sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Peluang Prabowo menang di Jateng

Pemindahan posko kemenangan tim Prabowo ke Jateng karena melihat peluang mendapatkan suara.

Mona Tobing Robi Ardianto
Mona Tobing | Robi Ardianto Selasa, 11 Des 2018 15:32 WIB
Peluang Prabowo menang di Jateng

Akhir pekan lalu calon wakil presiden Sandiaga Uno mengatakan bakal memindahkan markas kemenangan ke Jawa Tengah per Januari 2019. Alasannya, Jateng merupakan provinsi penting yang harus dimenangkan. 

Badan Pemenangan Nasional (BPN) meyakini apabila mampu memenangkan Jateng, maka diyakini mampu meraih kemenangan secara nasional. Gongnya adalah hasil pemilihan Gubernur Jateng 2018 mampu meraup suara sebesar 41,23% untuk pasangan Sudirman Said yang berlaga di Jateng. 

Meski kalah dari pesaingnya Ganjar, namun fakta yang menarik adalah hasil dari lembaga survei yang sebelumnya merilis kalau kemenangan Ganjar Pranowo- Taj Yasin bisa mencapai 60%, tapi rupanya selisih suara tipis dari Sudirman yang diusung Gerindra.

Makanya, BPN percaya diri apabila modal tersebut terus dijaga dan dipertahankan diyakini mampu pula mengantarkan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2019. 

Ketua DPP Partai Gerindra Nizar Zahro menjelaskan, pemindahan posko ke Jateng sesungguhnya hal yang biasa dan tidak perlu dikomentari terlalu serius. Ia bahkan menyebut komentar KH Ma'ruf Amin yang menyebut tidak mudah mengambil suara di Jateng, sebagai tanda kepanikan. 

"Mereka panik dan selalu memakai kacamata yang negatif kepada kami. Hanya saja memang perlu diketahui Jateng menjadi pilihan kami selain karena efesiensi tim, juga melihat peluang untuk mendapatkan suara sangatlah besar di Jateng. Banyak permintaan dari tokoh-tokoh Jateng untuk tim kami beraktivitas di sana," terang Nizar kepada Alinea.id
 

Lalu apa yang membuat capres dan cawapres ingin memutihkan Jateng? Enam alasan ini mungkin jadi pertimbangan Gerindra untuk mendulang suara di Jateng.  

1. Jateng provinsi strategis
Provinsi Jateng merupakan salah satu provinsi Indonesia yang strategis karena diapit dua provinsi besar yakni Jawa Barat dan Jawa Timur serta Daerah Istimewa Yogyakarta. Tentu ini menjadi aset bagi partai politik. 

2. Megawati pernah kalah
Meski PDI P menguasai peta politik di tingkat Jawa Tengah, hal ini ternyata tidak berlaku dalam pemilu Presiden 2009. Di Jawa Tengah, pasangan Megawati -Prabowo pernah dikalahkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono. Megawati – Prabowo harus mengakui keunggulan lawan politiknya yakni pasangan SBY - Boediono yang mampu meraih suara sebanyak 53,06%. Meski pada pemilu presiden tahun 2014, Joko Widodo menang dari Prabowo. 
 

3. Jateng terbagi dua mazhab. 
Jateng terbagi dua mazhab yakni nasionalis dan Islam. Biasanya, pemilih politik nasionalis berasal dari wilayah pedalaman. Sementara bagi pemilih yang Islam lebih banyak berasal dari pesisir utara. 

4. Bisa menjadi basis dukungan 
Kuatnya basis dukungan massa pendukung sangat berarti bagi partai politik, Khususnya PDI Perjuangan (PDI P) yang menjadikan provinsi Jateng sebagai tolak ukur bagi provinsi-provinsi lain. Bahkan, keberadaan PDI P di Jateng mempunyai efek lebih bagi perkembangan PDI P secara keseluruhan. 
 

5. Korupsi
Celah suara yang dapat diambil oleh tim BPN adalah kepercayaan publik atas Ganjar Pranowo, Gubernur Jateng yang juga kader PDI P tersangkut kasus KTP elektronik. Kasus Ganjar menambah deretan korupsi kepala daerah di Jateng yang merupakan kader PDI P. 

6. Dominasi orang tua 
Banyak pengikut fanatik PDI P merupakan pemilih loyal yang sebagian besar merupakan orang-orang yang usianya sudah tua. Berkaca pada kondisi terkini, mungkin tidak lagi relevan dengan generasi milenial yang memiliki pengalaman dan ideologi berbeda. 
 

Berita Lainnya
×
tekid