Simpatisan tersangka pencabulan santri Shiddiqiyyah bisa dijerat UU TPKS

Luluk meminta pihak kepolisan turut menerapkan Undang-Undang TPKS dalam kasus MSAT Bechi.

Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang, Jawa Timur.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Luluk Nur Hamidah mengatakan, simpatisan atau pihak yang merintangi penangkapan terhadap tersangka pencabulan anak, Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi (42) di Jombang bisa diproses hukum. Para simpatisan itu berkemungkinan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Dalam Undang-Undang TPKS Pasal 19 menyatakan setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi dalam perkara TPKS dapat diancam Pidana penjara paling lama 5 tahun.

"Untuk Kasus di Jombang, pihak yang menghalangi jika diterpakan UU TPKS maka bisa dijerat pidana. Bapaknya sudah jelas terbuka minta agar anaknya tidak ditangkap. Lalu simpatisan yang secara sengaja menghalangi aparat melakukan penangkapan, apalagi dengan perlawanan, ujar Luluk kepada wartawan, Jumat (8/7).

MSAT telah ditetapkan sebagai tersangka pencabulan terhadap tiga santriwati Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang, Jawa Timur. Namun, ayah kandung MSAT sekaligus petinggi Pengasuh Ponpes Shiddiqiyyah, KH Muhammad Mukhtar Mukthi, berkali-kali meminta polisi tak menangkap anaknya dan berjanji akan menyerahkan sendiri ke polisi.

Polisi sudah berusaha melakukan penjemputan paksa, namun mendapat perlawanan dari simpatisan Ponpes Shiddiqiyyah. Bahkan, Kasat Reskrim Polres Jombang AKP Giadi Nugraha terkena siraman kopi panas dari salah seorang simpatisan hingga terluka.