sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Baliho ‘nyeleneh’ para caleg dan upaya menggaet pemilih

Baliho, spanduk, dan poster caleg bertebaran di mana-mana. Beberapa di antaranya menampilkan foto atau kalimat nyeleneh.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Jumat, 29 Des 2023 12:30 WIB
Baliho ‘nyeleneh’ para caleg dan upaya menggaet pemilih

Baliho, spanduk, dan poster calon anggota legislatif (caleg) berbagai ukuran bertebaran di mana-mana. Dari di perempatan jalan yang strategis hingga gang-gang sempit permukiman warga. Di dalam iklan-iklan kampanye konvensional tersebut, untuk menarik perhatian orang, biasanya terpampang foto, nama caleg, nomor urut, bendera partai politik, dan jargon khas mereka.

Uniknya, beberapa iklan-iklan kampanye caleg itu ada yang nyeleneh alias tak biasa. Misalnya, spanduk besar caleg DPR dari PSI, Fitria Ambarini yang terpampang di daerah Jalan Dewi Sartika, Cililitan, Jakarta Timur. Dalam spanduk itu, digambarkan Fitria tengah dibonceng ojek online, disertai “awan” percakapan, “ke Senayan ya Pak”.

Di area yang sama, terdapat baliho caleg DPRD DKI Jakarta dari Partai Golkar Rian Ernest bersanding dengan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ridwan Kamil. Di bawah foto mereka, tertulis kalimat “temukan 2 perbedaan foto di atas??”

Ada pula baliho caleg DPRD DKI Jakarta dari PDI-P, Jully Tjindrawan. Caleg dari daerah pemilihan (dapil) Jakarta X itu bertebaran di wilayah Jelambar, Jakarta Barat. Dalam baliho kampanyenya, foto Jully terpampang tengah memeluk replika robot, disertai tulisan “Ibu robot semua anak.”

Jargon yang ditulis dalam baliho kampanye Jully bukan tanpa alasan. Sejak 2005, Jully memang menggeluti dunia robotika. Saat itu, ia mendirikan Robotic Explorer.

Ia sukses menjalin kerja sama dengan beberapa sekolah di Jakarta yang bisa mengakomodasi muridnya mempelajari dunia robotika lewat ekstrakulikuler. Lalu, akhir 2010, ia mendirikan World Robotic Explorer (WRE) di Thamrin City, Jakarta Pusat sebagai rumah robot pertama di Asia Tenggara.

Ada pula baliho caleg DPR dari Partai Golkar, Karan Sukarno Walia, yang bakal bertarung di dapil Jakarta III. Di baliho kampanyenya, selain foto dan nama, ada kalimat “Pemeran film Suzzana Malam Satu Suro, Tiga Gadis Pilihan” untuk menunjukkan ingatan publik pada dirinya.

Karan sendiri adalah aktor tahun 1980-an. Ia pernah bermain di film Malam Satu Suro (1987) yang dibintangi Suzzana, sebagai Hari. Lalu, di film Tiga Gadis Pilihan (1989) yang dibintangi Sally Marcelina, ia berperan sebagai Diran.

Sponsored

Menurut pakar komunikasi politik dari Universitas Airlangga (Unair), Suko Widodo, baliho nyeleneh para caleg merupakan strategi untuk mencari ketenaran dan tebar pesona agar dilirik calon pemilih.

“Model-model (baliho kampanye caleg) ‘unik’ itu ingin berbeda dari yang lain, dengan tujuan mendapat perhatian dari publik,” kata Suko kepada Alinea.id, Kamis (28/12).

“Tujuan utamanya, ingin menjadi pembeda dari kelaziman atau standar umum. Mencari perhatian dari masyarakat. Dengan ‘perhatian’ itu (lalu) ditengok, harapannya dia (seseorang) ingin mencari tahu siapa yang terpampang (di baliho).”

Suko mengatakan, baliho dan spanduk dengan foto-foto atau kalimat-kalimat unik perlu dilakukan para caleg yang tingkat keterkenalannya terbilang rendah. Dengan begitu, bisa menyaingi para caleg yang sudah terkenal.

“Sekarang banyak media komunikasi bertebaran. Untuk mencapai popularitas itu kan harus cari perhatian. Karena dia bukan orang terkenal, maka dia membuat gambar-gambar yang ‘aneh’,” kata Suko.

Akan tetapi, menurut Suko, baliho dan spanduk yang nyeleneh dan unik tidak menjamin bakal mendatangkan suara. Sebab, katanya, tingkat keterkenalan belum tentu linear dengan tingkat keterpilihan.

“Kastanya dengan keterpilihan memang punya relasi, tapi cukup panjang. Jadi, orang itu pertama tahu dulu, terus tertarik. Kalau tertarik, muncul minat. Baru dia memilih,” ujar Suko.

“Untuk terpilih itu pasti ada tiga tahapan (tadi).”

Keputusan seseorang untuk memilih caleg dalam pemilihan legislatif (pileg) pun beragam. Menurutnya, ada alasan pragmatis, rasional, dan ideologis. “Bahkan, ada orang yang tahu, tertarik, (tetapi) belum tentu memilih karena ada kandidat lain menggunakan money politic,” tutur Suko.

“Itu yang saya kira, keputusan orang memilih itu macam-macam. Sekarang kebanyakan pragmatis rakyat itu.”

Berita Lainnya
×
tekid