sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Peta koalisi Parpol setelah poros ketiga Pilpres 2019 kandas

Bergabungnya PKB ke kubu koalisi Jokowi mengubah peta politik Parpol jelang Pilpres 2019 dan membuat mimpi terbentuknya poros ketiga kandas.

Sukirno
Sukirno Minggu, 15 Jul 2018 03:54 WIB
Peta koalisi Parpol setelah poros ketiga Pilpres 2019 kandas

Bergabungnya PKB ke kubu koalisi Jokowi mengubah peta politik Parpol jelang Pilpres 2019, dan membuat mimpi terbentuknya poros ketiga kandas.

Koalisi partai politik pendukung calon presiden Joko Widodo secara resmi mencapai 61,29% perolehan suara Pemilu 2014. Saat ini, setidaknya sudah ada enam parpol yang resmi mendukung Jokowi.

Keenam parpol itu adalah PDI Perjuangan, Golkar, PPP, Hanura, Nasdem, dan PKB. Total jumlah perolehan kursi di DPR dari keenam Parpol itu mencapai 337 kursi dari 560 kursi parlemen.

Perolehan itu hanya menyisakan 223 kursi. Jumlah tersebut harus dikurangi oleh kubu koalisi yang mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden, terdiri dari Gerindra dan PKS.

Kedua Parpol ini meraih 113 kursi di DPR. Sedangkan dari sisi perolehan suara, Gerindra dan PKS mengantongi 18,6% suara sah hasil Pemilu 2014. Sehingga, kedua Parpol ini telah memenuhi syarat untuk mengajukan bakal calon presiden dengan perolehan lebih dari 20% kursi DPR.

Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, syarat pengajuan Capres minimal mendapatkan dukungan 20% kursi DPR atau mencapai 112 kursi. Sehingga, untuk memperoleh satu kubu koalisi poros ketiga, dibutuhkan minimum 112 kursi DPR.

Padahal, dua partai belum berkoalisi yang memiliki kursi di DPR tersisa Demokrat dan PAN. Kedua partai ini hanya memiliki 110 kursi parlemen dan 17,78% suara sah Pemilu 2014.

Apabila koalisi Jokowi dan Prabowo telah solid, maka sebuah hil yang mustahal poros ketiga bakal terbentuk pada Pilpres 2019. 

Sponsored
 

PAN enggan

Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan mengatakan partainya tetap enggan membentuk poros ketiga dalam kontestasi Pilpres 2019 sehingga tidak merespons keinginan PKS.

"Kami hargai kalau ada pikiran-pikiran yang berbeda. Saya masih perpendapat kemungkinan ada dua," kata Zulkifli di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Hal itu dikatakannya menanggapi pernyataan Presiden PKS Sohibul Iman yang mengusulkan untuk membentuk poros ketiga dalam pemilihan presiden atau Pilpres 2019. Tujuannya agar pilpres menjadi dua putaran seperti Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017.

Zulkifli mengatakan alasan pihaknya menolak pembentukan poros ketiga karena ambang batas pencalonan calon presiden-calon wakil presiden tinggi yaitu 20%.

"20% itu tinggi, kalau poros ketiga harus tiga partai. Gabungan dua partai bisa mengajukan Capres-Cawapres hanya PDI Perjuangan, Partai Gerindra, dan Partai Golkar," ujarnya.

Dia menjelaskan, PDI Perjuangan dan Golkar sudah bersatu mengajukan capres sehingga poros ketiga kemungkinan tidak bisa terwujud. Menurut dia, poros ketiga bisa saja terbentuk namun butuh keajaiban dalam mewujudkannya.

"Saya berpendapat dua pasangan Capres-Cawapres, kalau tiga pasangan butuh keajaiban," katanya.

Setali tiga uang, Komandan Satuan Tugas Bersama untuk Pilkada 2018 dan Pilpres 2019 DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan pembentukan poros ketiga tidak semudah yang dibayangkan meski memiliki kemungkinan terwujud pada Pilpres 2019.

"Kemungkinan-kemungkinan (poros ketiga) itu terus diolah dan tentunya memang tidak semudah dan tidak sesederhana yang dibayangkan," kata Agus.

Menurut Agus, presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang ditentukan mencapai 20% cukup mempersulit munculnya Parpol yang mampu menyatukan Parpol lainnya dalam poros ketiga di luar pengusung petahana Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

"Presidential threshold 20% ini banyak mengunci partai-partai politik, tidak banyak partai politik yang cukup kuat yang bisa menjadi jangkar atau pemersatu dari parpol-parpol lainnya," kata dia.

 

Cawapres Jokowi & Prabowo

Kurang dari tiga pekan menjelang tenggat waktu pendaftaran Capres-Cawapres peserta Pilpres 2019, masing-masing koalisi belum kunjung mengumumkan nama pasangan calon wakil presiden yang bakal diusung kelak.

Tampaknya, masing-masing kubu koalisi tengah menunggu lawan mengumumkan Capres dan Cawapres secara resmi. Hal itu dilakukan guna menentukan strategi selanjutnya untuk meraup suara pemilih.

Berkaca pada Pilpres 2014, masing-masing kubu koalisi mengumumkan pasangan Capres dan Cawapres secara resmi yang akan diusung pada detik-detik terakhir waktu pendaftaran. Namun, saat ini masing-masing Parpol masih mencoba melakukan tarik ulur dan negosiasi agar kadernya dipinang sebagai Cawapres.

Tengok saja, Jokowi telah mengantongi lima Cawapres untuk mendampinginya pada Pilpres mendatang. Kelima kandidat itu masih dirahasiakan setelah sebelumnya dikerucutkan dari 10 bakal Cawapres.

Kubu lawan tak mau kalah. Partai Gerindra juga mengungkapkan telah mengerucutkan bakal Cawapres yang akan mendampingi Prabowo menjadi lima kandidat.

Masing-masing Parpol anggota koalisi menawarkan kadernya agar dipindang sembari menyebutkan kelebihan tokoh itu. Ibarat berdagang, tentunya pedagang akan menjual kecap nomor satu agar laku dijual dan diminati masyarakat.

Di antara Cawapres dari kedua kubu, baru satu nama yang resmi disebut oleh calon presiden. Jokowi menyebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai salah satu dari lima Cawapres yang dikantonginya.

"Saya harus ngomong apa adanya, salah satu nama itu adalah Pak Muhaimin Iskandar," kata Jokowi.

Hal itu diungkapkan usai PKB menyatakan dukungan secara resmi kepada Jokowi pada Pilpres 2019. Namun, Cak Imin menyerahkan pilihan Cawapres kepada Jokowi dan partai koalisi.

"Saya nyatakan Bismillahirrahmanirrahim, PKB mendukung pencalonan Pak Jokowi 2019 dan tentu dengan harapan agar pemerintahan hari ini dan periode kedua Pak Jokowi akan benar-benar menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat bangsa Indonesia," kata Muhaimin.

 
 
 

Sumber: Antara

Berita Lainnya
×
tekid