sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Adu jurus parpol mapan berebut gen Z dan milenial 

Sejumlah strategi disusun parpol-parpol mapan untuk merawat simpati kaum milenial dan generasi Z.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Selasa, 10 Jan 2023 13:10 WIB
Adu jurus parpol mapan berebut gen Z dan milenial 

Usai memantau aktivitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Instagram, Yogi Saputro beranjak ke pos keamanan lingkungan (poskamling) setempat yang tak jauh dari rumahnya di Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa (3/1) malam itu. Di sana, rekan-rekannya sudah asyik berdiskusi soal politik. Pilpres 2024 jadi bahasan utama. 

Yogi segera ikut nimbrung. Mahasiswa fakultas hukum di salah satu universitas di Tangerang, Banten, itu sesumbar Ganjar bakal memenangi Pilpres 2024. Rekan-rekannya yang rata-rata pendukung Anies Baswedan di Pilgub DKI Jakarta 2017 tak setuju. Mereka meyakini Anies yang bakal merajai kontestasi politik 2024. Adu argumentasi pecah.

"PDI-P mungkin bisa aja menang. Tapi, saya enggak milih PDI-P," ucap salah seorang rekan Yogi. Seperti Yogi, mayoritas rekannya berstatus sebagai mahasiswa baru yang aktif berorganisasi di kampus mereka masing-masing. 

Yogi bertutur diskusi politik sudah jadi aktivitas sehari-hari ia dan rekan-rekannya selama beberapa pekan terakhir. Meski rutin dikepung para pendukung Anies, ia berkukuh tak akan berubah haluan. Yogi tetap berniat memilih Ganjar dan mencoblos caleg dari PDI-P. 

"Perbedaan politik itu hal wajar di Jakarta. Apalagi, di kampung sini, rata-rata warganya pendukung Anies," kata Yogi kepada Alinea.id.

Yogi mengaku bersimpati kepada PDI-P setelah mempelajari perjalanan politik Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri selama Orde Baru. Dari buku-buku, ia juga mengenal gerakan Reformasi. "Selain itu, saya pengagum Sukarno," ucap Yogi.

Selain Ganjar dan Anies, nama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kami juga kerap terlontar dari mulut Yogi dan kawan-kawan. Belakangan, ketiga tokoh itu paling sering muncul di TikTok dan Instagram mereka. Partai Demokrat dan PDI-P menjadi partai yang paling sering dibahas lantaran populer di medsos. 

"Kalau sekarang kan gampang. Semua informasi itu beredar cepat di media sosial dan enggak butuh waktu lama. Tapi, tetap yang sering saya cari itu soal Ganjar," kata Yogi.

Sponsored

Yogi mengaku mulai tertarik mengikuti perkembangan dunia politik nasional sejak duduk di bangku kuliah. Sebelumnya, ia sama sekali tidak berminat. Pada 2019, saat sudah punya hak pilih, Yogi bahkan tak mencoblos alias golput. 

"Saya, waktu itu, juga belum tahu apa-apa soal politik. Begitu ketemu senior di kampus, baru mulai suka sama hal-hal politik. Ternyata, kita bisa ambil peran dalam hal apa pun di politik," ucap Yogi.

Hasrat terlibat dalam dunia politik juga sedang bergelora pada diri Rohim, 35 tahun. Saat ini, mantan pegawai sebuah BUMN itu berstatus sebagai anggota tim pemenangan salah satu calon anggota legislatif dari Partai Golkar di Pemilu 2024.

Posisi semacam itu sempat dilakoni Rohim pada 2019. Kala itu, ia bergabung menjadi anggota tim pemenangan caleg Golkar untuk DPRD DKI Jakarta. Sayangnya, calon yang didukung Rohim gagal melenggang ke Kebon Sirih. 

"Saya itu, awalnya masuk Golkar karena melihat teman-teman saya yang banyak bergaul dengan elite politik. Kok, sepertinya menarik? Akhirnya, saya keluar dari BUMN untuk terlibat dalam tim pemenangan," kata dia kepada Alinea.id. 

Rohim mengaku tertarik bergelut di dunia politik karena menyaksikan dan mendengarkan pengalaman rekan-rekannya semasa kuliah yang berkarier di partai politik. Ia merasa terpanggil menjadi bagian dari partai politik. 

"Waktu itu, saya juga lagi jenuh sama pekerjaan saya. Jadi, saya memutuskan keluar kerja dan masuk ke politik," ucap alumni fakultas hukum Universitas Bung Karno itu. 

Saat ini, Rohim tengah membantu kampanye sejumlah kader Golkar. Rata-rata kader yang disokong, kata Rohim, menjual agenda politik yang ditujukan menyasar generasi muda. "Yaitu generasi milineal. Rata-rata usia itu yang disasar," kata Rohim.

Meski sudah sering "bantu-bantu", Rohim masih berstatus sebagai simpatisan di Golkar. Rohim tak mempersoalkan itu. Ia juga membuka peluang untuk bergabung dengan parpol lain. "Yang penting, masih dalam lingkup partai politik," imbuhnya. 

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin dan politikus Golkar Meutya Hafid memimpin Rakornas II Tahun 2022 Bidang Media dan Penggalangan Opini (MPO) Partai Golkar di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (22/11). Foto Instagram @golkar.indonesia

Kampanye medsos

Yogi termasuk bagian dari generasi Z, sedangkan Rohim ialah anggota generasi milenial. Generasi Z adalah penduduk yang lahir pada periode 1997-2012 dan generasi milenial ialah mereka yang lahir pada periode 1981-1996.

Hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada 2020 menemukan mayoritas penduduk Indonesia didominasi kelompok generasi Z dan milenial. Jumlah generasi Z mencapai 75,49 juta jiwa (27,94% dari total populasi) sedangkan jumlah generasi milenial mencapai 69,90 juta jiwa (25,87% dari total populasi).

Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono mengatakan besarnya ceruk pemilih dari kalangan milenial dan generasi Z sudah menjadi perhatian partai Golkar sejak lama. Menurut dia, Golkar telah menyusun beragam program untuk menarik simpati pemilih milenial dan gen Z.

"Pemilih milenial dan gen Z itu sangat amat sensitif terhadap isu berkenaan kehidupan mereka sehari-hari. Isu seperti lapangan pekerjaan, terus juga posisi partai di dalam hal-hal yang sensitif seperti soal korupsi, ekonomi, akses permodalan, dan industri kreatif. Itulah isu-isu yang harus kita kerjakan," ujar Dave kepada Alinea.id, Rabu (4/1).

Pendekatan terhadap generasi muda, kata Dave, bakal menjadi fokus aktivitas politik semua kader Golkar, mulai dari mereka yang menduduki jabatan di tingkat eksekutif, kepala daerah, hingga kader di parlemen. Setiap kader diharapkan berinovasi untuk meraih simpati kalangan pemilih muda. 

Di parlemen, misalnya, politikus-politikus Golkar bakal memastikan APBN tersalurkan untuk program-program yang beririsan dengan kepentingan kalangan milenial dan gen Z.

"Kami bilang ke mereka, 'Golkar memastikan APBN itu berpihak terhadap kebutuhan masyarakat gen Z'. Jadi, bagaimana sebisa mungkin penggunaan anggaran itu terasa kepada segmen pemilih ini," ucap Dave.

Dave mengatakan Golkar sudah mempersiapkan barisan simpatisan muda untuk menjaring suara pemilih dari kalangan milenial dan gen Z di daerah melalui metode tatap muka. Ia mengklaim organisasi kepemudaan Golkar telah hadir di seluruh daerah di tanah air. 

"Di dalam Golkar saja, ada AMPI (Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia) ada AMPG (Angkatan Muda Partai Golkar). Jadi, kami memahami hasrat mereka yang ingin masuk politik. Semua itu diakomodasi di Golkar," ucap Dave.

Jualan di medsos, lanjut Dave, juga tak dilupakan Golkar. Untuk menarik simpati kaum muda, Golkar rutin mejeng di TikTok dan Instagram. Program-program kampanye di medsos dikerjakan Wakil Ketum Golkar Nurul Arifin dan politikus Golkar Meutya Hafid.

"Segmen pemilih gen Z dan milenial itu populasinya besar. Dari awal, kami sudah buat dan sudah mulai melalui TikTok dan Instagram. Kami sudah susun itu sebagai bagian dari program kami untuk persiapan 2024," ucap Dave.

Politikus PDI-P Deddy Yevri Sitorus mengatakan partainya sudah memprediksi suara milenial dan gen Z bakal menentukan peta politik Pemilu 2024 sejak 2019. Seiring dengan itu, beragam upaya menggaet simpati kalangan generasi Z dan milenial telah dilakukan PDI-P.

Salah satu cara yang dilakukan ialah dengan rebranding wajah partai. PDI-P, kata Deddy, tak segan-segan mendorong kader muda berprestasi untuk menjadi caleg atau berperan di tingkat eksekutif. Di internal, banyak kader muda PDI-P juga diberikan peran sebagai petinggi parpol. 

"Banyak pemimpin partai di bawah anggota legislatif atau eksekutif kita yang relatif bisa merepresentasikan kelompok itu. Termasuk juga ke dalam penyusunan caleg-caleg kita," kata Deddy kepada Alinea.id, Rabu (4/1).

Isu-isu kontemporer seperti isu lingkungan hidup, ekonomi, usaha rintisan, dan teknologi artifisial, kata Deddy, kini juga jadi perhatian utama PDI-P. Isu-isu itu, menurut pantauan sejumlah lembaga survei, tengah "digandrungi" kaum muda. 

"Jadi, memang ada perubahan yang mendasar untuk menjaga ketertarikan dari pemilih ini. Karena, memang kalau format komunikasi konten dan isu-isu yang ditawarkan itu tidak nyambung, mereka paling jelek itu, ya, enggak datang ke TPS (tempat pemungutan suara)," ucap Deddy.

Semua kader PDI-P, kata Deddy, juga kini didorong untuk eksis di media sosial. Kader-kader yang bakal nyaleg terutama wajib punya TikTok, Instagram, Twitter, dan Facebook. Caleg yang sedang menjabat juga diinstruksikan untuk mempromosikan PDI-P menggunakan kanal-kanal medsos itu. 

"Supaya lebih nyambung. Termasuk saya, saya menggunakan semua, mulai dari Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok. Mau tidak mau, ya, harus kita gunakan karena itu lebih efektif. Di sana, kita bisa mulai dari profiling, kemudian image, dan pencitraan," ucap Deddy.

Meski begitu, metode kampanye lawas juga tidak dilupakan. Deddy berkata kampanye tatap muka di akar rumput bakal tetap rutin digelar partai. Cara kampanye langsung dinilai masih dibutuhkan untuk membumikan kampanye di media sosial.

"Kami ada metode kombinasi. Ada cara-cara artifisial dan ada kaderisasi dan pelatihan kader seperti yang sudah kami lakukan untuk pemenangan pemilu sebelumnya," jelas Deddy.

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Demokrat jadi salah satu parpol yang digandrungi kaum milenial dan generasi Z. /Foto Instagram @pdemokrat

Tak sekadar lumbung suara

Mengacu pada data Komisi Pemilihan Umum (KPU) teranyar, kalangan milenial dan centenial bakal mendominasi jumlah pemilih pada Pemilu 2024. KPU mencatat ada 30,1 juta milenial (35,59% dari total jumlah pemilih di data pemilih tetap/DPT) dan 67,8 juta centenial (35,59%) yang terdaftar sebagai pemilih di Pemilu 2024. 

Peneliti Charta Politika Indonesia Ardha Ranadireksa ceruk suara milenial dan gen Z itu masih bakal dikuasai parpol-parpol besar. Berbasis hasil survei, suara kalangan milenial dan gen Z terutama bakal mengalir ke PDI-P dan Demokrat.

"Tentu kan kita tidak bisa lepaskan dari sisi top of mind. Pasti partai yang mereka kenal selama ini yang mereka pilih. Jadi, memang dari pilihan sendiri biasanya PDI-P dan Demokrat," kata Ardha kepada Alinea.id, Rabu (4/1).

Menurut Ardha, tidak ada isu khusus yang menjadi pembeda generasi milenial, gen Z, dan generasi pendahulunya. Baik pemilih muda dan pemilih tua masih memandang persoalan kesejahteraan menjadi isu terpenting yang harus diperhatikan parpol. "Yang membedakan hanya kemasannya saja," ucap Ardha.

Ardha berkata pemilih muda atau pemula sudah tidak tertarik lagi mendengar gagasan partai melalui pidato yang berapi-api. Cara kampanye yang lebih santai dan elegan yang lebih bisa diterima pemilih muda dan pemilih pemula.

"Sebagai contoh, calon presiden yang banyak mendapat perhatian itu  seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Ridwan Kamil. Itu lebih memiliki kedekatan dengan mereka. Tiga nama ini sejauh ini mereka cukup bagus memanfaatkan sosial media," ucap Ardha.

Ia membandingkan kinerja ketiganya di medsos dengan Ketum Gerindra Prabowo Subianto. Di beragam papan survei, Prabowo merupakan capres dengan elektabilitas kedua tertinggi setelah Ganjar. Sayangnya, Prabowo kurang laku di medsos. 

"Ganjar, Anies dan Ridwan Kamil itu sangat naik di TikTok. Saya enggak melihat di Prabowo bertiktok ria, kemudian joget-joget," ucap Ardha.

Infografik Alinea.id/Firgie Saputra

Bagi parpol, generasi milenial dan gen Z tak hanya penting sebagai ceruk suara. Tak seperti dulu, menurut Ardha, anggota kedua kelompok usia itu kini bahkan berperan mempengaruhi preferensi politik dalam keluarga. 

"Pemilih muda itu sumber informasi bagi keluarganya. Pada tahun 70-an. Arah pilihan keluarga itu dipengaruhi bapak-ibunya, lalu anak. Bergerak ke 80 dan 90-an itu, ibu-ibu itu lebih jadi sumber informasi, seperti di arisan di pengajian. Nah, era sekarang pemilih-pemilih muda atau anak muda ini yang justru lebih ngerti ketika ada info dari masing-masing kandidat," ucap Ardha.

Soal pilihan medsos yang paling efektif untuk kampanye, Ardha menyebut TikTok, Instagram, dan Facebook. Di antara ketiganya, Ardha berpendapat, TikTok bakal jadi medsos yang paling tepat menyampaikan gagasan-gagasan singkat parpol atau kandidat semasa kampanye Pemilu 2024.

"Jadi, TikTok ini, menurut saya, akan sangat dimanfaatkan dari kekuatan-kekuatan politik. Kemudian juga Instagram. Dua media sosial itu yang sepertinya bakal meramaikan pertarungan politik pemilu," kata Ardha.
 

Berita Lainnya
×
tekid