal uang," imbuhnya.
Berdasarkan hasil penelusuran sementara, ungkap Dodo, ada indikasi pungli dan gratifikasi oleh oknum panitia dan pejabat desa. Setelah pendataan rampung, LAKRI berencana melaporkannya kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan kejaksaan setempat agar mengawal kasus tersebut.
"Apabila dari instansi terkait tidak memberikan jawaban, kami akan melanjutkan proses kejelasan masalah ini ke tingkat Kejati biar oknum yang bermain-main tentang pungli akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka hukum. Enak saja masyarakat sudah susah ditambah susah," tegasnya.
"Seharusnya pemdes bersyukur masyarakat mau menyukseskan Program PTSL pemerintah bukannya diperas dan dijadikan bahan pencitraan. Tidak ada toleransi untuk kasus ini," sambung Dodo.
Sekjen DPN LAKRI, Bejo Sumantoro, menambahkan, toleransi pembebanan biaya PTSL kepada masyarakat hanya Rp150.000. Itu sesuai Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 48 Tahun 2017. Tingginya biaya yang dibebankan kepada masyarakat di lapangan menunjukkan adanya permainan.
"Ini sudah jelas kejahatan yang terstruktur, sistematis, dan masif bagi oknum-oknum yang menyalahgunakan wewenang, apalagi kepada masyarakat yang dalam situasi pandemik cukup memukul ekonomi kerakyatan," katanya.
Karenanya, Bejo berjanji, LAKRI bakal mengawal kasus tersebut hingga tuntas. "Kami mendesak pemerintah kabupaten dan jajarannya serta Badan Pertanahan Nasional untuk mengusut tuntas kasus pungli PTSL yang menjurus pada tindak pidana hukum karena menyangkut gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang."

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Mewujudkan e-commerce inklusif bagi penyandang disabilitas
Kamis, 30 Nov 2023 16:09 WIB
Potret kebijakan stunting dan pertaruhan Indonesia Emas 2045
Senin, 27 Nov 2023 16:01 WIB