close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden AS Donald Trump berfoto di depan prajurit militer AS di Fort Bragg, North Carolina, AS, Juni 2025. /Foto Instagram @realdonaldtrump
icon caption
Presiden AS Donald Trump berfoto di depan prajurit militer AS di Fort Bragg, North Carolina, AS, Juni 2025. /Foto Instagram @realdonaldtrump
Peristiwa
Rabu, 18 Juni 2025 15:31

Trump dan Intelijennya beda pendapat soal ancaman nuklir Iran: Apa yang sebenarnya terjadi?

Ketika kembali dari KTT G7, Trump langsung mengatakan kepada wartawan bahwa menurutnya Iran “sangat dekat” memiliki bom nuklir.
swipe

Ketegangan antara Iran dan Israel kembali meningkat, dan Amerika Serikat ikut terseret di tengah konflik ini. Namun yang menarik, Presiden AS Donald Trump ternyata berbeda pandangan dengan badan intelijen negaranya sendiri soal ancaman nuklir Iran.

Apa yang dikatakan intelijen AS?

Tulsi Gabbard, Direktur Intelijen Nasional AS yang baru ditunjuk Trump, awal tahun ini menyampaikan kepada Kongres bahwa Iran saat ini tidak sedang membangun senjata nuklir. Menurutnya, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, belum menghidupkan kembali program senjata nuklir yang pernah dihentikan sejak tahun 2003.

Meski Iran memang memperkaya uranium pada level tinggi—yang secara teknis bisa digunakan untuk membuat bom nuklir—Gabbard menegaskan bahwa itu belum berarti mereka membuat bom. "Kami terus memantau dengan ketat," katanya.

Tapi Trump tak sependapat.

Ketika kembali dari KTT G7, Trump langsung mengatakan kepada wartawan bahwa menurutnya Iran “sangat dekat” memiliki bom nuklir. Ia bahkan menyatakan tidak peduli dengan laporan intelijennya sendiri.

Pernyataan ini membuat Trump sejalan dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang sejak lama menuduh Iran sebagai ancaman nuklir serius. Sebaliknya, Trump tampak mengabaikan pandangan dari dalam pemerintahannya sendiri.

Ada apa di balik perbedaan ini?

Trump memang punya sejarah tidak akur dengan badan-badan intelijen AS. Saat menjabat presiden pertama kali, ia bahkan lebih mempercayai Presiden Rusia Vladimir Putin dibanding laporan intelijen AS soal campur tangan Rusia dalam pemilu AS 2016.

Kali ini, meski Gabbard adalah orang yang ia pilih sendiri—seorang mantan anggota Kongres dari Partai Demokrat yang kini mendukung Partai Republik—Trump tetap berselisih dengannya. Gabbard sendiri berusaha meredakan perbedaan itu, mengatakan kepada CNN bahwa sebenarnya ia dan Trump “punya pandangan yang sama,” dan menyalahkan media karena salah mengutip.

Apa kata badan nuklir dunia?

Lembaga pengawas nuklir dunia, IAEA, memang memperingatkan bahwa Iran memiliki cukup uranium untuk membuat beberapa bom nuklir jika mereka mau. Namun hingga kini, Iran bersikeras bahwa program nuklir mereka hanya untuk tujuan damai.

Bagaimana dengan laporan-laporan sebelumnya?

Laporan intelijen yang disusun saat Presiden Joe Biden masih menjabat, juga menyatakan bahwa Iran tidak sedang membangun senjata nuklir. Namun disebutkan bahwa Iran telah melakukan langkah-langkah teknis yang bisa mempercepat produksi bom jika suatu saat diputuskan.

Trump juga berselisih soal isu lain

Selain Iran, Trump juga berbeda pendapat dengan intelijen AS dalam isu imigrasi. Ia mengusir sejumlah migran asal Venezuela dengan alasan mereka bagian dari geng kriminal yang bekerja sama dengan pemerintah Venezuela. Tapi laporan intelijen tidak menemukan bukti hal tersebut. Dua pejabat intelijen yang menyusun laporan itu kemudian dipecat oleh Gabbard.

Singkatnya, dalam isu Iran, Trump memilih mengikuti naluri politik dan sekutu luar negerinya seperti Israel, sementara badan intelijen AS—termasuk yang dipimpin orang pilihannya sendiri—menunjukkan data yang lebih berhati-hati. Ini menunjukkan betapa kompleks dan politisnya kebijakan luar negeri AS dalam konflik Iran-Israel, terutama ketika pemimpin negara dan lembaga intelijennya tidak sepakat.(Dailysabah)

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan