sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Devisa miras diduga tak seberapa dibanding mudaratnya

Para peminum miras dinilai sering melakukan kejahatan di luar alam bawah sadarnya.

Fathor Rasi
Fathor Rasi Senin, 01 Mar 2021 16:57 WIB
Devisa miras diduga tak seberapa dibanding mudaratnya

Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay menduga pendapatan yang bisa diperoleh negara dari minuman keras tidak seberapa, bandingkan dengan mudarat yang mungkin terjadi akibat miras.

"Saya menduga, devisanya tidak seberapa, tetapi kerusakannya besar. Ini termasuk ancaman bagi generasi milenial yang jumlahnya sangat besar saat ini," ujar politikus Partai Amanat Nasional itu dalam keterangan tertulis, Senin (1/3/2021).

Untuk itu, dia mendorong Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal agar ditinjau ulang karena berpotensi timbulkan polemik. Sebab, kata Saleh,  Perpres yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2 Februari 2021 ada pasal yang mengatur investasi miras.

Ketua Fraksi PAN ini mempertanyakan sikap penerintah yang membolehkan investasi miras di beberapa provinsi tertentu.

"Sekarang saja yang belum ada aturan khusus seperti ini, perdagangan miras sudah banyak ditemukan di tengah masyarakat. Dengan Perpres ini, tentu akan lebih merajalela lagi," ujarnya.

Dia mengingatkan,  miras berpotensial memicu tindakan kriminalitas. Saleh juga mengkhawatirkan miras oplosan, ilegal, dan palsu semakin marak bila perpres itu tidak direvisi. 

"Para peminum miras sering melakukan kejahatan di luar alam bawah sadarnya. Pengaruh minuman memang sangat tidak baik. Kalau sudah kecanduan, sulit untuk menormalisasikannya kembali. Kalau alasannya untuk mendatangkan devisa, saya kira pemerintah perlu menghitung dan mengkalkulasi ulang,” pungkasnya.

Sebelumnya, kehadiran investasi minuman keras diyakini takkan berdampak signifikan terhadap perekonomian Nusa Tenggara Timur (NTT), Bali, Sulawesi Utara (Sulut), dan Papua.

Sponsored

"Ya, enggak. Enggak terlalu (berkontribus). Menurut saya, enggak terlalu," ujar Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Taufik, saat dihubungi Alinea, Senin (1/3).

Menurut Taufik, pemerintah semestinya menggenjot investasi berdasarkan potensi unggulan. Dicontohkannya dengan budi daya perikanan dan pariwisata di Sulut.

"Papua, kan, juga ikannya banyak, banyak sumber daya ikan, tambang. (Itu) bisa dikelola lebih baik," jelasnya.

"Mungkin bisa dikembangkan potensi lain yang punya motif layar ekonomi buat masyarakat banyak lebih baik," imbuhnya.

Berita Lainnya
×
tekid