sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

YLKI minta tidak ada pengecualian untuk sistem ganjil genap

Sepeda motor dan transportasi online sebaiknya juga tunduk pada aturan sistem ganjil genap.

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Kamis, 15 Agst 2019 11:14 WIB
YLKI minta tidak ada pengecualian untuk sistem ganjil genap

Rencana perluasan sistem ganjil genap oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta demi menekan angka polusi udara di Jakarta dan kemacetan dinilai tidak efektif. Terutama apabila kebijakan tersebut masih tebang pilih. 

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, apabila ganjil genap hanya berlaku untuk kendaraan roda empat, sistem tersebut tidak akan efektif. Maka, pilihannya kendaraan roda dua juga mesti terkena kebijakan itu. 

Alasannya, selama ini pengguna sepeda motor belum pernah dibatasi atau dikendalikan. Agar tidak menuai protes, Tulus mengusulkan agar pembatasan ganjil genap untuk kendaraan roda dua berlaku di jalan protokol, seperti Jalan Sudirman, Jalan MH Thamrin, dan Jalan Rasuna Said. 

"Pengecualian sepeda motor yang tidak terkena ganjil genap akan mendorong masyarakat pengguna roda empat bermigrasi atau berpindah ke sepeda motor," ujar Tulus kepada Alinea.id pada Kamis (15/8).

Apalagi pertumbuhan sepeda motor terus meningkat setiap harinya. Belum lagi tambahan dari transportasi ojek online (ojol) yang semakin banyak.

"Pengecualian sepeda motor juga akan mengakibatkan polusi di Jakarta kian pekat dan makin polutif," ujar Tulus.

Menurut data Komite Penghapusan Bensin Bertimbel, sepeda motor berkontribusi paling signifikan terhadap polusi udara. Sebanyak 19.165 ton polutan per hari di Jakarta bersumber dari sepeda motor sebesar 44,53%, lalu mobil sebesar 16,11%, bus 21,43%, truk sebesar 17,7%, dan bajaj sebesar 0,23%.

 

Sponsored

Atas dasar itu, YLKI menilai sepeda motor juga harus diberlakukan sama untuk ganjil genap. Sama seperti penggunaan roda empat. 

Soal pengecualian penerapan taksi online, YLKI tidak setuju dan menilai hal tersebut sebagai kemunduran. Bahkan menjadi bentuk inkonsistensi Pemprov DKI Jakarta.

Sebab, pengecualian memicu masyarakat berpindah ke taksi online sementara upaya mendorong masyarakat berpindah ke angkutan masal seperti: Transjakarta, MRT, KRL/Commuter Line akan gagal.

Menurut Tulus, taksi online tetap diberlakukan sebagai obyek ganjil genap. Sebab pada dasarnya taksi online adalah angkutan sewa khusus berpelat hitam, setara dengan kendaraan pribadi, kecuali taksi online mau berubah ke pelat kuning.

Selanjutnya, upaya menekan polusi udara juga akan gagal manakala kendaraan di Jakarta masih menggunakan bahan bakar (BBM) dengan kualitas rendah. Pemprov DKI harus lebih mendorong kendaraan bermotor di Jakarta, untuk menggunakan BBM yang lebih ramah lingkungan. 

Maka, amat wajar bila Jakarta harus mulai melarang penggunaan BBM jenis bensin premium dan pertalite. Kemudian, mewajibkan kendaraan bermotor untuk menggunakan BBM standar Euro 4 yang dapat menjamin kualitas udara di Jakarta bisa diselamatkan. 

Agar perluasan ganjil genap menjadi kebijakan yang adil, YLKI meminta kepada Gubernur Jakarta untuk memperkuat jaringan dan pelayanan transportasi umum agar waktu tempuhnya semakin cepat.

Berita Lainnya
×
tekid