sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Argumen penundaan Pemilu 2024 tak masuk akal

Wacana penundaan Pemilu 2024 yang muncul karena alasan stagnasi ekonomi dan kepuasan terhadap kinerja pemerintahan dinilai salah besar.

Nadia Lutfiana Mawarni
Nadia Lutfiana Mawarni Sabtu, 26 Feb 2022 18:33 WIB
Argumen penundaan Pemilu 2024 tak masuk akal

Wacana penundaan Pemilu 2024 yang muncul karena alasan stagnasi ekonomi dan kepuasan terhadap kinerja pemerintahan dinilai salah besar. Keadaan menunjukkan sebaliknya. Dua pernyataan yang dilontarkan oleh politikus koalisi pemerintahan Joko Widodo tersebut menimbulkan kontra.

Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menyebutkan dua argumen itu tak masuk akal. Dia membeberkan sejumlah alasan. Menurutnya, alasan stagnasi ekonomi tidak masuk akal karena saat ini ekonomi Indonesia justru sedang tumbuh setelah keluar dari pandemi Covid-19 lewat program pemulihan ekonomi.

Pada 2020 di masa awal pandemi Covid-19, gross domestic product (GDP) Indonesia memang sempat minus 2,07%. Namun setahun kemudian ekonomi menguat 3,49% pada 2021 dan diperkirakan terus menguat sampai 5,5% pada 2022. Bahkan pada 2024, penguatan ekonomi bisa mencapai 6%. “Jadi enggak masuk akal kalau alasan penundaan pemilu adalah ekonomi yang stagnan,” ujar Arya dalam Diskusi Publik Tolak Penundaan Pemilu 2024 yang digelar secara daring oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Sabtu (26/2).

Alasan mengenai kepuasan terhadap kinerja pemerintah juga tidak bisa dibenarkan. Untuk sampai pada kesimpulan ini, survei opini publik harus diadakan dengan penarikan sampel yang merata secara nasional. Setiap individu harus memperoleh peluang yang sama untuk berperan sebagai responden.

Arya mengatakan survei opini publik semacam ini pernah dilakukan pada 2021 dengan hasil 70% masyarakat Indonesia tidak setuju dengan perpanjangan masa jabatan presiden. Itu berarti rakyat juga menentang penundaan pemilu apalagi sampai bertahun-tahun. Survei serupa yang menyasar kelompok elite politik juga menunjukkan hasil yang sama, yakni terjadi penolakan terhadap perpanjangan masa jabatan presiden sehingga pernyataan kepuasan terhadap pemerintah ini justru tanpa bukti.

Menurut Arya, perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu justru mencerminkan sistem demokratis yang mati. Penundaan pemilu berarti mengunci suksesi kepemimpinan secara nasional dan mematikan kompetisi yang demokratis dalam pemilihan pejabat publik.

Arya menambahkan di samping mengingkari komitmen demokrasi, penundaan pemilu ini akan mengingkari pembatasan untuk semua level kekuasaan yang sudah diatur oleh undang-undang. “Penundaan pemilu juga mengingkari spirit reformasi yakni dalam hal pembatasan kekuasaan dan desentralisasi. Apalagi jika penundaan berkisar 1-3 tahun,” imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari menyatakan dalam menyikapi wacana ini para pemangku kepentingan harus berpihak kepada konstitusi. Wacana penundaan pemilu dilontarkan antara lain oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar yang menyebutkan pesta demokrasi itu kerap menyebabkan stagnasi ekonomi. Wacana serupa juga dilontarkan politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid