Beberapa malam belakangan, Khaldoun Hallak bersama teman-temannya berkumpul di sebuah taman yang menghadap ke Damaskus, Suriah sembari minum terba mate, camilan kacang, dan mengisap pipa hookah. Mereka sesekali mengamati langit untuk melihat rudal yang melesat di atas kepala.
“Kita sudah melalui 14 tahun perang. Ini adalah pertama kalinya Suriah tidak ada hubungannya dengan perang, kita hanya menjadi penonton,” kata Hallak kepada AP News.
Sejak Israel melancarkan serangkaian serangan ke Iran pada Jumat (13/6), Iran membalas dengan serangan rudal dan pesawat tak berawak. Negara-negara tetangga berada di jalur saling serang rudal itu.
Rudal dan pesawat nirawak ada yang jatuh di Suriah, Lebanon, dan Irak. Merusak rumah-rumah, menyebabkan kebakaran, dan menewaskan seorang perempuan di Suriah. Sejauh ini, perang antara Israel dan Iran sudah menewaskan 224 warga Iran dan 24 orang di Israel.
Di Lebanon, dilaporkan AP News, di media sosial beredar video yang memperlihatkan orang-orang bersuka ria, menari, dan minum di atas atap gedung—sedangkan proyektil berkelebat di langit.
Bagi sebagian orang di wilayah tersebut, menyaksikan Iran dan Israel saling serang merupakan bentuk schadenfreude. Orang Suriah lekat dengan istilah “taring anjing di kulit babi,” yang berarti dua orang yang dianggap hina sedang bertengkar.
Banyak orang Suriah yang tidak suka dengan intervensi Iran dalam mendukung mantan Presiden Bashar Assad selama perang saudara, namun juga marah terhadap invasi Israel di Suriah sejak Assad jatuh. Penduduk Suriah sangat bersimpati dengan Palestina akibat genosida di Gaza.
“Semoga Tuhan mempertemukan para penindas,” kata salah seorang warga Suriah, Ahmad al-Hussein yang tengah duduk di taman bersama teman-temannya sembari menunggu rudal melintas, Senin (16/6).
“Saya harap ini terus berlanjut. Kami telah dirugikan oleh keduanya.”
Seorang mahasiswa bernama Hassan Shreif, yang merupakan warga Lebanon mengatakan, setelah perang tahun lalu antara Hizbullah dan Israel di Lebanon, kelompok militan tersebut mengalami kerugian yang besar. Perang itu menewaskan lebih dari 4.000 orang, termasuk ratusan warga sipil.
“Jadi apa pun, bahkan jendela yang pecah di Tel Aviv, merupakan kemenangan bagi mereka,” kata Shreif.
Setiap kali rudal Iran melintas di atas kepala, kata dia, orang-orang di daerah itu bersorak kegirangan. “Selalu ada sekelompok orang yang diam-diam memeluk tembok seperti yang kami katakan dalam bahasa Arah, melangkah dengan hati-hati dan berdoa agar kami tidak masuk ke dalamnya,” tutur Shreif.
Kepada Al Jazeera, seorang warga Lebanon, Fatima Kandil mengaku merasa puas melihat hujan rudal di Israel. “Balas dendam kami sedang terjadi,” kata Kandil.
Beberapa jam setelah Israel menyerang Iran dan membunuh beberapa komandan tinggi Korps Garda Revolusi Islam pada Jumat (13/6) pagi, Hizbullan merilis pernyataan yang mengutuk serangan itu dan menyampaikan belasungkawa atas tewasnya beberapa perwira Iran. Namun, para analis mengatakan, pernyataan tersebut merupakan tanda yang jelas kalau Hizbullan tak akan ikut berperang untuk mendukung Iran.
“Saat ini, Hizbullah tidak perlu campur tangan karena rudal Iran mampu menghadapi Israel,” kata analis politik Lebanon, Qassem Kassir kepada Al Jazeera.
“Namun, jika situasi meningkat menjadi perang skala besar, tidak ada yang dapat mencegah situasi berubah.”