Mampukah Israel mengalahkan Iran?
Konflik antara Israel dan Iran kian panas setelah Amerika Serikat (AS) mengeluarkan sinyalemen untuk mendukung kampanye militer Israel. Dilansir dari CNN, dua pejabat Gedung Putih yang tak mau disebut namanya mengatakan Presiden AS Donald Trump sedang mempertimbangkan pengerahan militer AS untuk membantu Israel menyerang fasilitas nuklir Iran.
Opsi diplomasi untuk menyelesaikan konflik masih terbuka. Namun, Trump juga mengisyaratkan pintu untuk solusi diplomatis dalam perang Israel-Iran kian tertutup.
"Saya tidak begitu berminat untuk berunding dengan Iran," kata Trump kepada wartawan sepulang dari pertemuan KTT G7 di Kanada, Rabu (17/6) lalu.
Dalam unggahan Truth Social miliknya, Trump juga menyerukan supaya Iran menyerah tanpa syarat. Ia bahkan mengklaim militer AS tahu tempat persembunyian pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
"Dia (Khamenei) adalah target yang mudah, tapi masih aman di sana–Kami tidak akan menargetkan dia (membunuh!), setidaknya tidak saat ini," tulis Trump.
Khamenei merespons keras. Ia mengatakan Iran tak akan menerima perang atau perdamaian yang dipaksakan. Ia juga mengingatkan serangan militer AS di teritori Iran bakal punya konsekuensi berat bagi AS.
"Orang Amerika seharusnya tahu bahwa bangsa Iran tidak bisa dipaksa menyerah," kata Khamenei dalam sebuah siaran televisi di Iran.
Perang antara kedua negara pecah setelah militer Israel menyerang sejumlah instalasi militer dan fasilitas nuklir milik Iran, Jumat (13/6) lalu.
Tak hanya menghancurkan sejumlah bangunan, serangan rudal Israel juga membunuh Panglima Garda Revolusi Iran (IRGC) Hossein Salami, Kepala Staf IGRC Mayjen Mohammed Bagheri, dan sejumlah ilmuwan nuklir Iran.
Tak lama setelah serangan rudal Israel reda, Khamenei menjanjikan serangan balasan. "Dengan serangan ini, rezim Zionis sedang menyiapkan nasib buruk bagi mereka sendiri, yang pasti akan mereka terima," ujar Khamenei.
Selama beberapa hari, Israel dan Iran saling serang menggunakan rudal dan drone. Di pihak Iran, hingga Rabu (18/6), setidaknya lebih dari 580 orang tewas akibat hantaman bom Israel. Di sisi lain, Israel merahasiakan jumlah korban tewas dan kerusakan akibat serangan rudal Iran.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mewanti-wanti agar AS tak ikut terjun dalam perang Israel-Iran. Keterlibatan AS, kata dia, hanya akan bikin perang meluas dan merusak stabilitas keamanan Timur Tengah.
"Dunia saat ini hanya beberapa militer dari bencana besar karena serangan bertubi-tubi militer Israel ke infrastruktur nuklir Iran," kata Zakharova seperti dikutip dari Al Jazeera.

Bagaimana perbandingan kekuatan militer Iran dan Israel?
Kedua negara telah menjalankan perang proxy selama puluhan tahun. Dari segi militer, Israel dan Iran punya keunggulan masing-masing.
Dikutip dari The Military Balance 2025 yang diterbitkan International Institute for Strategic Studies, Iran punya lebih banyak prajurit aktif, yakni 3,5 kali lipat dari jumlah prajurit aktif Israel.
Iran juga memiliki lebih banyak kendaraan tempur, artileri, dan kapal perang. Seperti Israel, Iran juga mengembangkan pesawat nirawak atau drone. Sejumlah laporan media menunjukkan drone produksi Iran bahkan dipakai dalam invasi Rusia ke Ukraina.
Di sisi lain, Israel unggul dalam jumlah pesawat dan helikopter tempur, anggaran militer dan kepemilikan senjata nuklir. Pesawat termpur Israel juga jauh lebih canggih ketimbang yang dimiliki Iran. Saat ini, Iran masih mengoperasikan jet tempur uzur seperti F-4 dan F-5 yang diproduksi pada 1950-an dan 1960-an.
Seberapa besar peluang Israel mengalahkan Iran?
James Ker-Lindsay, peneliti senior London School of Economics, Iran saat ini dalam posisi lemah. Iran kehilangan sekutu terbesarnya di Timur Tengah, Suriah. Selain itu, Hezbollah yang lazimnya jadi pasukan proxy Iran sedang membangun kembali kekuatan militernya. Hamas pun tak bisa diharapkan.
Namun demikian, Ker-Lindsay mengatakan Iran tak mungkin bisa ditaklukkan hanya lewat serangan udara. Israel atau bahkan AS harus menginvasi dan mengokupasi teritori Iran untuk kemenangan mutlak.
Persoalannya, teritori Iran sangat luas dengan jumlah penduduk mencapai 90 juta jiwa. Punya pengalaman pahit dalam perang di Afghanistan, AS juga tak akan gegabah menerjunkan pasukan langsung ke wilayah Iran.
"Meskipun banyak warga Iran membenci rezim yang berkuasa saat ini, pasukan Israel tak akan disambut oleh warga Iran. Lebih jauh, tak mungkin juga ada negara yang mau melakukan itu (menginvasi Iran)," kata Ker-Lindsay dalam sebuah siniar di Youtube.
Menurut dia, ada sejumlah opsi yang bisa dijalankan Israel. Pertama, Israel terus membombardir fasilitas nuklir Iran. Kedua, Israel mengupayakan perdamaian lewat negosiasi yang ditengahi AS. Ketiga, Israel membuka pembicaraan damai tanpa bantuan AS.
Terakhir, perubahan rezim di Iran sebagaimana yang diinginkan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu. "Akan tetapi, Israel juga tidak mungkin bisa memastikan bahwa rezim baru di Iran akan lebih bersahabat," kata dia.


