sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pele: Warisan dan sisi gelap sang Beethoven sepak bola 

Menyusul Garrincha dan Maradona, Pele tutup usia. Sepanjang hidup, Pele telah membukukan berbagai rekor.

Christian D Simbolon
Christian D Simbolon Minggu, 01 Jan 2023 18:58 WIB
Pele: Warisan dan sisi gelap sang Beethoven sepak bola 

Sekitar 200 ribu orang memenuhi Stadion Maracana, Rio de Jenairo, Brasil, pada petang 16 Juni 1950 itu. Di lapangan, tim nasional Brasil tengah menjamu Uruguay dalam laga penentu juara Piala Dunia. Dihelat dalam format round-robin, tim Samba kala itu hanya butuh hasil seri untuk memastikan diri jadi kampiun. 

Skor kaca mata tercipta pada babak pertama. Pada awal babak kedua, Brasil unggul lebih dulu lewat sepakan Friaca. Uruguay mampu menyamakan kedudukan lewat gelandang serang Juan Alberto Schiaffino pada pertengahan babak kedua. Sekitar 11 menit menjelang akhir laga, winger Alcides Ghiggia mencetak gol penentu kemenangan bagi La Celeste, julukan Uruguay.

Di kediamannya di Bauru, sebuah kota kecil di Sao Paulo, João Ramos do Nascimento "menyaksikan" jalannya laga final itu dari siaran radio. Dondinho, nama beken Joao Ramos saat masih merumput bersama Fluminense, tak kuasa menahan tangis ketika mendengar wasit meniup peluit tanda berakhirnya laga. Mimpi jadi kampiun di rumah sendiri kandas sudah.

Isak tangis sang ayah didengar Edson Arantes do Nascimento, putra Dodinho yang baru berusia 9 tahun. Edson, kelak dikenal dengan sebutan Pele di lapangan hijau, baru saja pulang setelah puas bermain di luar rumah seharian. 

“Jangan menangis, Ayah. Suatu hari, aku akan memenangkan Piala Dunia untukmu," tulis Pele seperti dikutip dari memoir bertajuk Why Soccer Matters: A Look at More Than Sixty Years of International Soccer yang terbit pada 2015 lalu. 

Pele lahir di Tres Coracoes, sebuah kota kecil di tenggara Brasil, pada 1940. Terinspirasi Thomas Alva Edison, ilmuwan penemu bola lampu, ia diberi nama Edson oleh Dodinha dan istrinya, Celeste Arantes. Ketika itu, listrik baru mengalir di desa keluarga mereka. 

"Ternyata mereka kurang satu huruf. Meski begitu, saya selalu suka nama itu," tutur Pele dalam memoirnya. 

Masa kecil Pele dihabiskan dengan berpindah-pindah tempat, mengikuti lokasi klub yang mempekerjakan Dodinho. Pele dan keluarganya baru menetap di Bauru cedera lutut permanen mengakhiri karier sang ayah di lapangan rumput. 

Sponsored

Meski dilarang keras oleh sang ibu, Pele kecil jatuh cinta pada sepak bola. Ia berniat mengikuti jejak sang ayah jadi pesepak bola profesional. Bersama teman-temannya, Pele menghabiskan waktu untuk menendang bola di gang-gang dekat rumah, jalan raya, dan lapangan berdebu.

Pada usia 12 tahun, Pele mulai menggeluti sepak bola dalam ruangan yang sedang viral di Bauru kala itu. Bersama Bauru Athletic Club junior, Pele sempat merasakan kompetisi hingga tingkat nasional selama tiga tahun berturut-turut. 

"Saya menganggapnya (pengalaman bermain futsal) seperti ikan kepada air. Itu lebih cepat ketimbang sepak bola di lapangan rumput. Kamu harus berpikir dengan sangat cepat," kenang Pele. 

Menyadari bakat Pele sebagai penggedor gawang lawan, pelatih Bauru Athletic Club junior Waldemar de Brito membawanya ke Santos FC. Kepada para petinggi Santos, ia sesumbar Pele bakal jadi pemain terbaik di dunia. 

Santos terpikat. Pada usia 15 tahun, Pele diikat kontrak dan langsung dimainkan sebagai starter. Pada tahun pertama merumput bersama Santos, nama Pele tercatat sebagai pencetak gol terbanyak di Brasileirão, seri A-nya Brasil. 

Sekira 10 bulan setelah debut di liga, Pele dipanggil ke timnas. Ia bermain dalam laga Brasil vs Argentina di Stadion Maracana. Brasil kalah 2-1. Satu-satunya gol Brasil dicetak Pele, menjadikannya sebagai pemain termuda sepanjang sejarah yang mencetak gol di laga internasional. 

Tak butuh lama bagi Pele mewujudkan mimpinya membahagiakan sang ayah. Pada Piala Dunia 1958, Pele sukses membawa Brasil menjadi juara. Berusia 17 tahun 249 hari dan hanya baru dua tahun bermain di level profesional, Pele merupakan pemain termuda di turnamen tersebut. Itu rekor yang hingga kini belum terpecahkan. 

Meski miskin pengalaman di pentas internasional, Pele dipercaya pelatih Vicente Ítalo Feola untuk memimpin lini depan tim Samba. Kepercayaan itu dibayar Pele dengan lima gol sepanjang turnamen, dua di antaranya dicetak pada laga final melawan tuan rumah Swedia, favorit juara ketika itu. Brasil-Swedia berakhir 5-2.

Brasil meraih gelar Piala Dunia perdananya saat tim sedang dipenuhi pemain "cacat". Pele, kala itu, terbang ke Swedia saat masih dibekap cedera lutut. Pada laga Brasil kontra Uni Soviet, Pele bahkan harus bermain menggunakan pelindung. 

Garincha, sayap kanan Brasil, cacat beneran. Satu kakinya lebih pendek ketimbang kaki lainnya. Tangan Djalma Santos, bek kanan Brasil, cacat permanen karena kecelakaan ketika remaja. Carlos Castilho, penghangat bangku cadangan, buta warna dan kehilangan satu jari. 

Tim Brasil kala itu, kenang Pele, juga merupakan tim multiras pertama yang memenangkan Piala Dunia. "Semua tim lain berisi orang kulit putih semua. Saya pikir itu aneh. Saya ingat bertanya pada rekan saya, 'Apakah hanya di Brasil yang ada orang kulit hitam?'" tulis Pele.

Penyerang Brasil, Pele, menghindari hadangan bek Swedia dalam laga final Piala Dunia 1958. /Foto Wikimedia Commons

Dari lapangan rumput ke layar kaca

Setelah Piala Dunia 1958, karier Pele kian cemerlang. Demi menghalau tawaran dari klub-klub besar Eropa, pemerintah Brasil menjadikan Pele harta karun nasional. Meski dirayu klub sekaliber Real Madrid dan Intermilan dengan niai kontrak dan gaji fantastis, Pele memilih bertahan. 

Di liga domestik, Pele membawa Santos jadi klub papan atas yang disegani. Sepanjang karier, ia menganugerahkan 6 gelar liga dan 10 gelar campeonato paulista. Pada 1962 dan 1963, Pele juga sukses membawa Santos menjadi juara Piala Libertadores dan Intercontinental Club Cup. 

Di pentas Piala Dunia, Pele juga sukses membawa Brasil jadi kampiun pada 1962 dan 1970. Pele tercatat membukukan 12 gol dalam 14 laga di 4 Piala Dunia. Hingga kini, Pele jadi satu-satunya pemain yang mampu membawa negaranya meraih tiga gelar Piala Dunia. 

Pele mencetak gol ke-1000 pada laga ke-909, 19 November 1969. Pada 1974, Pele mengumumkan bakal pensiun. Namun, ia memutuskan terus merumput setelah mendapatkan tawaran kontrak senilai US$7 juta selama tiga tahun dari klub New York Cosmos, Amerika Serikat. Ia baru benar-benar pensiun pada 1977. 

Pada pentas Piala Dunia dan laga-laga sepak bola itu, Pele bertemu dan bertarung dengan pemain-pemain terbaik Eropa sepanjang sejarah, mulai dari Alfredo di Stefano (Spanyol), Franz Beckenbauer (Jerman), Ferenc Puskas (Hunggaria), dan Bobby Moore (Inggris). 

Para pesepak bola legendaris yang pernah merumput bersama Pele itu sepakat menganugerahi gelar pemain terbaik dunia kepada sang Mutiara Hitam. Secara resmi, FIFA menganugerahkan gelar pesepak bola terbaik abad ke-20 bagi Pele pada 2020. 

Pele tak malu-malu menerima gelar itu. Dalam sebuah wawancara, Pele mengakui raihannya sulit untuk disaingi pesepak bola mana pun di masa depan. "Dalam musik, ada Beethoven dan lainnya. Dalam sepak bola, ada Pele dan pemain lainnya," kata dia. 

Pada masanya, Pele juga diperkirakan jadi atlet dengan penghasilan terbesar di dunia. Penghasilan Pele terutama datang dari fee puluhan hingga ratusan laga ekshibisi yang ia jalani dengan Santos selama beberapa tahun setelah Piala Dunia 1958. 

Ketika itu, Santos dan Pele punya kesepakatan. Mendompleng kepopuleran Pele, Santos bakal menggelar tur ke berbagai belahan dunia. Sebagai imbalan bertahan di Santos, Pele bakal mendapat setengah dari fee laga ekshibisi yang digelar Santos. 

Duit Pele juga datang dari endorsement. Jelang Piala Dunia 1970, misalnya, Pele menandatangani kontrak senilai US$120 ribu dengan Puma. Pada Piala Dunia yang digelar di Meksiko itu, Pele seringkali tertangkap kamera televisi sedang membungkuk untuk mengikat tali sepatunya. 

"Itu permulaan dari apa yang dikenal orang dengan sebutan merek Pele. Selama dekade berikutnya, Pele menggunakan nama dan wajahnya untuk mempromosikan segala hal, mulai dari jam Hublot, sandwich, hingga disfungsi ereksi," tulis Jonathan Liew dalam "Why Pele is Overrated" yang tayang di Telegraph

Pele juga sempat jadi wajah Visa, Mastercard, dan Pepsi. Pada dekade 1970-an, sebuah survei menunjukkan Pele merupakan salah satu brand paling dikenal publik di Eropa setelah Coca Cola. Di masa tua, Pele juga pernah mempromosikan Viagra. 

Popularitas Pele terutama melesat setelah Piala Dunia 1970. Ketika itu, Brasil keluar sebagai juara di Meksiko. Ajang itu adalah gelaran Piala Dunia yang kali pertama disiarkan langsung televisi. 

Kisah Pele, bocah yang lahir dari keluarga miskin di pinggiran Sao Paulo dan sukses di pentas olahraga terbesar, laku keras. Jenama-jenama besar tertarik untuk memakai wajah dan nama Pele sebagai duta mereka. 

Pele sendiri mengakui telah melangkah jauh dari sekadar sebagai seorang atlet. "Pele tidak punya warna kulit atau agama. Dia diterima di mana pun. Siapa saya? Apakah saya? Hanya seorang pesepak bola? Tidak, seharusnya lebih dari itu," ujar dia. 

Sayap kanan Brasil, Garrincha menggiring bola dalam laga di Piala Dunia 1962. /Foto Wikimedia Commons

Menelantarkan Garrincha, memusuhi Maradona 

Di lapangan rumput, Pele dikenal sebagai penyerang serba bisa. Selain punya kecepatan, kedua belah kakinya juga "hidup". Sundulannya pun tergolong maut. Ia punya visi dan kemampuan mumpuni dalam mengantisipasi umpan-umpan dari rekan setimnya. 

Bakat itu bikin Pele tajam di depan gawang musuh. Sepanjang karier, Pele terdata FIFA telah mencetak 1,281 gol dalam 1,363 pertandingan. Rekor itu bukannya tanpa cela. FIFA mencatat hanya ada sekitar 780 kompetisi resmi.

Tim-tim yang termasuk lawan-lawan Pele dan kawan-kawan ialah timnas Arab Saudi U-23, klub militer Uruguay, dan perkumpulan atlet Rio de Janeiro. 

"Kepada tim mana kamu mencetak gol? Keponakan kamu di halaman belakang rumah?" kritik pesepak bola legendaris Argentina Diego Maradona dalam sebuah wawancara di televisi.

Bermain beda era, kedua legenda sepak bola dunia itu tak pernah akur. Maradona terekam pernah menyebut Pele seperti boneka yang digerakkan remote control. Pele antara lain pernah menuding Maradona melatih demi duit. "Kami memang tak pernah nyambung," kata Maradona. 

Selain soal statistik gol yang dibesar-besarkan, Maradona juga menuding Pele menelantarkan Garrincha. Sama-sama membela Brasil pada Piala Dunia 1958 dan 1962, Garrincha juga dianggap sebagai salah satu pesepak bola terbaik Brasil kala itu. 

Pada Piala Dunia 1962, Garrincha bahkan "seorang diri" membawa Brasil jadi kampiun lantaran Pele dibekap cedera. Seperti Pele, warga Brasil juga memuja Garrincha. Sebagian bahkan menganggap Garricha jauh lebih berbakat ketimbang Pele. 

Namun, nasib Garrincha tak semanis Pele. Jauh dari sorotan kamera, Garrincha miskin endorsement. Duitnya habis untuk minum-minum dan pesta pora. Pada usia 49 tahun, Garrincha tutup usia karena gagal ginjal. 

Garrincha dimakamkan pada suatu hari pada Januari 1983 di Rio de Janeiro. Pele tidak hadir dalam permakamannya. "Pada kenyataannya, saya membenci melihat mayat. Saya memilih berdoa dengan cara saya sendiri," dalih Pele.

Maradona menyebut Pele sebenarnya bisa menyelamatkan hidup mantan rekan setimnya itu. Apalagi, Pele tajir melintir sejak jadi pesohor. "Tetapi, ia malah membiarkan Garrincha mati dalam keadaan miskin," tulis Maradona. 

Beberapa hari lalu, genap berusia 82 tahun, Pele mengembuskan nafasnya yang terakhir. Pria yang juga dijuluki O Rei (Sang Raja) itu ditaklukkan oleh kanker yang telah menggerogoti tubuhnya sejak beberapa tahun lalu.

Pele menyusul Maradona yang telah lebih dulu mangkat. Dua tahun lalu, Maradona meninggal karena serangan jantung. Kala itu, usianya baru 60 tahun. Menghitung Garrincha, dunia kini telah kehilangan tiga legenda sepak bola terbesar. 
 

Berita Lainnya
×
tekid