close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi / Pixabay
icon caption
Ilustrasi / Pixabay
Politik
Minggu, 20 Oktober 2019 18:17

Kabinet Jokowi-Ma'ruf dibayang-bayangi oligarki batu bara?

Ada delapan sosok yang dikaitkan dengan oligarki batu bara.
swipe

Sejumlah lembaga yang tergabung dalam gerakan #BersihkanIndonesia menyoroti sejumlah sosok yang ramai disebut-sebut media masuk dalam bursa kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Menurut Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jatam, Greenpeace dan Trend Asia, nama-nama mereka terkait dengan bisnis kotor batu bara.

Aktivis YLBHI, Arip Yogiawan, mengatakan masuknya oligarki batu bara yang memiliki konflik kepentingan ke dalam kabinet pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin akan mengancam masa depan bangsa.

"Nama-nama tersebut apabila terpilih khawatirnya akan memuluskan agenda pembangunan batu bara, yang akhirnya jadi tidak fokus di pemerintahan," kata Yogi saat dihubungi, Minggu (20/10).

Terlebih, lanjut Yogi, pemerintah masih harus menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang masih bermasalah. Yogi menuturkan, sejumlah poin di RUU tersebut menjadi persoalan baik bagi gerakan #BersihkanIndonesia maupun masyarakat banyak.

"Pertama, RUU ini memfasilitasi perusahaan besar yang izinnya akan habis. Selain itu, poin reklamasi pascatambang yang ingin dijadikan tempat rekreasi, menurut kami harus dikembalikan seperti semula," ujar dia.

Apa yang terjadi pada proses politik belakangan ini, menurut Yogi, telah mengonfirmasi begitu kuatnya kelompok oligarki batu bara dan bagaimana Presiden Jokowi menyediakan karpet merah bagi kepentingan mereka.

"Ini adalah bagi-bagi kekuasaan yang tidak saja berarti buruk bagi keseimbangan politik tapi juga menjadi ancaman berlanjutnya kerusakan lingkungan oleh industri batu bara," ungkap Yogi.

Ada delapan nama yang masuk dalam laporan bertajuk "Bersihkan Kabinet dari Oligarki Batu Bara". Mereka adalah Luhut Binsar Pandjaitan, Airlangga Hartarto, Yusril Ihza Mahendra, Erick Thohir, Moeldoko, Sandiaga S. Uno, Ryamizard Ryacudu dan Hary Tanoe.

Bisnis mereka diyakini berkontribusi pada kerusakan alam yang telah mengakibatkan berbagai dampak negatif seperti banjir besar yang mematikan di Bengkulu dan lubang-lubang maut bekas tambang di Kalimantan. Berikut catatan gerakan #BersihkanIndonesia terkait delapan nama tersebut:

1. Luhut Binsar Pandjaitan

Laporan Coalruption Greenpeace Indonesia, Politically Expose Persons, jaringan Luhut dalam militer dan birokrasi yang terlibat dalam bisnis pertambangan batu bara adalah Jendral (Purn.) Fachrul Razi yang merupakan Komisaris di PT Toba Sejahtra bersama dengan Letjen (Purn.) Sumardi, sementara Letjen (Purn.)  Suaidi Marasabessy merupakan Direktur Kutai Energi dan juga Presiden Direktur Utama TMU dan Letjen (Purn.) Sintong Hamonangan Panjaitan menjadi Komisaris ABN. Luhut juga merekrut Jusman Syafii Djamal sebagai Komisaris Utama Toba Sejahtra dan TOBA sambil menjabat sebagai Komisaris di Kutai Energi.

Saat ini, terdapat 16 perusahaan yang berada di bawah payung Toba Sejahtera dengan pertambangan batu bara di Kutai Kartanegara sebagai bisnis pentingnya.  Meskipun Kutai Energi merupakan konsesi pertambangan batu bara terbesar dalam kelompok ini, tiga anak perusahaan pertambangan batu bara di bawah Toba Bara Sejahtra (TOBA), yaitu ABN, IM dan TMU, merupakan perusahaan yang tumbuh pesat di dalam kelompok ini. 

Laporan Global Witness, yang dirilis pada 2 April 2019, menyebut Luhut menjual 62% saham Toba Bara Sejahtra miliknya ke pembeli yang diduga adalah perusahaan cangkang, pada 2016. Lembaga itu pun mempertanyakan siapa sebenarnya pembeli saham milik Luhut tersebut. 

Luhut menampik isi laporan itu dan menyatakan dirinya sejak lama sudah tidak memiliki saham mayoritas di Toba Bara Sejahtra.

Bertajuk "Indonesia's Shifting CoalMoney2: Luhut Pandjaitan and The Hidden Buyers", laporan tersebut merupakan seri artikel investigasi yang menelisik industri batu bara di Indonesia. Global Witness mencatat Luhut sempat menguasai 72% saham Toba Bara Sejahtra sampai 2016. Pada November 2016, Luhut diketahui menjual 62% saham Toba Bara Sejahtra ke perusahaan yang bermarkas di Singapura bernama Highland StrategicHolding.

Highland Strategic Holding dikuasai oleh perusahaan Singapura lainnya bernama Watiga Trust. Adapun pemilik perusahaan terakhir tidak terlacak. Laporan itu pun mempertanyakan siapa sebenarnya yang kini menguasai Toba Bara Sejahtra dengan membeli saham Luhut di perusahaan itu. Global Witness juga mempertanyakan nilai jual saham Luhut yang dibeli perusahaan asal Singapura tersebut.

2. Airlangga Hartarto

Dalam kasus korupsi PLTU Riau-1, Airlangga Hartarto berpeluang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dana korupsi pembangkit tersebut diduga kuat mengalir ke Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar. Bahkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Eni Maulani Saragih, disebutkan rumah Airlangga menjadi lokasi pertemuan membahas proyek PLTU Riau-I.   

Nama Airlangga juga pernah tercatat sebagai komisaris di perusahaan tambang batu bara PT. Multi Harapan Utama di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Perusahaan PKP2B ini dalam proses mengurus perpanjangan izin eksploitasi. Data Auriga menyebut PT Multi Harapan Utama (MHU) luasnya 39.972 hektare sementara luas lubang bekas tambangnya 3.748 hektare.            

Menurut catatan Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Timur pada 2017, PT MHU meninggalkan 56 lubang bekas tambang terserak di Kutai Kartanegara dan salah satu lubang bekas tambangnya di Kelurahan Loa Ipuh Darat Kilometer 14, menewaskan Mulyadi, pada Desember 2015. Namun, kasus tersebut menguap tanpa penegakan hukum. Padahal ada kewajiban dalam hukum untuk menutup lubang bekas tambang. 

3. Yusril Ihza Mahendra

Yusril Ihza Mahendra​ tercatat sebagai pemilik saham dan komisaris tambang batu bara PT Bara Mega Quantum. Genesis Bengkulu menyebut, dari delapan perusahaan yang berada di wilayah DAS Bengkulu, empat perusahaan termasuk PT BMQ berada tepat di hulu Sungai Bengkulu. Aktivitas penambangan di daerah ini telah merusak DAS Bengkulu dan disebut sebagai penyebab banjir besar di Bengkulu pada awal Mei 2019. 

Dari IUP operasi produksi PT BMQ ternyata sebagian besarnya berada di kawasan Hutan Produksi Tetap dan belum ada izin pinjam pakai kawasan. Selain PT BMQ, Yusril Ihza Mahendra juga tercatat menjabat sebagai komisaris di perusahaan PT Inmas Abadi.
   
Yusril juga memiliki tambang batu bara di Sepaku, Kalimantan Timur yakni PT. Mandiri Sejahtera Energiindo. Perusahaan tersebut berada di lokasi rencana ibu kota negara baru, dengan luas 3.763,03 hektare.   

4. Erick Thohir

Sebagai ketua Tim Kampanye Nasional (TKN), Erick Thohir disebut berpeluang jadi menteri. Nama Erick sendiri tidak bisa lepas dari bisnis pertambangan batu bara keluarganya. Saudara kandungnya, Garibaldi Thohir adalah Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk (ADRO). 
 
Data JATAM menyebut, pada 2003, Adaro menggusur tempat tinggal warga di dua desa di Kecamatan Paringin dan Wonorejo yakni Desa Lamida Atas dan Juai. Aktivitas penambangannya menyebabkan banjir bagi warga Tamiang dan Pulau Ku’u. 

Laporan Global Witness berjudul "Jaringan Perusahaan Luar Negeri Adaro" mengungkapkan bagaimana perusahaan telah memindahkan laba ke jaringan perusahaannya di luar negeri sepanjang 2009-2017. Dengan pengalihan laba ini, Adaro bisa membayar pajak US$125 juta lebih rendah daripada yang seharusnya. Dengan pemindahan ini, diperkirakan pemerintah Indonesia berpotensi kehilangan pemasukan sebesar hampir US$14 juta dolar setiap tahun.

5. Moeldoko

Moeldoko belum terlacak secara langsung memiliki konsesi batu bara ataupun pembangkit listrik tenaga batu bara. Namun, sosoknya menjadi perhatian ketika meresmikan PLTU Celukan Bawang di Kabupaten Buleleng, Bali. Pada 2015 dia meresmikan PLTU itu bersama sosok Tjandra Limandjaya, sebagai pemilik PT General Energi Bali. Padahal status Tjandra masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).  

Tjandra sendiri dan istrinya sudah divonis hukuman tujuh tahun penjara karena melakukan penipuan dokumen garansi bank, yang dijadikan jaminan pinjaman di Morgan Stanley Bank. Pasangan suami istri itu dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggunaan surat palsu dan pencucian uang senilai US$55 Juta. Kasus suami istri ini terkait dengan mega proyek pembangunan mesin pembangkit listrik PLTU di Desa Celukan Bawang.    

Kehadiran Tjandra bersama Moeldoko di PLTU Celukan Bawang, mengindikasikan kedekatan antara keduanya atau kesengajaan untuk bungkam terhadap terpidana yang saat ini dalam DPO.

6. Sandiaga S. Uno

Sebagai pemilik saham di Adaro Energy (ADRO), Sandiaga punya kepentingan terhadap hulu industri batu bara yakni PT Adaro Energy dan di hilir ada PLTU Batang, Jawa Tengah, serta PLTU Mulut Tambang di Kabupaten Tanjung, Kalimantan Selatan. Berdasarkan laporan Global Witness, yang dirilis 2 April 2019 disebutkan bahwa pada saat Sandiaga jadi pemilik Berau Coal, perusahaannya membayar setidaknya US$43 juta, antara 2010-2012 ke perusahaan tidak dikenal bernama Velodrome Worldwide Limited yang didirikan di suaka pajak Seychelles. 

Masih menurut laporan tersebut, Sandiaga punya andil dan kemungkinan dapat untung dari pembayaran ini. Pembayaran ini membawa dampak serius bagi Berau Coal dan investor lain. 
 
Selain kepemilikan tidak jelas, pembayaran jutaan dolar kepada Velodrome meragukan karena tidak jelas jasa apa yang diberikan Velodrome kepada Berau. Dari laporan keuangan Berau yang didapat Global Witness, tidak ada keterangan apapun soal ini dan mengapa bayarannya sangat mahal. Namun yang jelas, biaya bulanan untuk Velodrome, melebihi tagihan upah ratusan karyawan Berau Coal yang pada saat itu rata-rata US$2,1 juta per bulan. 
 
Tahun 2016, Konsorsium Internasional Jurnalis Investigasi (ICIJ) merilis dokumen Panama Papers yang mengindikasikan Sandiaga terhubung ke sejumlah perusahaan lepas pantai. Menurut Panama Papers, Sandiaga adalah pemegang saham tunggal dan direktur Velodrome sejak perusahaan itu didirikan pada Oktober 2007 hingga Mei 2009. Sementara itu, data JATAM Kaltim, Sandiaga pernah menjabat direktur di PT. Multi Harapan Utama, di Kukar, Kaltim. 

Jatam mencatat 20 korporasi penyebab 32 anak meninggal di kolam tambang dan salah satunya PT Multi Harapan Utama atau MHU. Mulyadi (15) tewas di lubang tambang PT MHU, Kelurahan Loa Ipuh Darat, RT 03, Kukar. Insiden terjadi 16 Desember 2015. Sandiaga adalah komisaris dalam struktur awal PT MHU. Terakhir, namanya tercatat sebagai direktur pada 11 April 2013. 

7. Ryamizard Ryacudu

​Ryamizard tercatat dalam Izin Usaha Pertambangan PT. Inmas Abadi yang izinnya dikeluarkan oleh Plt Gubernur Bengkulu yakni H. Junaidi Hamsyah. Dalam IUP tersebut nama Ryamizard Ryacudu tercatat sebagai komisaris. 
 
Lokasi pertambangan batu bara perusahaan ini masuk dalam kawasan hutan konservasi yaitu Taman Wisata Alam (TWA) Seblat, Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis dan Hutan Produksi Konversi. Dalam proses revisi tata ruang provinsi Bengkulu, khususnya revisi kawasan hutan, kawasan hutan yang dibebani oleh izin PT. Inmas Abadi tersebut diusulkan oleh Gubernur Bengkulu kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada 08 Januari 2019 untuk dilepaskan.  
 
Salah satu perusahaan yang akan mendapat keuntungan dari pelepasan kawasan hutan tersebut yakni, PT. Inmas Abadi, konsesi izin milik perusahaan ini berada di kawasan TWA Seblat, HPK Seblat dan Kawasan Hutan Produksi (HPT) Lebong Kandis. Analisis Genesis Bengkulu, kawasan hutan di TWA Seblat, HPK Seblat dan HPT Lebong Kandis yang diusulkan untuk dilepaskan tersebut tumpang tindih dengan konsesi izin PT. Inmas Abadi. Sebelumnya, beberapa kali pihak Inmas Abadi mengirimkan surat kepada KLHK untuk melepaskan TWA Seblat tetapi selalu ditolak.  

8. Hary Tanoe

Hary Tanoe CEO MNC Group membawahi MNC Energy and Natural Resources dan merupakan Ketua Umum Partai Perindo (Persatuan Indonesia). Ada sembilan perusahaan tergabung dalam MNC Energy and Natural Resources, yakni, PT Nuansacipta Cipta Investment (NCI), PT Bhakti Coal Resources (BCR), PT Bhum S Perdana Coal, PT Primaraya Energy, PT Titan Prawira Sriwijaya, PT Mua Coal, PT Indonesia Batu Prima Energy, PT Arthaco Prima Energy dan PT Energy Inti Bara Pratama.   

Selama 2013, NCI berkonflik dengan warga di Kecamatan Palaran, Kaltim, terkait pencemaran limbah lumpur pertambangan terhadap lahan warga. NCI juga merusak hutan hingga banjir sering terjadi di Palaran. Salah satu perusahaan Hary, PT BCR, yang memiliki delapan konsesi di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, juga bermasalah. PT BCR membangun pelabuhan batu bara tanpa analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan di salah satu konsesi mengakibatkan longsor.

img
Annisa Saumi
Reporter
img
Khairisa Ferida
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan