sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Apresiasi perunggu Asia Tenggara buat Garuda U-23

Tapi, kalau mau maju, seharusnya tak ada lagi gol-gol Myanmar dan Timor Leste.

Arpan Rachman
Arpan Rachman Senin, 23 Mei 2022 20:41 WIB
Apresiasi perunggu Asia Tenggara buat Garuda U-23

Penghargaan pantas disematkan pada Garuda U-23 yang menggondol medali perunggu juara ketiga SEA Games XXXI Vietnam 2021. Syahrian Abimanyu dkk sudah berjuang keras mengerahkan segenap kekuatan dengan penuh tenaga dan menunjukkan keberanian hebat seumpama kesatria.

Tapi, kalau mau maju, seharusnya tak ada lagi gol-gol Myanmar dan Timor Leste. Kesebelasan yang diurus PSSI kembali menelan pil pahit, belum lagi bisa bicara banyak. Itu sebagian fakta hasil SEA Games XXXI yang baru saja selesai.

Dalam mimpi besar ke Asia, kita masih mampet di Asia Tenggara. Medali di kalungan Shin Tae-yong 2022 telah menyamai pencapaian Luis Milla 2017. Keduanya pelatih asing, hanya berhasil juara tiga. Jadi, dalam kurun lima tahun, bukan muncul proses progresif, tapi justru terjebak terus dalam lingkaran setan.

Pertanyaannya bukan untuk mencari tahu siapa "setan" di sepak bola Indonesia (meski itu juga tanda tanya serius), melainkan sejauh mana proses kemajuan dalam tim nasional?

Gol-gol Myanmar dan Timor Leste di laga Grup A seperti nyala alarm keras bahwa suatu saat nanti, jika tidak berhati-hati, Garuda akan berada sama di level mereka. Artinya, negara-negara tetangga yang malah maju, Indonesia tetap jalan mundur lupa piala.

Persaingan puncak antara Vietnam versus Thailand di final SEA Games XXXI semakin menegaskan mereka kini selangkah lebih maju daripada negara-negara lain di peta kekuatan sepak bola di kawasan Melayu regional. Hasil SEA Games XXXI cermin kekuatan bermuara di U-23, yang akhirnya berujung ke senior juga.

Skala di lapis kedua Asia Tenggara terdapat tiga tim seimbang Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Hanya sesekali saja trio ini akan bisa mencuri kesempatan ke puncak, jika sedang dinaungi keberuntungan. Sisanya dihuni Filipina, Laos, Myanmar, Kamboja, dan Timor Leste. Standar ini dipenuhi nilai subjektif, tapi tentu berdasarkan ukuran piramida prestasi.

Menyoroti sukses sepak bola Thailand, diketahui sejauh ini banyak dibantu Jepang. Liga Primernya disponsori Toyota Motor dan resmi dinamakan Hilux Revo Thai League. Angka penjualan unit mobil Suzuki, sponsor Piala AFF, di seantero Negeri Siam lebih laris ketimbang negeri kita.

Sponsored

Chanatip "Messi Jay" Songkrasin membintangi klub papan atas J1 League. Sebelumnya, Theerathon Bunmathan bahkan sukses mengangkat piala. Jadi, mereka bukan sekadar mirip pemain iklan untuk menarik banyak pengikut media sosial, yang bahkan terus tidak masuk daftar cadangan, di J2 League lagi, kasta kedua.

Sejumlah kerja sama juga dibangun kedua asosiasi, JFA dan FAT. Bila dipirsa serius, video rekaman laga Thai League 1 terlihat mulai persis tiruan J1 League.

Karena itu, kiblat permainan Gajah Perang ialah Samurai Biru. Gaya tim Thailand tidak malu-malu lagi menjadi "Jepang kecil" saat ini. Paling mencolok, cara berlari mereka indah dipandang. Amat seimbang gerak tubuh dan langkah kaki, antara cepat dan cerdas merupakan satu paduan. Unsur vital itu membentuk mental mereka tangguh karena jadi tampil lebih percaya diri.

Indonesia pun pernah menyaksikan keindahan yang serupa itu di Galatama sampai kompetisinya tutup di awal tahun 90-an. Tak ada pemain Vietnam maupun Thailand, yang bergaya primitif sekelas pemain tarkam yang cuma diasah bakat alam, yang langkah larinya tampak kelewatan (overrun) sampai kurang terjaga dengan keseimbangan tubuh.

Sementara Vietnam mencontoh tipe ala Korea Selatan sempurna sejak Park Hang-seo membesut mereka. Kesempurnaan itu diimbangi membanjirnya bakat-bakat muda hasil olahan pembinaan sejak dini yang dikerjakan selama satu dekade terakhir.

Cepat bertenaga, aktif dengan bukaan ruang, mengutamakan penguasaan bola, agresi ofensif. Pakem itu dianut Vietnam sejak dulu, walau budaya prestasinya terhitung masih baru. Negeri Indochina itu bisa cepat beradaptasi dengan pola "speed and power" Korea barangkali juga ditunjang kebiasaan hidup mereka diterpa musim angin Monsoon tahunan yang kejam.

Bisakah Indonesia mengejar Vietnam dan Thailand? Pekerjaan rumah masih banyak yang harus dikerjakan. Kalangan pakar sepak bola tentu mengerti bagaimana itu seharusnya.  

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid