sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Dibantu "Profesor" dan "Dewa", Jepang bercahaya di Asia

Jepang seperti bunga sakura mekar dalam pelukan cinta sepak bola dunia nun di level yang tinggi sekali.

Arpan Rachman
Arpan Rachman Sabtu, 06 Jan 2024 18:54 WIB
Dibantu

Jepang pertama kali berkiprah di Piala Asia 1988. Hasilnya, juru kunci Grup A setelah draw versus Iran dan kalah semua dari Korea Selatan, Uni Emirat Arab, dan tuan rumah Qatar. Mereka tercatat pada turnamen itu secara memalukan.

Gelaran Piala Asia berikutnya, empat tahun kemudian. Sejarah kemenangan berbalik ke Negeri Matahari Terbit. Dari juru kunci jadi juara Asia dalam empat tahun atau hanya berganti satu edisi turnamen!

Kemajuan Jepang dalam waktu singkat telah menjadi inspirasi dan contoh bagaimana mengembangkan sepak bola. Kompetitor utama mereka di benua ini ialah Korea Selatan dan, yang terbaru, Australia; mereka juga membangun persaingan melawan Iran dan Arab Saudi.

Tim Samurai Biru kini paling superior di blantika sepak bola Asia. Prestasinya, empat kali menjuarai Piala Asia (1992, 2000, 2004, 2011). Khusus dalam delapan pentas pergelaran Piala Asia di Timur Tengah, Jepang menggondol trofi dua kali: di Lebanon 2000 dan Qatar 2011.

Bagaimana Jepang sangat progresif? Bantuan "Profesor" dan pertolongan "Dewa" pada kurun waktu tertentu mewarnai kesuksesan Samurai Blue. Di atas segalanya, budaya Timur mereka sangat menjunjung kehormatan diri, reputasi pribadi, sebagai nilai manusiawi tertinggi seorang Jepang.

Karena itu, dalam sepak bola, amat mustahil pemain Jepang akan makan suap. Mereka bersih dari kotoran. Dengan kebersihan nurani itulah, Jepang kuat membangun fondasi sepak bolanya. Secara fundamental memang jauh sekali berbeda dari Indonesia.  

Ketika kasus suap Skandal Senayan 1962 menghebohkan, di mana 10 pemain timnas Indonesia terbukti menerima suap dari mafia. Semua "kotoran" ditangkap sendiri oleh mendiang Maulwi Saelan, rekan sepermainan yang berposisi kiper sekaligus kapten timnas Garuda saat itu. Pelatih Antun "Tony" Pogacnic konon sampai menangis di depan penjara yang mengurung 10 pemain tersebut.

Setelah lebih dari enam dekade, problem klasik sebagai "mainan mafia" tampaknya masih membelit sepak bola Indonesia. Karena korupsi masih "disukai" banyak orang.

Sponsored

Sebaliknya, di saat bersamaan, Jepang mendapat visi masa depan yang cerah. Dettmar Cramer bergabung ke timnas Jepang, membawa mereka ke 8 Besar di Olimpiade Tokyo 1964. Dibesut pelatih asal Jerman berjuluk "Sang Profesor" itu, langkah besar negara Asia Timur ini bergerak pasti.

Sejak tahun 1960-an itu juga, sepak bola Jepang telah mendatangkan banyak pemain dari negara adidaya sepak bola Amerika Latin bergaya Samba. Ya, Jepang terobsesi kesuksesan Brasil. Ciri genetik dari hasil persilangan Jerman-Brasil tersebut, sekarang benar-benar identik sebagai gaya baru Samurai Biru.

Menurut World Soccer, ikatan antara Jepang dan Brasil bukanlah hal baru, karena negara Amerika Selatan ini merupakan rumah bagi populasi orang Jepang terbesar di luar Negeri Matahari Terbit. Demikian pula Jepang menjadi rumah bagi ribuan warga keturunan Jepang-Brasil yang melarikan diri ke Asia pada awal tahun 90an ketika Jepang mengamandemen Undang-undang Pengendalian Imigrasi dan Pengakuan Pengungsi, yang memungkinkan keturunan Jepang untuk pindah ke negara tersebut.

Ditangani Zico (2002–2006), derajat timnas Jepang terangkat makin tinggi. “Sepak bola Brasil selalu dikagumi di Jepang dan, tentu saja, setelah partisipasi saya dan banyak warga Brasil lainnya, sepertinya mereka menciptakan gaya permainan baru sebagai penghormatan kepada sepak bola Brasil,” kata Zico kepada Brasil Global Tour. Zico menjadi idola dan dijuluki "Sang Dewa" oleh fans Jepang.

Sebelum itu, pemain Brasil pertama di Jepang adalah Nelson Daishirō Yoshimura, yang datang bermain untuk Yanmar Diesel (sekarang Cerezo Osaka) pada tahun 1967 pada usia 19 tahun.

Dilansir Nipponcom, dia membantu Yanmar menjadi salah satu tim terbaik di negara ini. Meskipun ia tidak dikenal di negara asalnya, ia membawa serta tingkat keterampilan dan teknik yang belum pernah dilihat oleh para penggemarnya di Jepang.

Yoshimura memenuhi syarat untuk bermain membela tim nasional ketika ia mengambil kewarganegaraan Jepang pada tahun 1970. Ia terus mewakili Jepang hingga tahun 1976, menarik banyak kekaguman atas penekanan tradisional Brasil pada teknik individu.

Kisah sukses Jepang terus berlanjut dari ketekunan mereka meniru Brasil. Pemain-pemain Jepang menjadi komoditas impor terbesar pesepakbola Asia ke Eropa. Tanpa bantuan "orang dalam" juga, itu yang pasti.

Jepang seperti bunga sakura mekar dalam pelukan cinta sepak bola dunia nun di level yang tinggi sekali. Semuanya berawal dari kebersihan hati, nilai manusiawi sejati.

Berita Lainnya
×
tekid