Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani menilai pengunduran diri hampir 2.000 calon pegawai negeri sipil (CPNS) tahun 2024 sebagai sinyal kuat sistem rekrutmen aparatur sipil negara (ASN) perlu dibenahi secara menyeluruh.
Puan menilai generasi muda Indonesia memiliki semangat pengabdian tinggi, tetapi juga berhak atas sistem kerja yang adil dan berkelanjutan. Oleh karena itu, ia mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan kementerian atau lembaga terkait, untuk bersama-sama melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem rekrutmen ASN.
“Jika ingin membangun birokrasi yang tangguh dan melayani, maka proses rekrutmen harus dimulai dengan transparansi, akurasi kebutuhan daerah, dan empati terhadap calon ASN. Jangan sampai negara kehilangan talenta terbaik hanya karena sistem yang tidak fleksibel,” tegas Puan dalam keterangan tertulis, Jumat (25/4).
Menurut Puan, fenomena ini bukan sekadar masalah administratif, tetapi cerminan kebijakan yang ada belum sepenuhnya relevan dengan dinamika sosial dan harapan generasi muda Indonesia.
“Angka pengunduran diri ini bukan fenomena biasa. Ini adalah alarm sistem yang ada belum mampu menjawab ekspektasi dan kebutuhan generasi muda yang ingin mengabdi dengan cara yang bermakna dan layak,” ujarnya.
Data BKN mencatat sebanyak 1.967 CPNS memutuskan mundur usai dinyatakan lolos seleksi, sebagian besar karena gaji yang dirasa tidak sesuai atau penempatan di lokasi yang jauh dari domisili. Banyak dari mereka sebelumnya tidak lolos pada pilihan utama, namun akhirnya diterima di formasi kosong wilayah lain melalui skema optimalisasi formasi.
Fenomena ini, kata Puan, menunjukkan pentingnya pendekatan yang lebih manusiawi dan adaptif dalam perencanaan formasi CPNS. Ia mendorong agar rekrutmen ASN tidak hanya mengedepankan efisiensi administratif, melainkan juga memperhatikan aspek psikologis, kesejahteraan, dan keberlanjutan karier para calon abdi negara.
“Proses rekrutmen tidak boleh lagi bersifat kaku dan satu arah. Harus ada pendekatan yang lebih strategis, mulai dari perencanaan formasi yang berbasis kebutuhan riil daerah, hingga kejelasan karier dan jaminan kesejahteraan di daerah penempatan,” ujarnya.
Ia juga menekankan penempatan di daerah seharusnya bukan menjadi beban, melainkan tantangan mulia yang disiapkan dengan dukungan insentif, pelatihan, serta fasilitas memadai.
“ASN yang ditempatkan di daerah terpencil semestinya menjadi garda depan pembangunan. Maka perlu ada kompensasi layak dan ekosistem kerja yang mendukung. Kita harus hadirkan semangat keadilan dalam birokrasi,” tandasnya.