Beberapa waktu lalu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Diponegoro (Undip) memutuskan keluar dari aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM SI). Pangkalnya, mereka kecewa terhadap acara Musyawarah Nasional XVII BEM SI Kerakyatan yang diadakan di Universitas Dharma Andalas, Padang, Sumatera Barat pada 13-19 Juli 2025.
Sebab, gerakan mahasiswa yang mengatasnamakan kerakyatan tersebut melibatkan sejumlah politikus, aparat kepolisian, pejabat daerah, dan perwakilan Badan Intelijen Negara (BIN).
“Kepada kawan-kawan aliansi BEM SI Kerakyatan. Demi meneguhkan nilai dan kesetiaan pada gerakan rakyat, BEM KM UGM menarik diri dari aliansi BEM SI Kerakyatan,” tulis Ketua BEM KM UGM, Tiyo Ardianto dalam pernyataan sikap yang diunggah di akun Instagram @bemkm_ugm pada Jumat (18/7).
Menurut mantan Koordinator Pusat BEM SI, Kaharuddin, keluarnya BEM UGM dan Undip tersebut merupakan bagian dari dinamika biasa dalam tubuh aliansi. Dia menekankan, hak setiap kampus untuk bergabung atau keluar merupakan bagian dari otonomi gerakan mahasiswa.
“Artinya tidak ada kesamaan nilai lagi. Yang terpenting adalah gerakan mahasiswanya masih tetap jalan, berdasarkan kajian dan konsolidasi internal,” ujar Kaharuddin kepada Alinea.id, Jumat (25/7).
Namun, dia mengingatkan, keputusan keluar dari aliansi tidak berujung pada melemahnya gerakan mahasiswa dalam mengkritisi kebijakan pemerintah. Kaharuddin juga menyoroti pentingnya menyatukan kembali faksi-faksi yang muncul di tubuh BEM SI, terutama pasca-dualisme yang bermula pada Musyawarah Nasional di Universitas Andalas (Unand) pada 2021.
“Harapannya, ini menjadi momentum seluruh anggota aliansi BEM SI bersatu menjadi satu wadah, tanpa adanya dualisme,” ujar Kaharuddin.
“Yang tidak mau bersatu, artinya memiliki ego atau kepentingan sendiri dalam aliansi, bukan untuk kepentingan bersama.”
Kaharuddin juga menegaskan, semangat kolektif dalam gerakan mahasiswa harus terus dijaga. Hal itu hanya dapat dicapai jika setiap elemen BEM SI kembali pada nilai-nilai awal yang disepakati bersama.
“Aliansi BEM SI juga harus terima kritikan tersebut, karena bicara semangat kolektif tentu ada rasa kebersamaan, persatuan, dan komitmen terhadap nilai yang sudah disepakati,” ujar Kaharuddin.
Di tengah berbagai sorotan terhadap arah gerakan mahasiswa saat ini, Kaharuddin juga mengingatkan pentingnya menjaga independensi BEM SI dari kepentingan eksternal. Dia menyebut, independensi tetap dapat terjaga meski aliansi menjalin komunikasi dengan penguasa, selama keputusan yang diambil tetap berdasarkan hati nurani dan idealisme mahasiswa.
“Bahkan saat audiensi atau komunikasi dengan penguasa menghasilkan evaluasi kebijakan, itu bisa jadi alternatif gerakan tanpa harus turun ke jalan,” tutur Kaharuddin.