close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, yang mengusulkan Pemilu 2024 diundur 1-2 tahun. Dokumentasi DPR
icon caption
Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, yang mengusulkan Pemilu 2024 diundur 1-2 tahun. Dokumentasi DPR
Pemilu
Kamis, 24 Februari 2022 08:17

"Gosok" isu Pemilu 2024 diundur, akademisi IPDN sentil Cak Imin

Isu Pemilu 2024 diundur kembali mencuat. Kali ini digosok Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
swipe


Usul Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 diundur kembali berhembus. Setelah Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, kali ini giliran Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, yang "menggosoknya".

Menurut Guru Besar Ilmu Pemerintahan IPDN, Johermansah Djohan, wacana tersebut sangat riskan lantaran berpeluang melahirkan terjadinya konflik politik nasional. Dia pun mengkritik para elite yang memainkan isu ini.

"Kalau bikin usulan sebagai pimpinan bangsa jangan pengarep-arep, jangan terlalu bebas gitu, ya. Harus kuat dasar konstitusinya," tegasnya dalam keterangan tertulis, Rabu (23/2).

Johermansah menyatakan demikian karena permintaan agar pemilu ditunda 1-2 tahun tidak memiliki alas hukum yang kuat bahkan bertentangan dengan konstitusi (UUD 1945).

UUD 1945, ungkapnya, mengatur masa jabatan presiden/wakil presiden secara ketat. Pasal 7 UUD 1945 pun membatasi masa jabatan kepala negara paling lama dua periode. Karenanya, Cak Imin diminta tak terlalu berharap aspirasinya bakal terwujud.

“Sekarang kalau ada usul perpanjangan, gimana ngaturnya? Pilkada sekarang, kan, lagi ramai juga. [Namun] konteks [usul] ini untuk mengundur pilpres. Slotnya itu tidak ada dalam konstitusi kecuali ada amandemen konstitusi," bebernya.

Johermansah berpendapat, "mimpi" Cak Imin agar Pemilu 2024 diundur dapat direalisasikan apabila mendapat dukungan mayoritas di legislatif untuk mengemendemen konstitusi.

"Apakah mungkin itu dilakukan perubahan Undang-Undang Dasar sekarang ini? Saya kira, kalau dilihat dari konstelasi kekuatan politik, ya, bisa saja kalau memang berani. Kan, [PKB] ini bagian dari koalisi besar," paparnya.

"Tapi, tentu perubahan Undang-Undang Dasar seperti itu harus melibatkan publik dan rakyat banyak. Nah, itu saya khawatir nanti rakyat banyak menolak, maka terjadilah kisruh politik secara nasional. Berani bertanggung jawab kalau ada kisruh politik nasional?" tandasnya.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan