Tak hanya murid yang nakal dan warga biasa, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi juga mewacanakan mengirim aparatur sipil negara (ASN) dan guru-guru yang bermasalah untuk dididik di barak militer. Dedi mengatakan pembinaan di barak militer akan jadi sanksi bagi ASN dan guru yang "nakal".
"(ASN) yang tidak produktif, yang sering bolos, nanti ikut pendidikan di sini," kata Dedi saat berkunjung ke markas militer Resimen Induk Daerah Militer (Rindam) III Siliwangi, Bandung, Jabar, awal Mei lalu.
Saat ini, ratusan anak "nakal" tengah mengenyam pendidikan karakter di berbagai barak militer di Jabar sebagaimana instruksi Dedi. Anak-anak itu didisiplinkan karena kerap terlibat tawuran, bolos sekolah, minum alkohol, dan kecanduan gim ponsel.
Kebijakan itu diprotes Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Dalam kajiannya, KPAI menemukan setidaknya 12 persoalan dalam program pendidikan karakter di barak militer. KPAI meminta agar program itu dihentikan.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman N. Suparman, menjelaskan bila mengirim ASN ke barak militer merupakan tindakan yang menyalahi Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
"Selain itu, (sanksi dikirim ke barak militer) tidak ada pula di PP (Peraturan Pemerintah tentang) Manajemen ASN," kata Herman kepada Alinea.id di Jakarta, Senin (19/5).
Herman merasa Dedi Mulyadi sebagai kepala daerah tidak memahami bila ASN merupakan rumpun pejabat sipil dan tidak semestinya dicekoki pendidikan berbau militerisme. Di luar itu, Herman menilai pelibatan militer dalam pemberian sanksi kepada ASN sudah berlebihan.
"Ini semakin menegaskan kalau militer bisa menjabat dan mengendalikan apa saja meskipun rencana mengirim ASN malas ke barak militer ini datang dari kepala daerah," kata Herman.
Dedi, lanjut Herman, sebaiknya mencari cara lain untuk mendisiplinkan ASN malas sesuai UU ASN dan PP Manajemen ASN. Salah satunya bisa melalui mutasi dan demosi. "Jadi, jangan hanya cara instan dengan ke barak militer. Belum tentu juga perilaku bisa berubah dengan tiba-tiba," imbuh Herman.
Pengamat militer dari Universitas Jenderal Soedirman, Andi Ali Said Akbar menilai wacana mendisiplinkan ASN dengan mengirim ke barak militer merupakan langkah yang kurang tepat. Membenahi perilaku ASN yang malas dan kinerjanya tak produktif tidak harus di lingkungan militer.
"Kedisiplinan bisa tumbuh di lingkungan birokrasi seperti kita melihat pegawai-pegawai pemerintah di negara maju bisa disiplin walaupun tidak dibentuk oleh lembaga militer. Perusahaan swasta dan pengusaha- pengusaha menengah kecil di Indonesia juga memiliki kedisiplinan pegawai yang tinggi tanpa pernah dididik oleh militer," kata Andi kepada Alinea.id, Senin (19/5).
Perilaku disiplin, kata Andi, tak tunggal merupakan ciri khas militer saja. Di lain sisi, penyakit-penyakit yang lazimnya diderita para ASN, semisal malas ngantor dan tak produktif, juga bukan hanya datang dari individual. Pemimpin lembaga dan sistem yang dibangun di lembaga juga turut berpengaruh terhadap perilaku mereka.
"Faktornya bisa individu dan bisa juga sistemik kelembagaan. Jangan sampai pendisiplinan ini hanya menyasar ASN pangkat rendah sementara birokrat senior tidak diawasi. Inilah yang merusak kultur profesional. Kedisplinan militer kan juga begitu. Yang didisiplinkan pertama kan para perwiranya, kemudian prajuritnya," kata Andi.
Pendisiplinan ASN, lanjut Andi, perlu dilakukan secara struktural dan terlembaga. Kepala daerah harus memberikan contoh dan menetapkan aturan main yang baku serta menjalankannya secara konsisten.
"Kemudian langkah selanjutnya penting mengidentifikasi problem-problem kelembagaan, seperti kesejahteraan, kompetensi kerja, politisasi birokrasi, manajemen karir yang merusak moral kerja ASN," kata Andi.