Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Budiman Sudjatmiko menegaskan komitmen penuh BP Taskin dalam mempercepat implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan pendekatan targeting yang tepat sasaran dan berbasis data komprehensif.
"Pasca arahan Bapak Presiden hari ini (15/8), BP Taskin siap mempercepat pelaksanaan program strategis ini dengan metodologi yang telah kami kembangkan secara cermat. Kami akan memfokuskan 1.000 titik SPPG (Satuan Pendidikan Penyelenggara) pada kantong-kantong kemiskinan dan daerah 3T untuk memastikan dampak optimal bagi anak-anak yang paling membutuhkan," tegas Budiman Sudjatmiko.
Metodologi Berbasis Data untuk Targeting Efektif
Untuk itu, BP Taskin telah mengembangkan metodologi penentuan lokasi SPPG yang menggabungkan tiga indikator utama: Pertama tingkat kemiskinan kabupaten/kota berdasarkan data BPS 2024. Kedua, identifikasi daerah 3T sesuai Perpres 63/2020, dan ketiga, estimasi populasi siswa SD-SMA dari data Susenas 2024.
"Kami menggunakan metodologi melalui pendekatan berbasis permintaan (demand-based) dengan menghitung proporsi siswa di setiap wilayah terhadap total nasional. Kami telah mengidentifikasi 264 kabupaten/kota sebagai kantong kemiskinan, dengan 115 di antaranya memenuhi seluruh kriteria prioritas," ungkap Budiman.
Untuk daerah 3T, BP Taskin telah memetakan 62 kabupaten/kota daerah tertinggal dan 11 kabupaten/kota yang memenuhi seluruh kriteria wilayah 3T, dengan total estimasi 392.000 siswa yang akan dilayani melalui 41 unit SPPG di lima provinsi Indonesia bagian timur.
Distribusi Proporsional dengan Jaminan Pemerataan
Sistem alokasi BP Taskin menerapkan prinsip minimal satu titik SPPG per kabupaten/kota yang memenuhi kriteria, dengan distribusi tambahan berdasarkan proporsi jumlah siswa. Formula ini mencakup buffer cadangan 20% untuk mengantisipasi kebutuhan lapangan yang dinamis.
"Nusa Tenggara Timur menjadi prioritas tertinggi dengan empat kabupaten target melayani 241.263 siswa. Diikuti Maluku dengan tiga kabupaten untuk 63.988 siswa, serta Papua dan sekitarnya dengan empat kabupaten melayani 50.050 siswa," rinci Budiman.
Aksi Konkret: Tim BP Taskin ke Toraja Utara
BP Taskin akan mengirimkan tim khusus ke Kabupaten Toraja Utara pada 20 Agustus 2025 untuk mempersiapkan implementasi enam titik SPPG di dua kecamatan terpencil. Misi ini, merupakan pilot project untuk menguji efektivitas metodologi di lapangan sebelum replikasi nasional.
"Toraja Utara dipilih karena karakteristiknya sebagai daerah dengan tantangan geografis dan aksesibilitas yang tinggi. Pengalaman di sana akan menjadi pembelajaran berharga untuk penyempurnaan strategi implementasi di seluruh Indonesia," jelas Budiman.
Sinergi Program dan Dampak Jangka Panjang
BP Taskin mengintegrasikan program MBG dengan strategi pengentasan kemiskinan nasional yang lebih luas, menargetkan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia melalui intervensi gizi pada usia sekolah.
"Program ini bukan sekadar pemberian makanan, tetapi investasi strategis dalam pembangunan SDM Indonesia. Dengan targeting berbasis data dan monitoring real-time, kami optimis dapat mencapai dampak optimal dalam mengurangi stunting dan meningkatkan prestasi akademik anak-anak di daerah tertinggal," tutup Budiman Sudjatmiko.
Penguatan Koordinasi Regional melalui Kemendagri
Dalam pelaksanaan program MBG, BP Taskin menjalin koordinasi strategis dengan Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai leading sector utama. Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri memiliki peran vital dalam memastikan sinkronisasi dengan pemerintah daerah di seluruh target lokasi. Peran tersebut meliputi fasilitasi koordinasi lintas wilayah, penguatan kapasitas pemda, serta integrasi program MBG dengan agenda pembangunan daerah, sehingga implementasi berjalan efektif dan berkelanjutan di tingkat regional.
Selain itu, BP Taskin akan terus melakukan evaluasi berkala dan menyesuaikan metodologi berdasarkan kondisi lapangan. Langkah ini penting untuk menjamin keberlanjutan sekaligus memperluas jangkauan program MBG di masa mendatang.
Sementara, Kepala BGN Dadan Hindayana, menyampaikan, sudah ada 5.235 SPPG yang beroperasi di 38 provinsi, 502 kabupaten, dan 4.770 kecamatan di seluruh Indonesia.
Layanan tersebut telah menjangkau 15 juta penerima manfaat, dengan target mencapai 20 juta pada 15 Agustus 2025 dan ditingkatkan hingga 82,9 juta penerima manfaat pada akhir 2025. Pernyataan ini disampaikan Dadan dalam agenda Penandatanganan Nota Kesepahaman antara BGN dan Kementerian Pariwisata, di Jakarta, Rabu (13/8).
Dampak Ekonomi Lokal
Selain manfaat gizi, program SPPG juga memberi dampak signifikan pada perekonomian daerah. Setiap unit SPPG rata-rata membutuhkan pasokan harian berupa 200 kg beras, 3.000 butir telur, 350 ekor ayam, 300 kg sayuran, 350 kg buah, dan 450 liter susu. Semua kebutuhan dipenuhi dari UMKM lokal, sehingga mendorong perputaran ekonomi di tingkat masyarakat.
Hingga kini, total investasi masyarakat untuk pembangunan SPPG yang beroperasi telah mencapai sekitar Rp10 triliun, belum termasuk 17.000 unit SPPG yang masih dalam tahap verifikasi. Jika target 30.000 unit SPPG tercapai, diperkirakan ada perputaran dana sebesar Rp40 triliun, di luar anggaran pemerintah.
“Jangan heran jika toko material dan restoran kini kebanjiran pesanan dari SPPG. Banyak restoran, kafe, hingga hotel yang bertransformasi menjadi SPPG. Ini bukti nyata bahwa program ini tidak hanya menyehatkan masyarakat, tetapi juga menggerakkan ekonomi,” pungkas Dadan.