close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Resmi, PDIP jawara Pemilu Legislatif 2024
icon caption
Resmi, PDIP jawara Pemilu Legislatif 2024
Peristiwa
Rabu, 05 Februari 2025 12:09

Jadi "penguasa" DPR, mengapa citra PDI-P melorot?

Tingkat kepuasan publik terhadap PDI-P bahkan jauh lebih rendah dari parpol papan tengah seperti PAN dan NasDem.
swipe

Meskipun berstatus sebagai pemenang Pileg 2024, citra PDI-Perjuangan di mata publik cenderung melorot. Survei Litbang Kompas yang dirilis akhir Januari lalu menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu hanya mencapai 53,1%. Selain itu, PDI-P hanya dipersepsikan positif oleh 56,3%. 

Situasinya berbeda dengan parpol-parpol pendukung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM). Gerindra, misalnya, dipersepsikan positif oleh 88,3% responden. Tingkat kepuasan publik partai besutan Prabowo itu mencapai 83%. 

Golkar, parpol peraih kursi DPR RI terbanyak kedua di Pileg 2024, juga serupa. Kini dipimpin Bahlil Lahadalia, tingkat kepuasan publik terhadap parpol berlambang pohon beringin itu mencapai 73,4%. Sebanyak 76,5% responden mempersepsikan Golkar secara positif. 

Parpol-parpol yang baru belakangan bergabung dengan KIM juga merasakan tingkat kepuasan publik yang tinggi. Partai Kebangkitan Bangsa bahkan masuk di jajaran tiga besar parpol dengan kepuasan tertinggi dengan raupan 78,6%.

Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak menganggap wajar jika kinerja PDI-P dianggap rendah oleh publik sebagaimana direkam survei Kompas. Saat ini, PDI-P dipersepsikan sebagai oposisi pemerintahan. 

"Sementara kepuasan publik dalam 100 hari pemerintahan Prabowo sangat tinggi, maka parpol yang dipersepsikan sebagai antitesa pemerintah mengecil. Wajar saja sebenarnya karena 100 hari pemerintah memang mengalir saja. Belum ada persoalan-persoalan besar yang muncul yang menyangkut hajat hidup wong cilik," kata Zaki kepada Alinea.id, Senin (3/2).

PDI-P, kata Zaki, tidak perlu berkecil hati. Pasalnya, popularitas dan elektabilitas parpol cenderung fluktuatif. Bukan tidak mungkin PDI-P kembali rebound jika berada di kubu oposisi saat kebijakan pemerintah justru tak populis atau tidak berpihak pada rakyat kecil.

"Misalnya, kasus kelangkaan gas melon 3 kilogram dan sulitnya masyarakat kecil mendapatkan gas. Jika tidak teratasi dengan baik, ini bisa saja merontokkan kepercayaan publik kepada pemerintah. Jika itu terus berlangsung, bisa jadi PDI-P dapat efek positif dan naik citranya sebagai oposisi," kata Zaki. 

Zaki berharap PDI-P tidak goyah sebagai oposisi. Terlepas dari persepsi publik, pemerintah butuh parpol yang bisa berperan sebagai penyeimbang supaya proses checks and balances bisa berjalan di parlemen. Pada pemilu berikutnya, PDI-P juga bisa meraup keuntungan elektoral jika kinerjanya sebagai oposisi ciamik.

"Hanya saja, PDI-P perlu menjaga performa politik sebagai oposisi yang berkualitas, tidak transaksional, dan rasional-kritis. Saya kira akan sangat baik jika PDI-P membentuk kabinet bayangan sebagai fungsi kontrol terhadap pemerintah. Dengan begitu, peran dan fungsi sebagai partai oposisi semakin tajam, tidak abu- abu," kata Zaki. 

Senada, analis politik dari Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman menganggap wajar hasil survei Litbang Kompas yang menunjukan peningkatan citra pada partai pendukung pemerintah. Saat ini, pemerintahan Prabowo-Gibran sedang "unjuk gigi" dengan program-program populis yang menyasar rakyat kecil.

"Bisa dimaklumi terkait survei parpol yang (menunjukkan) PDI- Perjuangan berada pada posisi di bawah partai pendukung Prabowo-Gibran. Kalau dilihat, dukungan terhadap kinerja Prabowo ini kuat, seiring dengan kebijakan populis yang diluncurkan seperti makan siang gratis yang menyentuh kelas bawah," kata Airlangga kepada Alinea.id.

Saat ini, elite-elite politik di PDI-P dan KIM tengah menyusun agenda untuk mempertemukan Prabowo dan Megawati. Santer beredar isu PDI-P bakal ikut memperkuat KIM jika tercapai kesepakatan politik antara Prabowo dan Megawati.  

Terkait itu, Airlangga berharap PDI-P tidak terjebak dalam dikotomi parpol oposisi dan parpol pendukung pemerintahan. Seandainya bergabung dengan KIM, PDI-P harus bisa tetap kritis dan berpihak terhadap kepentingan publik.

"PDI-P harus leading pada isu-isu terdepan publik seperti seruan untuk pemberian tukin (tunjangan kinerja) bagi dosen yang baru saja (menggelar) aksi protes, mencari solusi pada isu bagaimana menjawab angka pengangguran kerja di era krisis dan isu-isu publik lain, terutama yang menyangkut kesejahteraan publik," kata Airlangga.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan