close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menteri Perdagangan periode 2015-2016, Tom Lembong. /Foto Instagram @tomlembong
icon caption
Menteri Perdagangan periode 2015-2016, Tom Lembong. /Foto Instagram @tomlembong
Peristiwa - Hukum
Sabtu, 09 Agustus 2025 14:00

Tom Lembong bebas, kenapa terdakwa lainnya tetap diperkarakan?

Selain Tom Lembong, kasus dugaan korupsi importasi gula juga menjerat sembilan pimpinan perusahaan swasta.
swipe

Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong resmi dibebaskan dari Rutan Cipinang, Jakarta, awal Agustus lalu. Tom bebas setelah mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto. Tom hanya beberapa hari mendekam di rutan itu. 

Sebelumnya, Tom divonis hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta dalam kasus korupsi impor gula. Hakim menyatakan perbuatan Tom menyebabkan kerugian negara Rp194 miliar. Duit sebesar itu semestinya jadi keuntungan yang didapatkan PT PPI selaku BUMN.

Namun demikian, hakim tak menemukan duit keuntungan perusahaan-perusahaan swasta yang ditunjuk jadi pengimpor gula mengalir ke kantong Tom. Tidak ada juga mens rea atau niat jahat Tom untuk melakukan pidana korupsi. 

Selain Tom, kasus tersebut menjerat sepuluh pimpinan perusahaan pelaksana impor gula, di antaranya Direktur Utama PT Angels Products periode 2015-2016 Tonny Wijaya, Presiden Direktur PT Andalan Furnindo periode 2011-2024 Wisnu Hendraningrat, dan Direktur Utama PT Sentra Usuhatama Jaya periode 2016 Hansen Setiawan. 

Ada pula Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas Ali Sanjaya B., Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur Hans Falita Hutama, Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama Eka Sapanca, serta Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI Charles Sitorus.

Penasihat hukum Tony Wijaya, Hotman Paris Hutapea meminta agar kasus dugaan korupsi impor gula dihentikan dan status terdakwa kliennya dicabut. Abolisi untuk Tom, kata dia, serta-merta meniadakan tuntutan pidana. 

"Artinya tuntutan terhadap Tom Lembong sebagai pelaku utama tindak pidana korupsi  ditiadakan. Artinya tiada lagi pelaku utama. Sedangkan 8 orang didakwa sebagai turut serta," katanya di akun Instagramnya @hotmanparisofficial, Jumat, 1 Agustus 2025.

Secara teori hukum normatif, menurut Hotman, seharusnya surat dakwaan terhadap para tersangka lainnya turut serta dicabut. "Tapi, ini kan Indonesia. Lain teori lain praktik, saya bicara teori hukum," tambah dia.

Bagaimana sikap Kejaksaan Agung terhadap kasus ini?

Abolisi adalah hak prerogatif presiden untuk menghentikan proses hukum terhadap seseorang atau sekelompok orang yang sedang dalam proses penyidikan, penuntutan, atau bahkan sudah diputus oleh pengadilan, tetapi belum memiliki kekuatan hukum tetap. Abolisi menghapus seluruh akibat dari penjatuhan putusan pengadilan atau menghentikan tuntutan pidana. 

Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno menegaskan abolisi hanya berlaku untuk Tom Lembong. Perkara terhadap sembilan terdakwa lain tetap berjalan. Ia mengingatkan bahwa abolisi bukanlah putusan bebas dari pengadilan.

“Makanya kembali ke situ lagi, perkara ini kan Pak Tom Lembong itu kan tidak bebas. Dia tidak bebas, dia itu kan mendapatkan abolisi.  Yaitu seluruh proses hukum dan segala akibatnya ditiadakan. khusus untuk Pak Tom Lembomg yang lainnya (terdakwa) ya berjalan,” ucapnya di Kejaksaan Agung, Jumat (8/8).

Apa sikap kubu Tom Lembong? 

Kubu Tom Lembong belum mempersoalkan proses perkara hukum yang menjerat terdakwa lainnya. Namun, kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi mengungkapkan Tom telah melaporkan seluruh majelis hakim yang memutus perkara kliennya di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat.

Laporan ini diajukan ke Badan Pengawasan MA dan Komisi Yudisial dengan tudingan pelanggaran kode etik dan profesionalisme. Menurut Zaid, salah satu hakim anggota, Alfis, dianggap tidak mengedepankan asas praduga tak bersalah dan cenderung memposisikan Tom sebagai terdakwa yang sudah pasti bersalah sejak awal.

Setelah bebas, menurut Zaid, Tom ingin mendorong evaluasi menyeluruh terhadap sistem hukum agar tidak ada lagi orang yang mengalami perlakuan seperti dirinya. Ia berterima kasih kepada Presiden Prabowo atas abolisi, namun tetap menilai ada cacat prosedur dalam proses peradilan.

“Dituduh melakukan tindak pidana korupsi sampai vonis kita semua mengetahui tidak ada niat jahat dan tidak ada penerimaan dana. Dan tidak ada niat jahat yang melatar belakangi penerimaan uang terhadap para swasta,” kata Zaid kepada awak media di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Senin (4/8).

Selain itu, tim hukum juga akan melapor ke Ombudsman dan BPKP. Mereka menilai audit BPKP yang menjadi dasar vonis kerugian negara dibuat secara tidak profesional. Zaid bahkan menyoroti adanya kesalahan teknis di laporan audit, seperti kolom yang seharusnya berisi nilai tukar malah diisi kode barang.

Bagaimana respons Mahkamah Agung?

Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Agung Yanto, membenarkan adanya laporan dari kuasa hukum Tom Lembong. Ia mengatakan laporan akan dipelajari dan diklarifikasi secepatnya. 

Jika ditemukan pelanggaran, Bawas MA dapat merekomendasikan sanksi mulai dari teguran hingga pemberhentian hakim. Proses klarifikasi tidak memiliki tenggat waktu pasti karena kompleksitas kasus bisa berbeda-beda.

“Kalau apakah yang bersangkutan akan dipanggil? Ya jelas kan mau diklarifikasi. Pasti, ya ditanya. Tentunya kan juga ada rekaman-rekaman waktu sidang itu, ya. Ada rekaman. Kemudian ya pasti diklarifikasi. Pasti kalau begitu ya,” kata Yanto dalam konferensi pers pada Rabu (6/8).


 

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan