

Lingkaran setan korupsi para hakim

Kejaksaan Agung membongkar kasus dugaan suap perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng. Dari hasil penyidikan, sebanyak delapan orang ditetapkan sebagai tersangka, di antaranya tiga hakim yang menangani perkara tersebut.
Perkara korupsi minyak goreng awalnya disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Maret 2024, dengan putusan vonis lepas terhadap tiga perusahaan besar, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Nilai suap mencapai Rp60 miliar.
Korupsi di sektor peradilan kerap terjadi. Catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), pada 2023 ada 11 kasus korupsi di sektor peradilan.
Tahun lalu, tiga hakim yang mengadili terdakwa pembunuhan Ronald Tannur ditangkap karena dinilai menerima suap sebesar Rp4,67 miliar untuk memengaruhi hasil putusan. Mereka memvonis bebas Ronald pada Juli 2024.
Transparency International menyebut, korupsi peradilan terbagi dalam dua kategori, yakni campur tangan politik dalam proses peradilan oleh legislatif atau eksekutif dan penyuapan.
Tahun 2007, Transparency International merilis survei yang mengungkap, pada lebih dari 25 negara, setidaknya satu dari 10 rumah tangga harus membayar suap untuk mendapatkan akses ke keadilan.
Pada 20 negara lainnya, tiga dari 10 rumah tangga melaporkan penyuapan terlibat dalam mengamankan akses ke keadilan atau hasil yang “adil” di pengadilan. Di Albania, Yunani, Indonesia, Meksiko, Moldova, Maroko, Peru, Taiwan, dan Venezuela, disebut Transparency International, angkanya bahkan lebih tinggi.
“Penyuapan tidak hanya membuat keadilan tidak terjangkau, tetapi juga merusak kapasitas sistem peradilan untuk melawan korupsi dan berfungsi sebagai merkusuar independensi dan akuntabilitas,” kata mantan Wakil Ketua Transparency International, Akere Muna dalam situs Transparency International.
Transparency International menyatakan, korupsi dalam sistem peradilan menafikan akses warga negara terhadap keadilan dan hak asasi manusia atas peradilan yang adil dan tak memihak.
“Korupsi peradilan berarti suara orang yang tidak bersalah tidak didengar, sementara orang yang bersalah bertindak tanpa hukuman,” kata mantan Ketua Transparency International Huguette Labelle dalam situs Transparency International.
Kegagalan menunjuk pejabat pengadilan berdasarkan prestasi bisa menyebabkan pemilihan hakim yang mudah disuap dan korup. Hakim yang “bandel” bisa dipindahkan atau kasus-kasus sensitif dapat dilimpahkan kepada hakim yang lebih mudah disuap.
Laporan 32 negara dalam Global Corruption Report 2007 menyebut, hakim bisa menerima suap untuk menunda atau mempercepat kasus, menerima atau menolak banding, memengaruhi hakim lain, atau hanya untuk memutuskan suatu kasus dengan cara tertentu.
Peneliti senior di The Van Vollenhove Institute di Universitas Leiden, Andriaan Bedner dalam tulisannya “Judical Corruption: Some Consequences, Causes and Remedies” menulis, pada titik tertentu, hakim disosialisasikan untuk menjadi korup. Seorang hakim yang tidak ikut “bermain”, kata Bedner, berisiko menjadi orang terasing, kehilangan peluang promosi, dan kemungkinan besar akan meninggalkan profesi yudisial sepenuhnya.
“Penting untuk mengakui bahwa korupsi dapat menjadi bagian dari budaya organisasi pengadilan karena budaya organisasi sangat resisten terhadap perubahan,” tulis Bedner.
“Dalam banyak kasus, ada hubungan jangka panjang antara hakim dan advokat yang sulit diubah, apalagi diputuskan. Hubungan serupa juga ada antara hakim dan jaksa serta antara hakim dan perwakilan pemerintah yang sering muncul di pengadilan.”
Bedner mengemukakan, ada empat kondisi yang memunculkan sosialisasi korupsi di lembaga peradilan, yakni batasan yang tidak jelas antara ranah politik dan privat, kebutuhan, tidak ada atau kurangnya informasi hukum yang lengkap, serta pendidikan hukum yang tidak sempurna dan perbedaan dalam gaya hukum.
Transparency International menyebutkan, faktor-faktor yang memengaruhi kerentanan hakim tak cuma gaji yang buruk, tetapi juga kondisi kerja yang tidak aman, termasuk proses promosi dan transfer yang tidak adil serta kurangnya pelatihan berkelanjutan.
Bedner menulis, korupsi di peradilan adalah fenomena sosial yang terinternalisasi, sehingga membutuhkan waktu untuk diberantas. Sebab, membutuhkan waktu pula untuk mengubah perilaku. Pengadilan pun bukan entitas independen yang bertindak terisolasi dari sistem hukum lainnya.
“Hakim berurusan dengan advokat yang menjadi abgian dari masalah karena mereka biasanya membayar suap untuk klien mereka, sambil kemungkinan besar menyimpan sebagian uang tersebut untuk diri mereka sendiri,” tulis Bedner.
Bedner melanjutkan, bila pendidikan hukum tidak dianggap serius, maka tidak akan ada hakim yang baik. “Meskipun sulit untuk membuktikannya, saya yakin kurangnya keterampilan profesional hukum menyebabkan rendahnya rasa harga diri dan kurangnya kebanggaan profesional, yang membuat hakim lebih rentan terhadap korupsi,” kata Bedner.
Menurut Transparency International, berdasarkan Global Corruption Report 2007, ada beberapa solusi untuk mengatasi korupsi di peradilan. Pertama, pengangkatan dan pemberhentian hakim dan jaksa harus transparan, independen dari cabang eksekutif dan legislatif, serta berdasarkan pengalaman dan kinerja.
Kedua, wartawan harus bebas memantau dan mengomentari proses hukum, melaporkan informasi yang dapat diandalkan tentang undang-undang, usulan perubahan undang-undang, prosedur pengadilan, dan putusan kepada publik. Ketiga, peran pengawasan masyarakat sipil sangat penting.
“Dengan memantau dan mengomentari pemilihan hakim, kode etik peradilan dan disiplin hakim, cara pengadilan menangani kasus dan cara hakim membuat keputusan, masyarakat sipil dapat menarik perhatian pada kelemahan sistemik yang memfasilitasi korupsi, serta memberi tahu pemerintah bahwa mereka akan dimintai pertanggung jawaban atas pemenuhan komitmen antikorupsi,” tulis Transparency International.


Tag Terkait
Berita Terkait
Perlukah durasi penyidikan kasus pidana dibatasi?
J Trust Bank laporkan peer 2 peer lending Crowde ke polisi
Apa jadinya jika sumpah advokat dibekukan?
PT DOS-NI-ROHA didaftarkan ke PKPU

